Laman

Minggu, 14 Februari 2010

Al-Kindi

Al-Kindi merupakan nama yang diambil dari suku yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.

Sedangkan nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq As-Shabbah bin imron bin Isma’il
al-Asy’ad bin Qays al-Kindi. Lahir pada tahun 185 H (801 M) di Kuffah. Ayahnya Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan al-Mahdi dan Harun ar-Rasyid dari bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah al-Kindi lahir.

Pada masa kecilnya al-Kindi sempat merasakan masa pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid yang terkenal kepeduliannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan bagi kaum muslim. Ilmu pengetahuan berpusat di Baghdad yang sekaligus menjadi pusat perdagangan.

Pada masa pemerintahan ar-Rasyid sempat didirikan lembaga yang disebut bayt al-Hikmah (Balai Ilmu Pengetahuan). pada waktu al-Kindi berusia 9 tahun ar-Rasyid wafat dan pemerintahan diambil alih oleh putranya al-Amin yang tidak melanjutkan usaha ayahnya ar-Rasyid untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun setelah beliau wafat pada tahun 185 H (813 H) kemudian saudaranya al-Makmun menggantikan kedudukannya sebagai khalifah (198-228 H) ilmu pengetahuan berkembang pesat. Fungsi Bayt al-hikmah lebih ditingkatkan, sehingga pada masa pemerintahan al-Makmun berhasil dipadukannya antara ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu asing khususnya dari Yunani. Dan pada waktu inilah al-Kindi menjadi sebagai salah seorang tokoh yang mendapat kepercayaan untuk menterjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab, bahkan dia memberi komentar terhadap pikiran-pikiran pada filosuf Yunani.

Masa kecil al-Kindimendapat pendidikan di Bashrah. Tentang siapa guru-gurunya tidak dikenal, karena tidak terekam dalam sejarah hidupnya. Setelah menyesaikan pendidikannya di Bashrah ia melanjutkan ke Baghdad hingga tamat, ia banyak mengusai berbagai maca ilmu yang berkembang pada masa itu seperti ilmu ketabiban (kedokteran),filsafat, ilmu hitung, manthiq (logika), geometri, astronomi dan lain-lain.

Pendeknya ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani juga ia pelajari dan sekurang-kurangnya salah satu bahasa ilmu pengetahuan kala itu ia kuasai dengan baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Suryani inilah Al-Kindi menterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Pada masa pemerintahan al-Mu’tashim yang menggantikan al-Makmun pada tahun 218 H (833 M) nama al-Kindi semakin menanjak karena pada waktu itu al-Kindi dipercaya pihak istana menjadi guru pribadi pendidik putranya yaitu Ahmad bin Mu’tashim. Pada masa inilah al-Kindi mempunyai kesempatan untuk menulis karya-karyanya, setelah pada masa al-Ma’mun menterjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab.

KARYA-KARYA AL-KINDI
Karya yang telah dihasilkan oleh al-Kindi kebanyakan hanya berupa makalah-makalah. Ibnu Nadim, dalam kitabnya Al-Fihrits, menyebutkan lebih dari 230 buah.[1] George N. atiyeh menyebutkan judul-judul makalah dan kitab-kitab karangan al-Kindi sebanyak 270 buah.[2]

Dalam bidang Filsafat, karangan al-Kindi pernah diterbitkan oleh Prof. Abu Ridah (1950) dengan judul Rosailal-Kindi al-Falasifah (Makalah-makalah filsafat al-Kindi) yang berisi 29 makalah. Prof. Ahmad Fuad Al-Ahwani pernah menerbitkan makalah al-Kindi tentang filsafat pertamanya dengan judul Kita al-Kindi ila al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (Surat al-Kindi kepada Mu’tashim Billah tentang filsafat pertama).

Karangan-karang al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan ketelitian dan kecermatannya dalam memberikan batsasan-batasan makna istilah-istilah yang digunakan dalam terminologi ilmu filsafat. Ilmu-ilmu filsafat yang ia bahas mencakup epistemologi, metafisika, etika dan sebagainya. Sebagaimana halnya para penganut Phytagoras, al-Kindi juga mengatakan bahwa dengan matematika orang tidak bisa berfilsafat dengan baik.

Kalau dilihat dari karangannya al-Kindi adalah penganut aliran eklektisisme.[3] Dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat-pendapat Aristoteles, dalam Psikologi ia mengambil pendapat Plato, dalam bidang etika ia mengambil pendapat-pendapat Socrates dan Plato. Namun kepribadian al-Kindi sebagai filosuf Muslim tetap bertahan. Misalnya dalam membicarakan tentang kejadian alam al-Kidi tidak sependapat dengan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam itu abadi, ia tetap berpegang pada keyakinannya bahwa alam adalah ciptaan Allah, diciptakan dari tiada dan akan berakhir menjadi tiada pula.

Sebagai seorang filosuf yang mempelopori mempertemukan agama dengan filsafat Yunani, al-Kindi menghadapi banyak tantangan para ahli agama. Ia dianggap telah meremehkan bahkan membodoh-bodohi ulama’ yang tidak mengetahui filsafat Yunani. Fitnah-fitnah yang ditujukan kepadanya semakin deras dan keras, terutama pada masa pemirantahan Mutawakkil. Al-Kindi mengatakan bahwa filsafat adalah semulia-mulianya ilmu dan yang tertinggi martabatnya, dan filsafat menjadi kewajiban setiap ahli pikir (ulul albab) untuk memiliki filsafat itu.

Pernyataan ini terutama tertuju kepada ahli-ahli agama yang mengingkari filsafat dengan dalih sebagai ilmu syirik, jalan menuju kekafiran dan keluar dari agama. Menurut al-Kindi, berfilsafat tidaklah berakibat mengaburkan dan mengorbankan keyakinan agama. Filsafat sejalan dan dapat mengabdi kepada agama.

DEFINISI FILSAFAT
Al-Kindi menyajikan banyak definisi filsafat tanpa menyatakan bahwa definisi mana yang menjadi miliknya. yang disajikan adalah definisi-definisi terdahulu, itupun tanpa mengaskan dari siapa definisi tersebut ia peroleh. Mungkin hal ini dimaksudkan bahwa pengertian sebenarnya tercakup dalam semua definisi yang ada, tidak hanya pada salah satunya. Menurut al-Kindi untuk memperoleh pengertian lengkap tentang apa filsafat itu harus memperhatikan semua unsur yang terdapat dalam semua definisi tentang filsafat. Definisi-definisi al-Kindi sebagai berikut :

1. Filsafat terdiri dari gabungan dua kata, Philo, Sahabat dan Sophia, Kebijaksanaan. Filsafat adalah cinta terhadap kebijaksanaan. Definisi ini berdasar atas etimologo Yunani dari kata-kata itu.

2. Filsafat adalah upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Definisi ini merupakan definisi fungsional, yaitu meninjau filsafat dari segi tingkah laku manusia.

3. Filsafat adalah latihan untuk mati. Yang dimaksud dengan mati adalah bercerainya jiwa dan badan. Atau mematikan hawa nafsu adalah mencapai keutamaan. Oleh karenanya, banyak orang bijak terdahulu yang menyatakan bahwa kenikmatan adalah kejahatan. Definisi juga merupakan definisi fungsional, yang bertitik tolak pada segi tingkah laku manusia pula.

4. Filsafat adalah pengetahuan dari segala pengetahuan dan kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak dari segi kausa.

5. Filsafat adalah pengetahuan manusia tentang dirinya. Definisi ini menitik beratkan pada fungsi filsafat sebagai upaya manusia untuk mengenal dirinya sendiri. Para filosuf berpendapat bahwa manusia adalah badan, jiwa dan aksedensial manusia yang mengetahui dirinya demikian itu berarti mengetahui segala sesuatu. Dari sinilah para filosuf menamakan manusia sebagai mikrokosomos.

6. Filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh (umum), baik esensinya maupun kausa-kausanya. Definisi ini menitikberatkan dari sudut pandang materinya.

Dari bebrapa definisi yang amat beragam di atas, tampaknya al-Kindi menjatuhkan pada definisi terakhir dengan menambahkan suatu cita filsafat, yaitu sebagai upaya mengamalkan nilai keutamaan. Menurut al-Kindi, filosuf adalah orang yang berupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil. Dengan demikian, filsafat yang sebenarnya bukan hanya pengetahuan tentang kebenaran, tetapi disamping itu juga merupakan aktualisasi atau pengamalan dari kebenaran itu. Filosuf sejati adalah yang mampu memperoleh kebijaksanaan dan mengaktualisasikan atau mengamalkan kebijaksanaan itu. Hal yang disebut terakhir menunjukkan bahwa konsep al-Kindi tentang filsafat merupakan perpaduan antara konsep Socrates dan aliran Stoa. Tujuan terakhir adalah dalam hubungannya dengan moralita.

Al-Kindi menegaskan juga bahwa filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang  berupaya mengetahui kebenaran yang pertama, kausa daripada semua kebenaran, yaitu filsafat pertama. Filosuf yang sempurna dan sejati adalah yang memiliki pengetahuan tentang yang paling utama ini. Pengetahuan tentang kausa (‘illat) lebih utama dari pengetahuan tentang akibat (ma’lul, effact). Orang akan mengetahui tentang realitas secara sempurna jijka mengetahui pula yang menjadi kausanya.

2 komentar:

Silahkan masukan komentar Anda