A.
PENGERTIAN BUDAYA
Setiap orang
memiliki kepribadian yang unik. Kepribadian yang dimiliki seseorang akan
mempengaruhi cara kita berperilaku dan berinteraksi dengan yang lain. Ketika
kita menggambarkan seseorang itu merupakan orang yang hangat, bersahabat,
terbuka, menyenangkan, atau bahkan mungkin konserfatif, maka sebenarnya kita
telah menggambarkan perilaku seseorang. Organisasi juga memiliki kepribadian,
yang selanjutnya akan kita sebut sebagai budaya
Graves 1986, mengadopsi tiga (3) sudut
pandang berkaitan dengan budaya, sebagai berikut : (1). Budaya merupakan produk
konteks pasar di tempat organisasi beroperasi, peraturan yang menekan, dsb. (2).
Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi, misalnya
organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi yang
terdesentralisasi. (3). Budaya merupakan produk sikap orang orang dalam
pekerjaan mereka, hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu
dengan organisasi.Banyak definisi tentang budaya, namun
dalam makalah ini hanya mengadopsi 3 (tiga) dari berbagai ragam sudut pandang
yang ada, diantaranya definisi budaya yang dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha
dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan pendapat Edward Burnett dan Vijay
Sathe, sebagai berikut :
- Edward Burnett; mendefinisikan “Culture or civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by men as a member of society”. Bahwa budaya memiliki makna teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adapt istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh sebagai anggota masyarakat.
- Vijay Sathe; mendefinisikan ’Culture is the set of important assumption (opten unstated) that members of a community share in common”. Bahwa Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat.
- Edgar H. Schein mendefinisikan budaya sebagai pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik.
Oleh karena itu budaya
perlu diajarkan dan diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang
tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalah-masalah
tersebut.
Definisi tentang budaya tersebut kemudian berdampak terhadap
berbagai hal. Pertama, budaya adalah suatu persepsi. Orang-orang
mempersepsikan budaya organisasi mendasarkan apa yang mereka lihat dan rasakan
ketika orang-orang tersebut berada dalam organisasi. Kedua, orang-orang
dari budaya yang berbeda dan dari level pekerjaan yang berbeda, akan
mendefinisikan budaya organisasi sesuai dengan terminologi mereka, yang
kemudian akan saling dipertukarkan untuk menjadi budaya dalam organisasi. Ketiga,
budaya organisasi adalah suatu gambaran tentang bagaimana para anggota
mempersepsikan organisasi menurut mereka, bukan hanya berkaitan dengan hasil
evaluasi.
B.
PENGERTIAN ORGANISASI
Istilah
organisasi berasal dari kata “organon”, dalam bahasa Yunani yang berarti
alat. Organisasi adalah suatu kelompok
orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama. adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk
tujuan bersama. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah
dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana,
terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material,
mesin,
metode,
lingkungan),
sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut para ahli, terdapat beberapa
pengertian organisasi sebagai berikut : (1). Stoner; mengatakan bahwa
organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di
bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama; (2). James
D. Mooney; mengemukakan bahwa organisasi
adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama; (3). Chester
I. Bernard; berpendapat bahwa organisasi adalah
merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih; (4). Stephen
P. Robbins; menyatakan bahwa Organisasi adalah
kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan
sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang
relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok
tujuan.
Pengertian organisasi di atas pada
dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip, sehingga dapat disimpulkan bahwa
organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam
rangka mencapai tujuan bersama, dengan mendayagunakan sumber daya yang
dimiliki.
Menurut
J.L. Gibson, Dkk dalam bukunya Organizations Behavior, Structure, Processes bahwa
“An Organization is a coordinated unit consisting of at least two people who
function to achieve a common goals”. Organisasi
adalah suatu unit kerjasama sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang menjalankan
fungsi untuk mencapai tujuan. Lebih jauh pengertian organisasi dalam buku ini
melihat lebih dalam tentang organisasi itu sendiri tentang bagaimana orang-rang
melakukan tugas, proses dan struktur membantu mengamati untuk mencapai tujuan.
C. KONSEP BUDAYA
ORGANISASI
Budaya
organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan tiga tingkatan, yaitu: (i).
Tingkatan asumsi dasar (basic assumption), (ii). Tingkatan nilai (value),
dan (iii). Tingkatan artifact. Basic assumption; merupakan
hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam,
tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri, dan hal ini, asumsi
dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa
dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Value; hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku, untuk
itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau
dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan Artifact; sesuatu yang
bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk teknologi, seni,
atau sesuatu yang bisa didengar (Schein, 1991: 14)
Budaya
organisasi itu merupakan bentuk keyakinan, nilai, cara yang bisa dipelajari
untuk mengatasi dan hidup dalam organisasi, budaya organisasi itu cenderung
untuk diwujudkan oleh anggota organisasi (Brown, 1998: 34). Robbins, (2003:
525) menjelaskan budaya organisasi merupakan suatu system nilai yang dipegang
dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut
bisa membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. System nilai
tersebut dibangun oleh 7 karakteristik sebagai sari (essence) dari
budaya organisasi, 7 karakteristik tersebut adalah:
- Inovasi dan pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan dimana para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko.
- Perhatian yang rinci (Attention to detail). Suatu tingkatan dimana para karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision), analisis dan perhatian kepada rincian.
- Orientasi hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.
- Orientasi pada manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang anggota organisasi itu.
- Orientasi tim (Team orientation). Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja diorganisir di sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.
- Keagresifan (Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang-orang (anggota organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.
- Stabilitas (Stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
Untuk itu perlu ada indikator
sebagai suatu alat analisis. Cameron 1999, menyampaikan dua dimensi utama budaya
organisasi, yaitu : (i). Flexibility
and Discreation (People)
dan Stability and Contol (Process); dan (ii). External focus and Differentiation (Strategyc) dan Internal Focus and Integration (operational). Pertama, dimensi ini memandang bahwa organisasi dikatakan efektif
bila mampu untuk melakukan perubahan dan dapat beradaptasi serta bersifat
organik. Disisi lain organisasi dipandang efektif jika mereka stabil dapat
diramalkan dan mekanistik. Kedua,
dimensi ini dipandang efektif bila memiliki karakteristik keharmonisan
internal. Disisi lain organisasi dipandang efektif jika mereka fokus
berinteraksi dan berkompetisi dengan pihak luar dari batasan organisasinya.
Dua dimensi budaya organisasi tersebut di atas, membentuk 4 kuadran budaya organisasi, yaitu :
- The Hierarcy Culture; jenis organisasi ini merupakan garis wewenang (authority), pengambilan keputusan jelas, peraturan dan prosedur standar, pengendalian dan mekanisme akuntabilitas di nilai dan dihargai sebagai kunci untuk sukses.
- The Market Culture, jenis organisasi ini diorientasikan menuju lingkungan eksternal daripada internal. Fokusnya pada transasksi dengan konstituante ekternal mencakup pemasok, pelanggan, kontraktor, pemegang lisensi.
- The Clan Culture; jenis organisasi ini mirip dengan keluarga besar. Nilai dan tujuan yang dibagi, kesatupaduan, kepribadian, partisipatif, dan rasa kebersamaan yang diserap. Karakteristikny adalah kerja tim, program keterlibatan pegawai, dan komitmen institusi pada pegawai.
- The Adhocracy Culture, Asumsi jenis organisasi ini memandang bahwa inovatif dan memelopori inisiatif adalah membawa sukses organisasi ini, terutama dalam mengembangkan produk atau program baru dan jasa baru.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas,
bahwa secara keseluruhan ada jenis budaya tertentu yang mungkin cenderung
paling ditekankan dalam organisasi
sesuai dengan yang dirasakan oleh
para naggota organisasi pada saat itu ataupun sesuai dengan tuntutan kebutuhan
institusi pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, dalam menentukan jenis
budaya akan terkait juga dengan identifikasi pada jenis atribut budaya.
D. PENGEMBANGAN
ORGANISASI
Tuntutan kebutuhan perubahan hendaknya tidak dipandang
sebagai tekanan yang menimbulkan ketegangan ataupun gejolak yang membahayakan.
Jika organisasi ingin tetap hidup maka organisasi harus tetap berinteraksi
terhadap perubahan situasi. Atas dasar
tersebut, maka setiap organisasi akan melakukan pilihan perubahan baik
dalam perspektif sistem, orang, organisasi maupun budaya hendaknya mengacu pada
model perubahan yang direncanakan (Cummings, 2005). Model Umum perubahan
tersebut dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut :
(1). Kerangka
Perubahan Bersaing; Tahap ini biasanya mencakup langkah berikut
- Klarifikasi persoalan perubahan organisasional yang penting dan perlu untuk diselesaikan seperti persoalan dari pespektif sistem, ornag, organisasi atau budaya
- Tentukan perspektif relevan untuk fokus implentasi perubahan
- Pilih praktisi atau konsultan atau pegawai yang berpengalaman kompeten dan berminat menyelesaikan persoalan atas perspektif yang dipilih
- Selanjutnya raih konsensus guna melemparkan program perubahan baru
(2). Mendiagnosis; Kegaiatan
diagnosis yang dilakukan dalam hal ini adalah mendiagnosis budaya dan
memfasilitasi/merangsang perubahannya. Dari diagnosis itu kemudian diperoleh
peragaan Profil Budaya Organisasi
(3). Interpretasikan dan Implentasikan perubahan
Berdasarkan Profil Budaya Organisasi yang diperoleh adari
diagnosis budaya, berbagai interprestasi dapat dilakukan setidaknya dalam menterjemahkan,
menganalisa dan menentukan jenis budaya yang dominan kekuatan budaya
dankeserasian budaya dengan mengacu pada hasil interprestasi tersebut kita
dapat menentukan berbagai implenatasi kunci agar fokus dalam
mengimplementasiakan perubahan budaya yang relevan
(4). Evaluasi dan
melembagakan perubahan.
Instrument
diagnostik budaya organisasi yang digunakan adalah Organization Culture
Assesment Instrument (OCAI). OCIA
adalah instrument untuk menggambarkan Profil Budaya Organisasi yang pernah
dikembangkan oleh riset yang dilakukan Fortune 500 sebagai
organisasi/perusahaan kelas dunia. Dalam riset diagnosis organisasi instrumen OCAI ini dirancang dalam bentuk
kuisener untuk
diagnosis dan identifikasi jenis
budaya organisasi yang mencakup Clan Culture (budaya kelompok), Adhocracy
Culture (budaya adhokrasi) Market Culture (budaya Pasar) dan Hierarchy
Culture (budaya hirarki). Sedangkan atribut budaya organisasi mencakup Dominant
Organizatonal Characteristic, Organizational Leadership, Management Of
Employees, Organizational Glue, Strategic Emphasis, dan Criteria of Success.
Jenis skala pengukuran yang
digunakan dalam instrumen tersebut dikategorikan sebagai skala ordinal karena
jarak antara data tidak harus memiliki interval yang relative sama. Pada
dasarnya penggunaan instrumen yang baik harus valid dan reliabel. Instrumen
harus mempunyai validitas internal dan eksternal. Instrumen yang mempunyai
validitas internal (sering disebut rasional) sedangkan intrumen yang mempunyai
validitas ekternal (sering disebut empiris).
Menurut Nurgiyanto dkk,(2002), analisis rasional (internal)
dalam uji validitas jauh lebih penting daripada analisis empiris. Setiap
instrumen penelitian haruslah memenuhi persyaratan validitas rasional/internal
tetapi tidak ada keharusan untuk memenuhi validitas empiris/eksternal.
Berdasarkan pemikiran tersebut diatas maka sedikitnya ada dua instrumen
pengujian didalam proses pengunpulan data yakin bahwa hasil pengukurannya valid
dan dapat diandalkan. Instrumen yang dimaksud adalah Uji validitas dengan Kendalls
coefficient or concordance dan uji reliabilitas dengan menggunakan cronbach
alpha coefficents.
E. PENGEMBANGAN
BUDAYA ORGANISASI
Salah satu tantangan akibat
globalisasi adalah dalam pengelolaan organisasi. Kemampuan organisasi dalam
menyesuaikan diri dalam perkembangan dan perubahan yang terjadi menjadi salah
satu kunci menjaga kelangsungan organisasi. Menurut Kanter organisasi masa
depan akan lebih banyak memfokuskan dirinya pada kebijakan sumber daya manusia
yang baru (Hesselbein, 1997). Pengelolaan sumber daya manusia yang handal akan
menjadi salah satu kunci pokok pencapaian tujuan organisasi di masa depan. Susanto
(dalam Usmany, 1997) budaya organisasi seperti pengikat yang mengarahkan mata
ujung tombak itu kearah yang sama. Budaya organisasi akan mendukung unggulnya
kinerja organisasi keunggulan kompetitif organisasi (Moeljono, 2003). Untuk itu
pengembangan budaya selaras Schein (2004) mendefinisikan budaya sebagai suatu
pola asumsi dasar yang dimiliki bersama oleh kelompok ketika memecahkan masalah
penyesuaian eksternal dan integrasi internal. Pola yang berhasil dan dianggap
sah cenderung akan diajarkan kepada anggota baru sebagai cara yang tepat untuk
menerima, berpikir dan merasa
berhubungan dengan masalah tersebut. Mondy (dalam Moeljono,
2003) memperjelas definisi budaya organisasi sebagai sistem nilai-nilai,
keyakinan, dan kebiasaan bersama dalam oganisasi yang berinteraksi dengan struktur
formal untuk menghasilkan norma perilaku organisasi menjadi salah satu jawaban
organisasi dalam menjawab setiap tantangan yang ada.
Budaya organisasi merupakan filosofi
dasar yang memberikan arahan kebijakan organisasi dalam pengelolaan pegawai dan
pelanggan (Robbins,1990). Lebih lanjut, Robbins (2003) menyatakan bahwa budaya
organisasi merupakan sebuah sistem pemaknaan bersama anggotanya yang sekaligus
menjadi pembeda dengan organisasi lain. Sistem pemaknaan bersama merupakan
separangkat kunci dari nilai-nilai organisasi. Robbins (2003) juga memberikan
tujuh karakteristik budaya organisasi: (1) Inovasi dan keberanian mengambil
resiko (Inovation and Risk Taking); (2) Perhatian terhadap detail (Attention to
detail); (3) berorientasi kepada hasil (Outcome orientation); (4) Berorientasi
kepada manusia (People orientation); (5) Berorientasi tim (Team Orientation);
(6) Agresif (Aggressiveness); (7) Stabil (Stability).
Berdasarkan berbagai asumsi
tersebut, hal yang paling penting dalam memaknai budaya organisasi adalah
adanya suatu sistem nilai-nilai yang dirasakan maknanya oleh seluruh orang
dalam organisasi tersebut. Menurut Moeljono (2003) budaya organisasi ini mempunyai
fungsi sebagai perekat sosial dalam mempersatukan anggota-anggota dalam
mencapai tujuan organisasi berupa ketentuan-ketentuanatau nilai-nilai yang
harus dikatakan dan dilakukan oleh para anggota organisasi. Hal tersebut dapat
berfungsi pula sebagai kontrol atas perilaku karyawan.
Selain itu Robbins (2003) menyatakan
bahwa budaya organisasi mempunyai beberapa fungsi. Pertama, budaya mempunyai
suatu peran pembeda. Hal itu berarti bahwa budaya organisasi menjadi pembeda
yang jelas antara satu organisasi dengan yang lain. Kedua, budaya organisasi
membawa suatu identitas bagi anggota-anggota organisasi. Ketiga budaya
organisasi mempermudah timbul pertumbuhan komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan individual. Keempat, budaya organisasi meningkatkan
kemantapan sistem sosial. Budaya organisasi tersebut tidak terbentuk begitu saja.
Atmosoeprapto (dalam Moeljono)
menyatakan ada beberapa hal yang menentukan budaya organisasi, anatara lain:
(a) Lingkungan usaha, lingkungan di tempat perusahaan beroperasi akan
menentukan apa yang harus dikerjakan oleh perusahaan tersebut untuk mencapai
keberhasilan; (b) Nilai-nilai yang merupakan
konsep dasar dan keyakinan suatu organisasi; (c) panutan
atau keteladanan, orang-orang yang menjadi panutan atau keteladanan karyawan
lainnya karena keberhasilannya; (d) upacara-upacara (ritual), acara-acara rutin
yang dilakukan oleh organisasi dalam rangka memberikan penghargaan atas
anggotanya; (e) Network, jaringan komunikasi informal dalam organisasi yang
dapat menjadi sarana penyebaran nilai-nilai budaya organisasi.
Dalam pengembangan budaya organisasi
kita tidak bisa lepas dari pengembangan sumber daya manusia. Karena dalam
pengembangan budaya organisasi yang menjadi objek dan subyek dari budaya adalah
manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini haruslah mengarah pada
pengembangan budaya organisasi. Pengembangan sumber daya manusia ini tidak lain
untuk mencapai budaya organisasi yang kuat. Budaya organisasi yang kuat ini
akan memberi dampak yang positif bagi organisasi tersebut.
Dari hasil penelitian Havard
Bussiness School (Kotter dan Heskett, 1992; dalam Moeljono, 2003) menunjukan
ada empat kesimpulan sebagai berikut:
(1). Budaya organisasi dapat
mempunyai dampak signiftikan pada prestasi kerja ekonomi dalam jangka panjang;
(2). Budaya organisasi bahkan merupakan faktor
yang lebih penting dalam menentukan sukses atau kegagalan perusahaan dalam
dekade mendatang;
(3). Budaya organisasi yang menghambat prestasi
keuangan yang kokoh dalam jangka panjang adalah tidak jarang; dan budaya itu
berkembang dengan mudah, bahkan dalam perusahaan yang penuh dengan orang yang
bijaksana dan pandai;
(4). Walaupun sulit diubah, budaya korporat dapat
dibuat untuk lebih meningkatkan prestasi.
F. KESIMPULAN
Untuk merespon tantangan perkembangan
dan perubahan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat, maka kemampuan
organisasi dalam pengelolaan SDM yang handal menjadi kunci untuk menjaga
kelangsungan organisasi. Budaya organisasi merupakan perekat, pemecahan
masalah, sistem nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan bersama dalam oganisasi
yang berinteraksi dengan struktur formal untuk menghasilkan norma perilaku organisasi.
Budaya organisasi memberikan dampak signiftikan terhadap prestasi kerja, penentu
sukses atau kegagalan organisasi, berkembang dengan mudah, bijaksana serta
merubah budaya korporat kearah peningkatan prestasi.
REFERENSI
- Chattab, Nevizond (2007), Diagnosis Management : Upaya Peningkatan Keunggulan Organisasi, Penerbit Serambi, Jakarta
- Cummings, G. Thomas and Worley, G. Cristhopher (2005), Organizational Development And Change. Thompson South Western. Internastional Student edition. Uhio USA
- Frost, P.J, et.al (1985) Organizational Culture. Sage Publication, Inc, London
- Gibson & Ivanicevich & Donnely. (1996), Organisasi : Prilaku, struktur, Proses. Penerjemah Adiarni, N. Binarupa Aksara, Jakarta
- Hofstede, G. (1983), The Culture Relativity of Organizational Practice and Theories.