Abstrak
Kepemimpinan merupakan suatu hal yang seharusnya dimiliki oleh setiap
pemimpin organisasi. Efektivitas seorang pemimpin ditentukan oleh
kepiawaiannya memutuskan suatu kebijaksanaan. Tipe pemimpin
transformasional adalah seorang pemimpin yang mempunyai keahlian
diagnosis, dan selalu meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam
upaya untuk memecahkan masalah dari berbagai aspek, secara rasional dan
sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam
memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif.
Kata kunci : Kepemimpinan Transformasional , Kebijaksanaan.
A. PENDAHULUAN
Perkembangan lingkungan organisasi mengalami perubahan yang begitu
cepat. Hal ini membutuhkan respon yang cepat dari semua anggota
organisasi agar tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dapat tecapai. Untuk
itu, peran pemimpin sangat penting terutama dalam hal pengambilan
keputusan organisasional.
Pemimpin juga harus tepat menempatkan karyawan dalam proses
pengambilan keputusan. Dalam beberapa hal tertentu, karyawan dan anggota
organisasi lain perlu terlibat lebih banyak dalam beberapa hal
tertentu. Namun ada pula beberapa bagian yang perlu ditetapkan secara
tegas oleh pemimpin tanpa perlu banyak melibatkan pihak lain agar
kefektifan organisasi dapat tercapai.
Kepemimpinan dan pengambilan keputusan yang menarik untuk dikaji.
Kedua elemen tersebut dalam kenyataanya saling terkait satu sama lain
dan terkadang tidak dapat dipisahkan. Di lingkungan masyarakat maupun
dalam organisasi formal ataupun non formal, selalu ada seseorang yang
dianggap
lebih dari yang lain. Seseorang yang mempunyai kemampuan lebih tersebut kemudian diangkat atau ditunjuk sebagai orang yang mengatur orang lain.
Biasanya orang yang seperti itu disebut pemimpin (
leader) atau manajer (
manager).
Semua organisasi, apapun jenisnya, tentunya memerlukan seorang pemimpin
atau manajer yang nantinya akan menjalankan kegiatan kepemimpinan (
leadership) dan atau manajemen (
management). Kepemimpinan (
leadership)
merupakan suatu subjek yang sudah lama diminati para ilmuwan maupun
orang awam. Fokus dari kebanyakan penelitian adalah mengenai
determinan-determinan dari efektivitas kepemimpinan dalam setiap
pengambilan keputusan.
Tugas pemimpin antara lain penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan (
problem solving and decision-makinh activivy). Penyelesaian
masalah merupakan proses menghasilkan satu solusi guna mengenali,
mengidentifikasi dan merinci masalah. Pengambilan keputusan merupakan
proses penentuan satu alternative pilihan atas beragam alternatif
pilihan.
Aktifitas penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan membutuhkaan
perhatian dan pendefinisian yang tepat atas masalah, penentuan tujuan,
menemukan, mendesain dan menetapkan sejumlah tindakan yang tepat, serta
mengevaluasi dan memilih alternative tindakan terbaik. Aktivitas atau
tugas penyelesaian masalah dilakukan melalui proses pengambilan
keputusan dengan baik, berkualitas dan efektif.
B. KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang
berbeda. Definisi tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang
yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan itu sendiri. Hal ini
disebabkan karena topik tentang kepemimpinan ini telah diminati oleh
banyak orang selama berabad-abad lamanya. Para peneliti biasanya
mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif
individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
Perbedaan pendapat tentang definisi kepemimpinan didasarkan pada
kenyataan bahwa kepemimpinan melibatkan interaksi yang kompleks antara
pemimpin, pengikut, dan situasi. Kebanyakan definisi mengenai
kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah
proses pengaruh sosial yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap
orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan
di dalam sebuah kelompok atau organisasi (
Yukl , 2011).
Sebagai contoh, beberapa peneliti mendefinisikan kepemimpinan itu
sendiri dalam bentuk hubungan pribadi dan ciri-ciri fisik, sedangkan
peneliti yang lain meyakini bahwa kepemimpinan itu digambarkan oleh
sekumpulan perilaku yang ditentukan.
Berbeda dengan hal tersebut, peneliti lainnya juga berpandangan bahwa
konsep tentang kepemimpinan akan selalu mengalami banyak perubahan, hal
ditandai dengan adanya pengaruh sosial. Definisi lainnya tentang
kepemimpinan juga dikemukakan oleh
John Carrey & Carrey Dimmit
(Journal of Leadership : Juli : 2001) yang menjelaskan bahwa
kepemimpinan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mempengaruhi
orang lain agar berprestasi dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Hal
ini menjelaskan bahwa seorang pemimpin juga merupakan motivator yang
baik bagi pengikutnya untuk terus meningkatkan kinerjanya dalam
organisasi. Pendapat lain oleh
Kreitner & Kinicki (2007)
menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah upaya mempengaruhi anggota untuk
mencapai tujuan organisasi secara sukarela. Pengertian ini menekankan
pada kemampuan pemimpin yang tidak memaksa dalam menggerakkan anggota
organisasi agar melakukan kegiatan yang terarah pada tujuan organisasi.
Selanjutnya pengarang terkemuka,
Tom Peters dan Nancy Austin
juga menjelaskan pengertian kepemimpinan dalam bentuk yang lebih luas
bahwa kepemimpinan juga mengandung arti visi, antusiasme, kepercayaan,
obsesi, konsistensi, dan pemberian perhatian. Definisi ini menjelaskan
bahwa kepemimpinan memerlukan lebih dari sekedar mempunyai kekuatan dan
menggunakan kekuasaan. Kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
kelompok menuju pencapaian sasaran. Sumber dari pengaruh ini bersifat
formal, sepertii yang disajikan oleh kepemilikan peringkat manajerial
dalam organisasi karena posisi manajemen muncul bersamaan sejumlah
tingkat wewenang yang dirancang secara formal, seseorang dapat
menjalankan peran kepemimpinan semata-mata karena dalam kedudukannya
dalam organisasi itu.
Tetapi tidak semua pemimpin itu manajer; dan sebaliknya, tidak semua
manajer itu pemimpin. Hanya karena organisasi memberikan kepada
manajernya hak formal tertentu tidak menjadi jaminan bahwa mereka akan
mampu memimpin secara efektif. Sering kita menjumpai bahwa kepemimpinann
yang tidak mengandung unsure sanksi-yakni, kemampuan untuk mempengaruhi
yang timbul diluar struktur formal organisasi itu- sering mempunyai
arti penting yang sama atau lebih penting daripada pengaruh formal.
Dengan kata lain, pemimpin dapat muncul dari dalam kelompok sekaligus
melalui pengangkatan formal untuk memimpin kelompok.
Karakteristik/ciri pemimpin adalah merupakan dasar dari kepemimpinan
yang efektif. Kepemimpinan yang efektif juga tergantung pada
variabel-variabel situasional yang beraneka ragam. Aspek-aspek situasi
yang meningkatkan atau menghilangkan efek ciri atau dari perilaku
pemimpin tersebut disebut variabel-variabel situasional (
Yukl , 2011).
Variabel-variabel ini merupakan komponen penting dalam teori
kepemimpinan kontingensi. Pengertian yang senada juga dikemukakan oleh
Gibson dkk (
1996 ; 334)
yang menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah upaya menggunakan berbagai
jenis pengaruh yang bukan paksaan untuk memotivasi anggota organisasi
untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya
Fremont E. Kast dan James E. Rosenzwigh juga mengatakan bahwa kepemimpinan adalah kesanggupan untuk membujuk orang lain dalam mencapai tujuan secara antusias.
Greenberg & Bacon ( 2000)
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu proses dimana seorang
pemimpin mempengaruhi anggotanya untuk mencapai tujuan kelompok.
Keseluruhan definisi kepemimpinan yang telah dikemukakan sebelumnya
menunjukan bahwa kepemimpinan berlangsung di dalam sebuah organisasi
yang dalam arti statis merupakan wadah dalam bentuk suatu struktur
organisasi yang di dalamnya terdapat unit-unit kerja sebagai hasil
kegiatan pengorganisasian.
Setiap unit kerja dipimpin oleh seorang pemimpin (manajer) dengan
sejumlah staf dan tenaga pelaksana teknis. Pemimpin dalam konteks
struktural adalah pemimpin formal yang terdiri dari para manajer yang
menjalankan kegiatan manajerial di dalam unit kerja atau organisasinya.
Oleh karena itu penting kiranya mengetahui perbedaan antara
kepemimpinan (leadership) dan
pimpinan (management) untuk memahami secara jelas apa yang dimaksud dengan kepemimpinan.
C. GAYA KEPEMIMPINAN
Para pemimpin menggunakan gaya kepemimpinan berbeda-beda yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Kharismatik/Non kharismatik. Para pemimpin kharismatik sangat tergantung pada kepribadian mereka, kualitas-kualitas inspirasional (pemberi semangat) serta “aura”nya.
Seringkali mereka adalah pemimpin yang visioner, yang memiliki
orientasi prestasi, pengamibl resiko yang penuh perhitungan dan juga
merupakan komunikator yang baik. Adapun para pemimpin non kharismatik
sangat tergantung pada pengetahuan mereka (wewenngnya jatuh kepada orang
yang memiliki pengetahuan tersebut), kepercayaan diri serta pendekatan
analitis dalam menangani permasalahan.
- Otokratis/Demokratis. Para pemimpin otokratis cenderung
membuat keputusan sendiri, menggunakan posisinya untuk memaksa karyawan
agar melaksanakan perintahnya. Adapun para pemimpin demokratis mendorong
karyawan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan.
- Pendorong/Pengawas. Adalah pemimpin yang memiliki sifat
mendorong, memberi semangat kepada para karyawan menggunakan visinya dan
memberdayakannya untuk mencapai tujuan kelompok. Adapun pmimpin bergaya
pengawas memanipulasi karyawan agar patuh.
- Transaksional/transformasional. Para pemimpin transaksional
memanfaatkan uang, pekerjaan dan keamanan pekerjaan untuk memperoleh
kepatuhan dari karyawan. Para pemimpin transformasional memberikan
motivasi kepaada karyawan untuk bekerja keras mencapai tujuan yang lebih
tinggi.
Gaya kepemimpinan itu juga berdasarkan situasional. Situasi akan
memperngaruhi pendekatan yang diambil oleh para pemimpin. Tidak ada gaya
kepemimpinan yang ideal, semuanya sangat tergantung pada situasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan yang tepat adalah
jenis organisasi, sifat dasar tugas, karakteristik kelompok dan yang
penting adalah kepribadian pemimpin. Pendekatan berorientasi pada tugas
(otokrasi, pengawasan dan transaksional) barangkali merupakan gaya
kepemimpinan terbaik dalam siuasi darurat atau kondisi kritis atau
apabila pemimpin memiliki kekuasaan, pendukung formal dan tugas yang
cukup tertata dengan baik. Dalam kondisi seperti ini, kelompok siap
untuk diarahkan dan diberitahu tentang apa yang harus dilakukan. Di
dalam situasi yang kurang tertata dengan baik atau situasi yang tidak
menentu dimana hasil yang ditimbulkan bergantung pada kerjasama yang
baik antara kelompok, pemimpin yang lebih menjaga hubungan baik
(demokratis, pemberi wewenang, transformasional) cenderung bisa
mencapai hasil yang baik.
Meskipun demkikian, para komentator seperti halnya
Charles Handy menunjukkan bahwa
organisasi yang cerdas harus dipimpin dengan cara persuasi dan kesepakatan. Dalam bukunya berjudul “
The Age of Unreason” yang mengatakan bahwa dimasa lampau organisasi dipimpin oleh
pemimpin heroik yang “
mengetahui semua hal, dapat melakukan semua hal dan dapat memecahkan setiap permasalahan”, sudah berlalu. Sedangkan para pemimpin masa kini adalah para pemimpin yang “
berupaya memecahkan setiap masalah dengan cara mengembangkan karyawannya untuk memecahkan masalah tersebut”.
D. TEORI KEPEMIMPINAN TRNASFORMASIONAL
Menurut Burns (1978: 20) kepemimpinan transformasional adalah sebuah
proses dimana padanya para pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan
diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin
tersebut mencoba menimbulkan kesadaran dari pengikutnya dengan
menyerukan cita – cita yang lebih tinggi dan nilai – nilai moral bukan
didasarkan pada emosi, keserakahan, kecemburuan atau kebencian.
Dijelaskan oleh Burns (1978: 440) kepemimpinan yang mentransformasi
dapat dipegang baik sebagai sebuah proses mempengaruhi pada tingkat
mikro, antara para individu dan sebagai sebuah proses pada tingkat makro
dalam memobilisasi kekuasaan untuk mengubah sistem sosial tingkat
makro, kepemimpinan transformasional menyangkut bentuk, mengekspresikan,
dan menengahi konflik antara kelompok – kelompok sebagai tembahan
terhadap memotivasi orang.
Avolio & Bass (1987) mengatakan bahwa kepemimpinan
transformasional berbeda dengan kepemimpinan transaksional dalam dua
hal. Pertama, meskipun pemimpin transformasional yang efektif juga
mengenali kebutuhan bawahan, mereka berbeda dari pemimpin transaksional
aktif. Pemimpin transformasional yang efektif berusaha menaikkan
kebutuhan bawahan. Motivasi yang meningkat dapat dicapai dengan
menaikkan harapan akan kebutuhan dan kinerjanya. Misalnya, bawahan di
dorong mengambil tanggungjawab lebih besar dan memiliki otonomi dalam
bekerja. Kedua, pemimpin transformasional berusaha mengembangkan bawahan
agar mereka juga menjadi pemimpin.
Pengembangan faktor – faktor kepemimpinan transformasional telah
dikembangkan dari penelitian oleh Bass. Ia mengindentifikasi lima faktor
(tiga yang pertama berlaku pada transformasional dan dua faktor yang
berakhir berlaku pada kepemimpinan transaksional) yang menjelaskan
pemimpin – pemimpin transformasional. Faktor – faktor tersebut adalah :
- Kharisma : pemimpin mampu menanamkan suatu nilai, hormat, dan kebanggan untuk mengutarakan suatu visi dengan jelas;
- Perhatian individual : pemimpin membantu para pengikut berpikir
kembali dengan cara – cara rasional untuk memerikas sebuah situasi. Ia
mendorong para pengikut agar kreatif;
- Rangsangan Intelektual : pemimpin membantu para pengikut berpikir
kembali dengan cara – cara rasional untuk memeriksa sebuah situasi. Ia
menolong para pengikut agar kreatif;
- Penghargaan yang tidak terduga : pemimpin memberitahu para pengikut
tentang apa yang harus dikerjakan untuk menerima penghargaan yang lebih
mereka sukai; dan
- Manajemen dengan pengecualian : pemimpin mengijinkan para pengikut
untuk mengerjakan tugas dan tidak mengganggu kecuali sasaran – sasaran
tidak dicapai dalam waktu yang masuk akal dan biaya yang pantas.
Salah satu karakteristik yang penting dari kepemimpinan
transformasional adalah kharisma. Bagaimanapun juga kharisma dengan
sendirinya tidak cukup untuk kepemimpinan transformasional yang sukses,
seperti yang dinyatakan oleh Bass.
Pada setiap tahap pemimpin transformasional keberhasilannya akan
tergantung pada sikap, nilai dan keterampilan pemimpin tersebut. Adapun
atribut atau ciri – ciri pemimpin transformasional adalah :
- Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai agen perubahan;
- Mereka dalah para pengambil resiko yag berhati – hati;
- Mereka yakin pada orang – orang dan sangat peka terhadap kebutuhan – kebutuhan mereka;
- Mereka mampu mengartikulasikan sejumlah nilai inti yang membimbing perilaku mereka
- Mereka terbuka dan fleksible terhadap pelajaran dan pengalamannya
- Mereka mempunyai keterampilan kognetif, dan yakin kepada pemikiran
berdisiplin dan kebutuhan akan analsis masalah yang hati – hati; dan
- Mereka adalah orang – orang yang mempunyai visi yang mempercayai isntitusi mereka (Yulk, 1994: 297)
- Fungsi utamanya adalah berperan sebagai katalis perubahan, bukannya
sebagai pengontrol perubahan. Seorang pemimpin transformasional memiliki
visi yang jelas, memiliki gambaran holistis tentang bagaimana
organisasi di masa depan ketika semua tujuan atau sasaran telah tercapai
(Peter, 1992).
Sergiovanni (1990:21) berpendapat makna simbolis dari tindakan
seorang pemimpin transformasional adalah lebih penting dari tindakan
aktual. Nilai-nilai yang dijunjung oleh pemimpin yang terpenting adalah
segalanya. Artinya ia menjadi model dari nilai-nilai tersebut.
Mentransformasikan nilai organisasi jika perlu untuk membantu mewujudkan
visi organisasi. Elemen yang paling utama dari karakteristik seorang
pemimpin transformasional adalah dia harus memiliki hasrat yang kuat
untuk mencapai tujuan organisasi. Seorang pemimpin transformasional
adalah seorang pemimpin yang mempunyai keahlian diagnosis, dan selalu
meluangkan waktu dan mencurahkan perhatian dalam upaya untuk memecahkan
masalah dari berbagai aspek.
Rees (2001) menyatakan paradigma baru kepemimpinan transformasional
mengangkat tujuh prinsip menciptakan kepemimpinan yang sinergis, yakni:
- Simplifikasi, yakni keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan
sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta
keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu
saja transformasional yang dapat menjawab “Ke mana kita akan melangkah?”
menjadi hal pertama yang penting untuk kita implementasikan,
- Motivasi, yakni kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap
orang yang terlibat terhadap visi sudah dijelaskan adalah hal kedua yang
perlu dilakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat menciptakan
suatu sinergis di dalam organisasi, berarti seharusnya dia dapat
mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada setiap pengikutnya.
Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul
menantang serta memberikan peluang bagi mereka pula untuk terlibat suatu
proses kreatif, memberikan usulan mengambil keputusan dalam pemecahan
masalah, hal ini akan memberikan nilai tambah bagi mereka sendiri,
- Fasilitasi, yakni dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara
kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada
semakin bertambahnya modal intelektual dari setiap orang yang terlibat
di dalamnya,
- Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung jawab
melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan
dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang efektif dan
efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan
seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Dalam kasus
tertentu, pemimpin transformasional harus sigap merespons perubahan
tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja yang sudah dibangun,
- Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk
melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam
mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu
mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab,
- Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri
mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang
positif,
Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat
untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu
perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan
fisik serta komitmen.
Menurut Bass dan Avolio (1994) terdapat 4 dimensi dalam kadar kepemimpinan seseorang dengan konsep 4 I, yakni:
- “I” pertama adalah Idealized Influence, yang dijelaskan sebagai perilaku yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri yang menghasilkan rasa hormat (respect) dan rasa percaya diri (trust) dari orang-orang yang dipimpinnya. Idealized influence
mengandung makna saling berbagi risiko, melalui pertimbangan atas
kebutuhan yang dipimpin di atas kebutuhan pribadi, dan perilaku moral
serta etis,
- “I” kedua adalah Inspirational Motivation, yang
tercermin dalam perilaku yang senantiasa menyediakan tantangan dan makna
atas pekerjaan orang-orang yang dipimpin, termasuk di dalamnya adalah
perilaku yang mampu mendemonstrasikan komitmen terhadap sasaran
organisasi. Semangat ini dibangkitkan melalui antusiasme dan optimisme,
- “I” ketiga adalah Intellectual Simulation. Pemimpin yang
mendemonstrasikan tipe kepemimpinan senantiasa mengali ide-ide baru dan
solusi yang kreatif dari orang-orang yang dipimpinnya. Ia juga selalu
mendorong pendekatan baru dalam melakukan pekerjaan,
- “I” keempat adalah Indivualized Consideration, yang
direfleksikan oleh pemimpin yang selalu mendengarkan dengan penuh
perhatian, dan memberikan perhatian khusus kepada kebutuhan prestasi dan
kebutuhan dari orang-orang yang dipimpinnya.
Berdasarkan perspektif manajemen kepemimpinan didasarkan pada
filosofi bahwa perbaikan metode dan proses kerja secara berkesinambungan
akan dapat memperbaiki kualitas, biaya, produktivitas, dan ROI (
return of invesment)
yang pada gilirannya juga meningkatkan daya saing. Kepemimpinan pada
akhirnya bertujuan membentuk budaya mutu organisasi. Disimpulkan bahwa
menurut pandangan manajemen pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang
dapat memindahkan (transformasi) nilai, idealisme, perilaku, mental, dan
sikap mutu kepada karyawan.
Kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang mempunyai
dimensi, kharismatik, stimulus intelektual, konsiderasi individual,
sumber inspirasi serta idealisme. Konsep dan praktik kepemimpinan
transformasional dikembangkan sebagai jawaban atas keterbatasan konsep
kepemimpinan yang telah ada dalam mengelola SDM dan organisasi dalam
lingkungan yang mengalami perubahan. Kepemimpinan transformasional
menekankan terbentuknya rasa memiliki bagi setiap individu sebagai
bagian dari kelompok. Oleh karena itu kepemimpinan transformasional
diproposisikan berpengaruh positif terhadap komitmen bawahan pada
organisasi.
Dimensi kepemimpinan transformasional di atas akan berdampak positif
terhadap komitmen karyawan terutama komitmen afektif, dan ini tentunya
akan berpengaruh pula terhadap motivasi kerja dari karyawan. Perilaku
kepemimpinan yang memiliki visi dan misi yang jelas dan menarik,
menunjukkan kepercayaan diri yang kuat, mampu mengomunikasikan ide-ide
yang cerdas dan dapat dipercaya karyawan. Secara logis kaitan ini
menunjukkan bahwa praktik kepemimpinan transformasional dapat
menumbuhkan identifikasi karyawan terhadap organisasi yang antara lain
tercermin dalam perasaan memiliki, bangga sebagai bagian dari
organisasi. Terbentuknya identifikasi tersebut berdampak positif
terhadap internalisasi tujuan (
goals internalization)
yaitu tujuan yang ditetapkan perusahaan secara konkret termanivestasi
dalam bentuk motivasi karyawan dalam menjalankan tugasnya.
A. DECISION THEORY (TEORI KEPUTUSAN)
Pengambilan keputusan adalah proses yang disengaja dalam membuat
pilihan diantara satu atau beberapa alternative dengan tujuan mencapai
sesuatu yang diinginkan. Keputusan muncul sebagai respon terhadap
masalah atau peluang. Masalah (
problem) adalah penyimpangan dari situasi yang ada saat ini dengan situasi yang diinginkan. Itu adalah kesenjangan (
gap) antara apa yang terjadi dengan apa yang seharusnya. Beberapa aspek kinerja tidak memuaskan.
Peluang (
opportunities) terjadi ketika pemimpin melihat
potensi prestasi yang menyediakan kesempatan untuk menciptakan prestasi
organisasional melebihi sasaran yang telah ditetapkan saat ini. Peluang
adalah penyimpangan antara harapan yang ada saat ini dan pengenalan
terhadap situasi yang secara potensial lebih baik. Para pemimpin melihat
kemungkinan meningkatkan kinerja melebihi level saat ini. Dengan kata
lain pengambil keputusan menyadari bahwa keputusan yang tepat dapat
menghasilkan kondisi sesuai tujuan atau yang diharapkan.
Simon menggambarkan hubungan antara pengambilan keputusan yang
efektif dan administrasi organisasi. Simon mencatat bahwa administrator
tidak menyelesaikan apa-apa dibandingkan operator di lapangan.
Sebaliknya, mereka mempengaruhi pencapaian tujuan melalui keputusan
mereka
Proses pembuatan keputusan administrasi dipengaruhi tingkat
koordinasi, keahlian dan tanggung jawab pemangku jabatan, dan pelatihan
mempengaruhi kualitas pembuatan keputusan. Oleh karena itu perlu
keseimbangan antara kepentingan individu dan tujuan yang ingin dicapai
organisasi. Hampir semua pembahasan dalam proses pengambilan keputusan
selalu merincinya menjadi serangkaian langkah yang beurutan. Menurut
Herbert A Simon, proses pengambilan keputusan pada hakikatnya terdiri atas tiga langkah utama :
- Kegiatan inletejen. Dimbil dari penegrtian inletejen yang
digunakan militer, langkah awal ini menyangkut pencarian berbagai
kondisi lingkungan yang diperlukan bagi keputusan.
- Kegiatan desain. Dlam tahap ini pembuatan, pengembangan dan penganalisaan sebagai rangkaian yang mungkin dilakukan.
- Kegiatan pemilihan. Pada tahap ini pemilihan serangkaian kegiatan tertentu dari alternatif yang tersedia (Herbert A Simon,)
Penyajian langkah-langkah proses pengambilan keputusan lainnya hanya sedikit berbeda dari apa yang dikemukakan oleh Simon,
Newman dan Warren merinci langkah desain dan mengidentifikasikan melalui 4 tahapan :
- Pembuatan suatu diagnosis,
- Penemuan penyelesaian alternatif,
- Penganalisaan dan pembandingan alternatif-alternatif dan
- Pemilihan rencana yang diambil. (William H Newman, Charles E Summer dan E Kirby warren, 1972).
Sedangkan menurut
Scott dan Mitchell, proses pengambilan keputusan meliputi :
- Proses pencarian /penemuan tujuan,
- Formulasi tujuan,
- Pemilihan alternatif atau strategi untuk mencapai tujuan dan
- Mengevaluasi hasil-hasil, William G Scott dan Terence R Mitchell, 1975).
Pendekatan konperhensif lainnya adalah dengan menggunakan analisa
sistem.Selanjutnya ia mengkaji fakta dan nilai dalam pengambilan
keputusan. Pembatasan Simon jelas antara keduanya. Fakta yang dapat
diuji proposisi, di mana sebagai pernyataan etis mungkin timbul dari
dalam organisasi, dan melibatkan kata-kata seperti “harus” atau
“seharusnya.” Selain itu, keputusan ada yang mengandung faktual dan
komponen etika, sehingga keputusan tidak dapat dievaluasi sebagai
“benar” atau “salah.” Mereka hanya bisa dinilai oleh pencapaian tujuan,
atau “nilai-nilai.” Hal ini tampak jelas perbedaannya antara organisasi
public dan swasta.
Simon mengajukan gagasan mempertimbangkan rasionalitas dalam perilaku
administratif. Idealnya, Simon menunjukkan bahwa semua pengambilan
keputusan akan mengikuti proses seperti mata rantai. Namun, sistem nyata
jarang sesederhana ini, dan orang tidak selalu berakhir dengan
mempertimbangkan perilaku alternatif. Waktu, pengetahuan, dan kelompok
mempengaruhi perilaku. Rasionalitas secara kasar didefinisikan sebagai
perhatian atau keberpihakan pada pemilihan perilaku tertentu dari suatu
system nilai yang dapat dievaluasi.
1. RASIONALITAS KEPUTUSAN
Sarana hasil akhir (
means ends) adalah definisi rasionalitas
yang paling sering digunakan dalam pengambilan keputusan. Bila sarana
(peralatan) dipilih secara tepat untuk mencapai berbagai hasil akhir
yang diinginkan, keputusan dikatakan rasional. Bagaimanapun juga ada
banyak komplikasi pada tes rasionalitas sederhana ini. Pertama adalah
sulit untuk memisahkan sarana-sarana dari hasil akhir, karena suatu
hasil akhir nyata mungkin hanya merupakan suatu sarana bagi hasil akhir
dimasa mendatang. Gagasan ini bisa disebut
means-ends chain atau hierarchy.
Simon,
mengemukakan bahwa hirarki sarana hasil akhir terkadang merupakan satu
rantai yang terintegrasi dan sepenuhnya kait mengkait. Hubungan antara
kegiatan organisasi dan tujuan akhir sering kabur atau tujuan akhir ini
dirumuskan secara tidak lengkap atau ada berbagai bentuk komplik
internal dan kongtradiksi diantara tujuan dan diantara sarana-sarana
yang dipilih untuk mencapainya (
Herbert A Simon,
1957). Disamping itu konsep yang digunakan dalam pengambilan keputusan
bahkan mungkin sudah usang. Sebagai contoh , penggunaan
analisis economic order quantity
tanpa memperhatikan pemenuhan asumsi-asumsinya, dimana hal ini sulit
dilakukan dalam situasi bisnis sekarang dapat mengarahkan pengambilan
keputusan tidak rasional.
Satu cara untuk memperjelas rasionalitas sarana hasil akhir adalah
dengan menambahkan berbagai kata keterangan yang sesuai pada berbagai
tipe rasionalitas. Jadi suatu keputusan disebut rasional secara obyektif
adalah bila keputusan tersebut dapat memaksimumkan nilai-nilai tertentu
dalam suatu situasi tertentu. Rasioonal secara subyektif dapat
digunakan bila keputusan memaksimumkan perolehan relatif pengetahuan
akan subyek tertentu. Rasional secara sadar mungkin diterapkan untuk
keputusan-keputusan dimana berbagai penyesuaian sarana terhadap hasil
akhir merupakan proses yang dilakukan dengan sadar. Suatu keputusan
adalah rasional secara sengaja bila penyesuaian sarana terhadap hasil
akhir merupakan proses yang dilakukan dengan sadar. Suatu keputusan rasional secara sengaja bila penyesuaian sarana terhadap hasil
akhir dicoba dengan sengaja oleh individu atau organisasi. Suatu
keputusan adalah rasional secara orgaisasional dalam arti bahwa
keputusan tersebut diarahkan pada tujuan organisasi dan rasional secara
pribadi bila keputusan diarahkan ke tujuan individual.
2. RASIONALITAS TERBATAS DAN SATISFICING
Model administratif pengambilan keputusan didasarkan pada hasil
penelitian Hebert A. Simon. Simon mengajukan dua konsep yang penting
dalam pembentukan model administratif : rasional terbatas dan
satisficing. Rasionalitas terbatas (
bounded rationality)
berarti bahwa orang-orang memiliki keterbatasan dalam pemikiran
rasional. Organisasi merupakan sesuatu yang sangat kompleks dan para
manajer memiliki waktu dan kemampuan untuk memproses informasi dalam
jumlah yang terbatas bagi pengambilan keputusan. Karena pemimpin tidak
memiliki cukup waktu atau kemampuan kognitif untuk memproses informasi
yang lengkap mengenai keputusan yang kompleks, mereka harus
satisfice.
Satisficing
berarti bahwa pembuat keputusan memilih alternatif solusi pertama yang
memenuhi kriteria keputusan minimal. Daripada mencari seluruh alternatif
untuk mengidentifikasi solusi tunggal yang akan memaksimalkan
pendapatan ekonomi, manajer akan memilih solusi pertama yang muncul
untuk memecahkan masalah, meski diperkirakan ada solusi lain yang lebih
baik. Pembuat keputusan tidak dapat mempertaruhkan waktu dan pengeluaran
dalam rangka memperoleh informasi yang lengkap.
Model administratif tergantung pada asumsi-asumsi yang berbeda dengan
apa yang menjadi asumsi pada model klasik dan memfokuskan pada
faktor-faktor organisasi yang mempengaruhi keputusan individu. Menurut
model administratif :
- Sasaran keputusan terkadang tidak jelas, saling bertentangan, dan
kurangnya kesepakatan antar pemimpin. Para pemimpin sering tidak
menyadari masalah atau kesempatan yang ada dalam organisasi.
- Prosedur rasional tidak selalu digunakan, dan ketika digunakan
ternyata dibatasi pada pandangan yang sederhana mengenai masalah yang
tidak mencakup seluruh kompleksitas atas apa yang terjadi dalam
organisasi yang sesungguhnya.
- Pencarian pemimpin terhadap alternatif-alternatif dibatasi oleh batasan-batasan manusiawi, informasi dan sumber daya.
- Kebanyakan pemimpin lebih memilih satisficing daripada
memaksimalkan solusi. Hal demikian terjadi karena sebagian dari mereka
memiliki keterbatasan informasi dan sebagian karena kriteria mengenai
hal-hal apa saja yang memaksimalkan solusi tidak jelas.
Model administratif sering dianggap deskriptif, yang berarti
menjelaskan bagaimana manajer mengambil keputusan secara aktual dalam
situasi yang kompleks daripada sekedar memberikan perintah bagaimana
seharusnya membuat keputusan menurut teori yang ideal.
3. INTUISI
Aspek lain dalam pengambilan keputusan administratif adalah intuisi,
yakni menyajikan pemahaman secara cepat terhadap situasi keputusan
berdasarkan pengalaman masa lalu tanpa pemikiran yang mendalam.
Pengambilan keputusan secara intuitif bukan merupakan hal yang
sembarangan atau tidak masuk akal, karena hal tersebut didasarkan pada
praktek bertahun-tahun dan berdasarkan pengalaman yang memudahkan
manajer untuk mengidentifikasi solusi secara cepat tanpa melalui
perhitungan seksama. Menurut
Michael Ray dan
Rochelle Myers intuisi sesungguhnya adalah
“recognisi”.
Ketika orang-orang membangun pengalaman mendalam dan pengetahuan pada
bidang tertentu, keputusan yang tepat terkadang datang dengan cepat
tanpa kesulitan apapun dalam mengenali informasi yang sering dilupakan
oleh pikiran sadar.
Para pemimpin tergantung pada intuisi untuk menentukan kapan
munculnya masalah dan untuk mensintesiskan potongan data dan pengalaman
yang terpisah menjadi gambaran yang terintegrasi. Mereka juga
menggunakan intuitif untuk menilai hasil dari analsiis secara rasional.
Apabila analisis rasional tidak sesuai dengan intuisinya, para manajer
akan menggali lebih mendalam sebelum menerima usulan alternatif. Intuisi
membantu para manajer memahami situasi yang bercirikan ketidakpastian
dan ambiguitas yang telah terbukti tidak mempan terhadap analisa
rasional.
B. Penerapan Teori Keputusan Dalam Kepemimpinan Transformasional Di Setiap Keputusannya (Herbert A Simon – Decision Theory)
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang
berbeda. Definisi tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang
yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan itu sendiri. Hal ini
disebabkan karena topik tentang kepemimpinan ini telah diminati oleh
banyak orang selama berabad-abad lamanya. Para peneliti biasanya
mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif
individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
Perbedaan pendapat tentang definisi kepemimpinan didasarkan pada
kenyataan bahwa kepemimpinan melibatkan interaksi yang kompleks antara
pemimpin, pengikut, dan situasi. Kebanyakan definisi mengenai
kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah
proses pengaruh sosial yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap
orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan
di dalam sebuah kelompok atau organisasi (
Yukl , 2011).
Menurut Burns (1978: 20) kepemimpinan transformasional adalah sebuah
proses dimana padanya para pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan
diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Burns (1978:
440) kepemimpinan yang mentransformasi dapat dipegang baik sebagai
sebuah proses mempengaruhi pada tingkat mikro, antara para individu dan
sebagai sebuah proses pada tingkat makro dalam memobilisasi kekuasaan
untuk mengubah sistem sosial tingkat makro.
Simon menggambarkan hubungan antara pengambilan keputusan yang
efektif dalam organisasi administrasi ialah dengan Proses pembuatan
keputusan administrasi dipengaruhi tingkat koordinasi, keahlian dan
tanggung jawab pemangku jabatan dan pelatihan mempengaruhi kualitas
pembuatan keputusan. Kepemimpinan Transformasional dalam menciptakan
sinergis antara kepemimpinan dalam setiap keputusannya terdapat beberapa
prinsip yaitu :
- Simplifikasi, yakni keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan
sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta
keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu
saja transformasional yang dapat menjawab “Ke mana kita akan melangkah?”
menjadi hal pertama yang penting untuk kita implementasikan,
- Motivasi, yakni kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap
orang yang terlibat terhadap visi sudah dijelaskan adalah hal kedua yang
perlu dilakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat menciptakan
suatu sinergis di dalam organisasi, berarti seharusnya dia dapat
mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada setiap pengikutnya.
Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul
menantang serta memberikan peluang bagi mereka pula untuk terlibat suatu
proses kreatif, memberikan usulan mengambil keputusan dalam pemecahan
masalah, hal ini akan memberikan nilai tambah bagi mereka sendiri,
- Fasilitasi, yakni dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif
memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara
kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada
semakin bertambahnya modal intelektual dari setiap orang yang terlibat
di dalamnya,
- Inovasi, yaitu kemampuan untuk secara berani dan bertanggung jawab
melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan
dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang efektif dan
efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan
seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Dalam kasus
tertentu, pemimpin transformasional harus sigap merespons perubahan
tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja yang sudah dibangun,
- Mobilitas, yaitu pengerahan semua sumber daya yang ada untuk
melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam
mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu
mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab,
- Siap Siaga, yaitu kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri
mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang
positif,
- Tekad, yaitu tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat
untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu
perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan
fisik serta komitmen.
Oleh karena itu pada setiap tahap pemimpin transformasional
keberhasilan pembuatan keputusan akan tergantung pada sikap, nilai dan
keterampilan pemimpin tersebut. Adapun atribut atau ciri – ciri pemimpin
transformasional adalah :
- Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai agen perubahan;
- Mereka dalah para pengambil resiko yag berhati – hati;
- Mereka yakin pada orang – orang dan sangat peka terhadap kebutuhan – kebutuhan mereka;
- Mereka mampu mengartikulasikan sejumlah nilai inti yang membimbing perilaku mereka
- Mereka terbuka dan fleksible terhadap pelajaran dan pengalamannya
- Mereka mempunyai keterampilan kognetif, dan yakin kepada pemikiran
berdisiplin dan kebutuhan akan analsis masalah yang hati – hati; dan
- Mereka adalah orang – orang yang mempunyai visi yang mempercayai isntitusi mereka (Yulk, 1994: 297)
Menurut Herbert Simon, keputusan dapat diukur dengan dua kriteria;
- Kecukupan mencapai tujuan yang diinginkan
- Efisiensi yang hasilnya diperoleh. Banyak anggota organisasi dapat
fokus pada kecukupan, tetapi manajemen administrasi secara keseluruhan
harus memiliki perhatian khusus pada efisiensi dengan hasil yang ingin
diperoleh.
Simon mengajukan gagasan mempertimbangkan rasionalitas dalam perilaku
administratif. Idealnya, Simon menunjukkan bahwa semua pengambilan
keputusan akan mengikuti proses seperti mata rantai. Namun, sistem nyata
jarang sesederhana ini, dan orang tidak selalu berakhir dengan
mempertimbangkan perilaku alternatif.
Pengambilan keputusan rasional adalah dengan cara memilih
alternatif-alternatif yang menghasilkan kumpulan dari semua konsekuensi
yang mungkin akan terjadi. Cara tersebut dapat dialakukan dengan tiga
langkah sebagi berikut:
- Identifikasi dan daftar semua alternative
- Tentukan semua konsekuensi dari setiap alternative
- Bandingkan kebenaran dan efisiensi dari setiap konsekuensi
Sedangkan koordinasi dilaksanakan melalui: self coordination,
alternative individu vs kelompok, rencana kelompok, dan komunikasi
Komentar yang ditambahkan meliputi bukti empiris keterbatasan rasio
(bounded rationality), pengembangan relasi dalam teori pembuatan
keputusan formal menanggapi teori permainan (game theory) Neumann dan
Morgenstern yang menggambarkan perilaku yang akan datang seperti pohon
dengan dahan dan rantingnya yang dipengaruhi oleh faktor kepemimpinan
transformasional. Faktor – faktor tersebut adalah :
- Kharisma : pemimpin mampu menanamkan suatu nilai, hormat, dan kebanggan untuk mengutarakan suatu visi dengan jelas;
- Perhatian individual : pemimpin membantu para pengikut berpikir
kembali dengan cara – cara rasional untuk memerikas sebuah situasi. Ia
mendorong para pengikut agar kreatif;
- Rangsangan Intelektual : pemimpin membantu para pengikut berpikir
kembali dengan cara – cara rasional untuk memeriksa sebuah situasi. Ia
menolong para pengikut agar kreatif;
- Penghargaan yang tidak terduga : pemimpin memberitahu para pengikut
tentang apa yang harus dikerjakan untuk menerima penghargaan yang lebih
mereka sukai; dan
- Manajemen dengan pengecualian : pemimpin mengijinkan para pengikut
untuk mengerjakan tugas dan tidak mengganggu kecuali sasaran – sasaran
tidak dicapai dalam waktu yang masuk akal dan biaya yang pantas.
Kemudian dijelaskan juga rencana dan peninjauan dalam proses
pengambilan keputusan terpadu yang meliputi dua teknik. Yang pertama
adalah pada perencanaan para spesialis diarahkan pada suatu masalah
sebelum dibuat keputusan dan yang kedua peninjauan dimana individu yang
ditunjuk mempertanggung-jawabkan dan membrikan alasan-alasan internal
maupun eksternal atas keputusan tersebut.
Pada dasarnya, kepemimpinan merupakan kemampuan
pemimpin untuk mempengaruhi karyawan ataupun membuat suatu keputusan bersama dalam sebuah organisasi.
Dalam memberikan penilaian terhadap gaya kepemimpinan yang diterapkan
pemimpin, karyawan melakukan proses kognitif untuk menerima,
mengorganisasikan, dan memberi penafsiran terhadap pemimpin (Solso,
1998).
C. KESIMPULAN
Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang
berbeda. Definisi tentang kepemimpinan sangat bervariasi sebanyak orang
yang mencoba mendefinisikan konsep kepemimpinan itu sendiri. Hal ini
disebabkan karena topik tentang kepemimpinan ini telah diminati oleh
banyak orang selama berabad-abad lamanya. Para peneliti biasanya
mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif
individual dan aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka.
Perbedaan pendapat tentang definisi kepemimpinan didasarkan pada
kenyataan bahwa kepemimpinan melibatkan interaksi yang kompleks antara
pemimpin, pengikut, dan situasi. Kebanyakan definisi mengenai
kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah
proses pengaruh sosial yang sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap
orang lain untuk menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan
di dalam sebuah kelompok atau organisasi (
Yukl , 2011).
Menurut Burns (1978: 20) kepemimpinan transformasional adalah sebuah
proses dimana padanya para pemimpin dan pengikutnya saling menaikkan
diri ke tingkat moralitas dan motivasi yang lebih tinggi. Pemimpin
tersebut mencoba menimbulkan kesadaran dari pengikutnya dengan
menyerukan cita – cita yang lebih tinggi dan nilai – nilai moral bukan
didasarkan pada emosi, keserakahan, kecemburuan atau kebencian.
Pengembangan faktor – faktor kepemimpinan transformasional telah
dikembangkan dari penelitian oleh Bass. Ia mengindentifikasi lima faktor
(tiga yang pertama berlaku pada transformasional dan dua faktor yang
berakhir berlaku pada kepemimpinan transaksional) yang menjelaskan
pemimpin – pemimpin transformasional. Faktor – faktor tersebut adalah :
- Kharisma : pemimpin mampu menanamkan suatu nilai, hormat, dan kebanggan untuk mengutarakan suatu visi dengan jelas;
- Perhatian individual : pemimpin membantu para pengikut berpikir
kembali dengan cara – cara rasional untuk memerikas sebuah situasi. Ia
mendorong para pengikut agar kreatif;
- Rangsangan Intelektual : pemimpin membantu para pengikut berpikir
kembali dengan cara – cara rasional untuk memeriksa sebuah situasi. Ia
menolong para pengikut agar kreatif;
- Penghargaan yang tidak terduga : pemimpin memberitahu para pengikut
tentang apa yang harus dikerjakan untuk menerima penghargaan yang lebih
mereka sukai; dan
- Manajemen dengan pengecualian : pemimpin mengijinkan para pengikut
untuk mengerjakan tugas dan tidak mengganggu kecuali sasaran – sasaran
tidak dicapai dalam waktu yang masuk akal dan biaya yang pantas.
Salah satu karakteristik yang penting dari kepemimpinan
transformasional adalah kharisma. Bagaimanapun juga kharisma dengan
sendirinya tidak cukup untuk kepemimpinan transformasional yang sukses,
seperti yang dinyatakan oleh Bass.
Pada setiap tahap pemimpin transformasional keberhasilannya akan
tergantung pada sikap, nilai dan keterampilan pemimpin tersebut. Adapun
atribut atau ciri – ciri pemimpin transformasional adalah :
- Mereka melihat diri mereka sendiri sebagai agen perubahan;
- Mereka dalah para pengambil resiko yag berhati – hati;
- Mereka yakin pada orang – orang dan sangat peka terhadap kebutuhan – kebutuhan mereka;
- Mereka mampu mengartikulasikan sejumlah nilai inti yang membimbing perilaku mereka
- Mereka terbuka dan fleksible terhadap pelajaran dan pengalamannya
- Mereka mempunyai keterampilan kognetif, dan yakin kepada pemikiran
berdisiplin dan kebutuhan akan analsis masalah yang hati – hati; dan
- Mereka adalah orang – orang yang mempunyai visi yang mempercayai isntitusi mereka (Yulk, 1994: 297)
Simon mengajukan gagasan mempertimbangkan rasionalitas dalam perilaku
administratif. Idealnya, Simon menunjukkan bahwa semua pengambilan
keputusan akan mengikuti proses seperti mata rantai. Namun, sistem nyata
jarang sesederhana ini, dan orang tidak selalu berakhir dengan
mempertimbangkan perilaku alternatif
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Gibson, dkk.
ORGANISASI, Perilaku, Struktur, Proses. Edisi kedelapan Jilid dua. Tangerang: Binarupa Aksara
Zazin, Nur. 2010.
Kepemimpinan dan Manajemen Konflik. Yogyakarta: Absolute Media
Sumber elektronik :
Alwafier, Agus. 2012
. Budaya Kepemimpinan Dalam Mengendalikan Wewenang Dan Kekuasaan [Online]
. http://agusalwafier.wordpress.com/
Bihadi, Rahmat. 2011. Kepemimpinan dalam Perusahaan[Online]
. http://lampungorlampumerahprumpung.blogspot.com/2011/05/kepemimpinan-dalam-perusahaan.html
Feri, Hardiansyah. . 2011. Makalah Kepemimpinan Transformasional [Online]
. http://hardiansyahferi.blogspot.com/2011/05/makalah-kepemimpinan-transformasional.html
Ihsan. 2009. Peran Kepemimpinan dalam Pengambilan Keputusan [Online]
. http://www.ruangihsan.net/2009/08/peran-kepemimpinan-dalam pengambilan.html
Kurniawan, Dheny. 2011. Makalah Kepemimpinan dan Etika[Online]
. http://dhenykurniawansstp.blogspot.com/2011/12/makalah-kepemimpinan-dan-etika.html
Louis, Jeffy. 2012. Makalah Kepemimpinan Transassional[Online]
. http://jeffy-louis.blogspot.com/2012/04/makalah-kepemimpinan-transaksional-dan.html
Rusditanhir. 2012. Leadership, Decision Making, Employee Involvement [Online]
. http://rusdintahir.wordpress.com/2011/12/13/leadership-decision-making-employee-involvement/