Laman

Selasa, 19 April 2011

TEORI MOTIVASI

Cukup banyak teori motivasi yang dikemukan oleh para ahli. Hal ini dapat dimengerti karena motivasi kerja memang merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi. Beberapa teori terkadang digunakan untuk menjelaskan motivasi dan kepuasan. 
 
Menurut W. Jack Duncan (Indrawijaya, 2005:74), teori-teori tersebut dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori utama, yaitu: kelompok yang tergolong Teori Motivasi Instrumental (instrumental theories of motivation) dan kelompok yang tergolong Teori Motivasi Kebutuhan (content theories of motivation). 
 
Teori Motivasi Instrumental disebut juga dengan teori proses (process theory). 
Teori motivasi yang termasuk pada kelompok teori isi (content theory) membahas tentang sesuatu yang mendorong (motivator) manusia melakukan suatu kegiatan. merupakan konsep yang bersifat memberikan penjelasan tentang kebutuhan dan keinginan seseorang serta menunjukkan arah tindakannya. Sedangkan teori motivasi yang termasuk pada kelompok teori proses (process theory) berfokus pada cara dan langkah yang ditempuh untuk mendorong manusia agar berbuat sesuatu.

Beberapa teori yang tergolong Teori Motivasi Instrumental (instrumental theories of motivation) adalah:


1. Teori Dorongan – Penguatan (Drive – Reinforcement Theory). 
Teori Dorongan–Penguatan (Drive–Reinforcement Theory) didasarkan atas hukum pengaruh (the law of effect) yang dikemukakan Throndike pada tahun 1911. Tingkah laku dengan konsekuensi positif cenderung untuk diulang, sementara tingkah laku dengan konsekuensi negatif cenderung untuk tidak diulang. Penelitian terhadap pengubahan perilaku menyarankan bahwa penguatan perilaku dengan ganjaran biasanya lebih lebih efektif dari penguatan dengan hukuman. Menurut Teori Dorongan–Penguatan, kebiasaan akan diperkuat bila: (1) Penguatan terjadi secepatnya setelah tanggapan-tanggapannya dilakukan, (2) Pengalaman penguatan diulang-ulang dalam banyak kali, dan (3) Kapasitas penguatan (ganjaran atau hukuman) adalah besar (Wexley dan Yukl, 2005:104).

2. Teori X dan Teori Y. 
Teori X dan Teori Y dikenalkan oleh Mc.Gregor, seorang guru besar Manajemen pada Lembaga Teknik Massachusetts (Massachusetts Intitute of Technology). Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa manusia secara jelas dan tegas dapat dibedakan atas manusia penganut teori X (Teori Tradisional) dan manusia penganut teori Y (Teori Demokrasik). 

Douglas mengemukakan bahwa Managers in the Theory X category believe that people are naturally lazy, irresponsible, and uncoorporative, and therefore must be threatened, punished or heavily rewarded to be productive. In contrast Managers in the Theory Y category that people are naturally energic, responsible, and growth-oriented, and are self motivated and are interested in being productive (Griffin dan Ebert, 1993:216).

3. Teori Harapan (Expectancy Theory). 
Teori harapan pada awalnya dikemukakan oleh Victor H. Vroom dan berikutnya dikembangkan oleh beberapa ahli-ahli lain dalam versi yang berbeda. Menurut teori harapan perilaku seseorang mencerminkan pilihan sadar yang didasarkan atas evaluasi atau perbandingan yang berbeda-beda (Wexley dan Yukl: 2005:108). 

Teori Harapan ini didasarkan atas: 

a). Harapan (Expectancy), adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku. Harapan akan berkisar antara nilai negatif (sangat tidak diinginkan sampai dengan nilai positif (sangat diinginkan). Harapan negatif menunjukkan tidak ada kemungkinan sesuatu hasil akan muncul sebagai akibat dari tindakan tertentu, bahkan hasilnya bisa lebih buruk. Sedangkan harapan positif menunjukkan kepastian bahwa hasil tertentu akan muncul sebagai konsekuensi dari suatu tindakan atau perilaku; 

b). Nilai (Valence), adalah kekuatan relatif dari keinginan dan kebutuhan seseorang. Suatu intensitas kebutuhan untuk mencapai hasil, berkenaan dengan preferensi hasil yang dapat dilihat oleh setiap individu. Bagi seorang individu, perilaku tertentu mempunyai nilai tertentu. Suatu hasil mempunyai valensi positif apabila dipilih, tetapi sebaliknya mempunyai valensi negatif jika tidak dipilih. 

c). Pertautan (Instrumentality), yaitu besarnya kemungkinan bila bekerja secara efektif, apakah akan terpenuhi keinginan dan kebutuhan tertentu yang diharapkannya. Indeks yang merupakan tolok ukur berapa besarnya perusahaan akan memberikan penghargaan atas hasil usahanya untuk pemuasan kebutuhannya.


4. Teori Tujuan (Goal Setting Theory). 
Teori tujuan menjelaskan perilaku dari segi pengaruh tujuan-tujuan sadar manusia. Teori ini, seperti yang dirumuskan Locke adalah suatu penjabaran dari konsep “Tingkatan Aspirasi” Lewin dan “Proposisi” Ryan. Premis dasar Locke menyebutkan bahwa perilaku seseorang diatur menurut tujuan-tujuan serta maksud-maksud tujuan individunya. Kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai (Wexley dan Yukl, 2005:113). 
 
Manusia akan cenderung untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat. Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keenganannya untuk berupaya.

Beberapa teori yang tergolong Teori Motivasi Isi (content theories of motivation) adalah:

1. Teori Tiga Motif Sosial (Trichotomy of Needs Theory). 
Teori Tiga Motif Sosial (Trichotomy of Needs Theory) biasa pula disebut dengan Teori Motivasi Prestasi (Mc Clelland’s Achievement Motivation Theory). Teori ini berangkat dari asumsi David Mc. Clelland bahwa semua kebutuhan adalah karena dipelajari, sehingga kepribadian juga akan berubah jika seseorang belajar. Setiap karyawan dianggap mempunyai cadangan energi potensial. 
 
Bagaimana energi ini dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekauatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. (Mangkunegara, 2005:97). Prof. Dr. David C. McClelland adalah seorang ahli psikologi Amerika dari Universitas Harvard, ia mengemukakan bahwa produktivitas seseorang sangat ditentukan kondisi jiwa yang mendorong seseorang untuk mampu mencapai prestasinya secara maksimal. 
 
Kondisi jiwa yang dimaksud terdiri dari 3 dorongan kebutuhan, yaitu: 
 
a). Motif untuk Berprestasi (Achievement Motive). Motif berprestasi bercemin pada orientasinya kepada tujuan dan pengabdian demi tercapainya tujuan dengan sebaik-baiknya. Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi sangat menyukai pekerjaan yang menantang kemampuannya dalam memecahkan persoalan; 
 
b) Motif untuk Bersahabat (Affiliation Motive). Motif untuk bersahabat tercemin pada keinginannya memelihara dan mengembangkan hubungan dan suasana kebatinan dan perasan yang saling menyenangkan antar sesama manusia, baik di lingkungan keluarga, masyarakat maupun organisasi; 
 
c). Motif untuk Berkuasa (Power Motive). Dalam motivasi berkuasa, seseorang merasa mendapat dorongan apabila ia dapat mengawasi dan mempengaruhi tindakan orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Motif berkuasa tidaklah diartikan sama dengan keinginan untuk menjadi penguasa yang totaliter atau kepemimpinan yang otokratis.

2. Teori Motivasi Dua Faktor. 
Teori Motivasi Dua Faktor dikemukakan oleh Hezberg. Menurut teori ini motivasi yang dapat merangsang usaha adalah peluang untuk melaksanakan tugas yang lebih membutuhkan keahlian dan peluang untuk mengembangkan kemampuan. 
 
Lebih lanjut Herzberg (dalam Hasibuan, 2007:108) menyatakan ada tiga hal panting yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan yaitu: 
 
a). Hal-hal yang mendorong pegawai adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup perasaan untuk berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya itu; 
 
b). Hal-hal yang mengecewakan pegawai adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan pekerjaan, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-lainnya; 
 
c). Pegawai kecewa, jika peluang untuk berprestasi terbatas. Mereka akan menjadi sensitif pada lingkungannya serta mulai mencari-cari kesalahan. Herzberg menyatakan bahwa orang dalam melaksanakan pekerjaannya dipengaruhi oleh dua faktor yang merupakan kebutuhan, yaitu: a) Maintenance Factors. Adalah faktor-faktor pemeliharaan yang berhubungan dengan hakikat manusia yang ingin memperoleh ketenteraman badaniah. Kebutuhan kesehatan ini merupakan kebutuhan yang berlangsung terus-menerus, karena kebutuhan ini akan kembali pada titik nol setelah dipenuhi; b). Motivation Factors. Motivation factors adalah faktor motivator yang berhubungan dengan penghargaan terhadap pribadi yang secara langsung berkaitan dengan pekerjaan dan merupakan kebutuhan psikologis seseorang yaitu perasaan sempurna dalam melakukan pekerjaan.

3. Teori Hirarki Kebutuhan. 
Teori ini merupakan kelanjutan dari Human Science Theory yang menyatakan bahwa kebutuhan dan kepuasan seseorang itu jamak. Teori yang dikemukakan Abraham H. Maslow ini didasarkan atas anggapan bahwa: 
a). Manusia adalah makhluk sosial yang berkeinginan; ia selalu menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus, baru berhenti jika akhir hayatnya tiba; 
b). Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivasi bagi pelakunya; hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang mennjadi alat motivasi (Hasibuan, 2007:104). 
 
Lebih lanjut Maslow mengklasifiksikan kebutuhan manusia tersebut ke dalam lima tingkatan dasar, yaitu: a). Physiological Needs. Kebutuhan fisiologis yaitu kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang, seperti makan, minum, udara, perumahan dan lain-lainnya. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan ini merangsang seseorang berperilaku dan bekerja giat. Walaupun kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan utama, namun merupakan tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah; b). Safety and Security Needs. Keamanan dan keselamatan adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan. Dalam lingkungan kerja, kebutuhan ini mengarah kepada dua bentuk, yaitu kebutuhan akan keamanan dan keselamatan jiwa di tempat pekerjaan pada saat bekerja dan kebutuhan akan keamanan harta di tempat pekerjaan pada waktu jam kerja; c). Affiliation or Acceptance Needs. Kebutuhan sosial, teman, dicintai dan mencintai serta diterima dalam pergaulan kelompok pegawai dan lingkungannya. Manusia pada dasarnya selalu ingin hidup berkelompok dan tidak seorang pun manusia ingin hidup menyendiri di tempat terpencil. Interaksi manusia dalam lingkungan kerja merupakan bentuk pencerminan akan kebutuhannya. d). Esteem or Status Needs. Kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari pegawai dan masyarakat lingkungannya. Idealnya prestise timbul karena adanya prestasi, tetapi tidak selamanya demikian. Akan tetapi perlu diperhatikan oleh pimpinan bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam masyarakat atau posisi seseorang dalam suatu perusahaan maka semakin tinggi pula prestasinya. Prestise dan status dimanifestasikan oleh banyak hal yang digunakan sebagai simbol status; e). Self Actualization. Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. Kebutuhan ini merupakan realisasi lengkap potensi seseorang secara penuh dan biasanya tidak didasari oleh harapan akan imbalan finansial.

1 komentar:

  1. pak bisa cantumin ga dari buku apa? soalnya saya ntuk membuat kalau bisa kirim keemail saya rita_yang86@yahoo.com terima kasih pak

    BalasHapus

Silahkan masukan komentar Anda