Laman

Kamis, 29 Mei 2014

FIVE MINDS FOR THE FUTURE


Lima Pemikiran  untuk Masa Depan    
Terdapat lima pikiran untuk masa depan sebagaimana ditulis oleh Gardner adalah:
1.    Pikiran Disiplin;
2.    Pikiran sintesa;
3.    Pikiran Menciptakan;
4.    Pikiran Hormat, dan
5.    Pikiran Etis.
Gardner merasa bahwa lima pikiran tersebut sangat penting di masa depan. Pendidikan adalah kunci untuk mengembangkan lima pikiran untuk masa depan, dan sementara orang tua, teman sebaya dan media juga memainkan peran penting dalam mempengaruhi dan mengembangkan pikiran di masa depan. Selain itu, penting untuk dicatat bahwa dalam dunia yang semakin cepat berubah, tidak ada individu atau organisasi yang santai dalam mengasah intelektualnya. Masa depan adalah milik mereka yang telah membuat komitmen seumur hidup untuk terus belajar. Gardner percaya bahwa di tempat kerja kita harus mencari orang yang memiliki disiplin, sintesis, menciptakan, pikiran hormat dan etika, tetapi semua harus terus terus-menerus dikembangkan oleh diri kita sendiri dalam kehidupan bermasyarakat.
Lima pola pikir ini sejatinya digagas oleh Howard Gardner melalui salah satu bukunya yang memikat bertajuk Five Minds for the Future. Gardner sendiri merupakan pakar psikologi yang dikenal luas karena dia juga orang yang pertama kali memperkenalkan teori kecerdasan majemuk (multiple intelligences). Melalui serangkaian riset yang ekstensif, Gardner menyimpulkan adanya lima jenis pola pikir yang akan memiliki peran makin penting dalam perjalanan sejarah masa depan.
Pola pikir yang pertama adalah the disciplined mind (pikiran terdisiplin) atau suatu perilaku kognisi yang mencirikan disiplin ilmu, ketrampilan, atau profesi tertentu. Seorang praktisi yang menekuni dunia bisnis dan manajemen misalnya, setidaknya mesti menguasai ilmu dan ketrampilan yang solid dalam bidang tersebut. Demikian pula, semua profesional lainnya – entah arsitek, ahli komputer, perancang grafis – harus menguasai jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan kunci yang membuat mereka layak menjadi bagian dari profesi mereka masing-masing. Esensi dari pola pikir yang pertama ini adalah : untuk benar-benar menjadi manusia yang profesional, kita mestinya menguasai secara tuntas, komprehensif, mendalam dan terdisiplin satu bidang pengetahuan/ketrampilan tertentu.
Pola pikir yang kedua adalah : the synthesizing mind (pikiran mensintesa). Atau juga pola untuk menyerap informasi dari beragam sumber, memahami, mensintesakannya, dan lalu meraciknya menjadi satu pengetahuan baru yang powerfull. Kecakapan dalam melakukan sintesa ini tampaknya menjadi kian penting terutama ketika banjir informasi kian deras mengalir melalui beragam media : televisi, media cetak, dan dunia online. Dan sialnya, bongkahan informasi yang deras mengalir itu acap kali dipenuhi dengan informasi sampah (junk information).
Pola pikir yang ketiga adalah the creating mind (pikiran mencipta). Pikiran ini mengharuskan kita untuk senantiasa merekahkan ide-ide baru, membentangkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga, menghamparkan cara-cara berpikir baru, dan sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah yang akan membawa kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan harapan dan peluang untuk direngkuh dan dimanfaatkan. Pola pikir inilah yang akan membuat kita mampu berpikir secara lateral (out of the box) dan bukan sekedar berpikir linear mengikuti jalur konvensional yang acap hanya akan membuat kita stagnan. Dan pola pikir inilah yang akan menemani kita untuk bergerak maju, progresif, demi terciptanya sejarah hidup yang positif dan bermakna (meaningful life).
Pola pikir berikutnya adalah the respectful mind (pikiran merespek). Atau sebuah pola pikir untuk menghargai perbedaan pandangan dengan sukacita, dan bukan dengan sikap saling curiga. Sebuah pola pikir yang akan membuat kita terhindar dari anarki akibat pemaksaan kepentingan. Sebuah pola pikir yang senantiasa mengajak kita untuk merayakan keragaman pandangan dan sekaligus menghadirkan empati nan teduh bagi pendapat/pikiran orang lain – meski pendapat itu mungkin berbeda dengan yang kita hadirkan.
Pola pikir yang kelima yang juga amat dibutuhkan adalah the ethical mind (pikiran etis). Inilah pola pikir yang terus membujuk kita untuk berikhtiar membangun kemuliaan dan keluhuran dalam kehidupan personal dan profesional kita. Pikiran Etis dapat menggabungkan peran di tempat kerja dan sebagai warga negara dan bertindak secara konsisten dengan orang. Kita semua harus berkomitmen untuk mewujudkan orientasi etika dalam pekerjaan. Hal ini secara etis juga harus mencakup peran sipil dimana setiap dari kita harus memiliki komitmen untuk secara pribadi bekerja menuju terwujudnya masyarakat yang berbudi luhur yang dapat dibanggakan. Sebuah orientasi etis dimulai di rumah di mana anak-anak mengamati orang tua mereka pada pekerjaan mereka dan bermain dan dalam tanggung jawab. Dalam masyarakat kontemporer, juga menganggap penting dari usia dini, dan kualitas dari rekan-rekan seseorang membuktikan sangat penting selama masa remaja dalam pengembangan pelatihan etika. Tidak ada etika yang benar-benar universal di semua budaya dan era, namun seorang pekerja yang baik umumnya memiliki seperangkat prinsip dan nilai-nilai yang mereka dapat nyatakan secara eksplisit bahwa mereka hidup. Prinsip-prinsip ini konsisten dengan satu sama lain dan disimpan dalam pikiran terus-menerus. Mereka bersikap transparan dan tidak akan menyembunyikan apa yang mereka lakukan. Pekerja Etis juga tidak munafik, tetapi mematuhi prinsip-prinsip yang membimbing mereka bahkan ketika mereka pergi melawan kepentingan pribadi mereka. Bicara etis sering tampak untuk melawan kekuatan-kekuatan ekonomi dari kepentingan yang membentuk bagian penting dari masyarakat modern kita. Pasar bisa jadi kejam dan keras. Jonathan Sacks mengatakan bahwa "Ketika segala sesuatu yang penting dapat dibeli dan dijual, ketika komitmen dapat rusak karena mereka tidak lagi untuk keuntungan kita, saat berbelanja menjadi keselamatan dan slogan iklan menjadi panduan kita, ketika nilai kita diukur oleh berapa banyak yang kita pengaruhi, maka pasar menghancurkan nilai-nilai yang sangat luhur di mana dalam jangka panjang akan hancur. Setiap profesional harus dilatih dalam pikiran etika untuk kebaikan individu dan masyarakat secara keseluruhan
Menurut asumsi Gardner percaya bahwa untuk melakukan praktek-praktek pendidikan yang baru dibutuhkan waktu.  Ia percaya bahwa praktek saat ini tidak bekerja dan bahwa kita tidak mendidik orang muda yang mampu berteori ilmiah, toleran terhadap imigran atau terampil dalam resolusi konflik. Kedua, ia merasa bahwa kondisi di dunia telah berubah dan terus berubah begitu signifikan bahwa tujuan-tujuan tertentu, kapasitas dan praktek mungkin tidak lagi bermanfaat, tetapi sebenarnya kontraproduktif. Kita hidup pada saat perubahan besar. Sebagian besar perubahan ini memerlukan kekuatan ilmu dan teknologi dan globalisasi. Maka dari itu pendidik perlu memutuskan ciri-ciri apa yang ingin mereka kembangkan pada anak-anak sebelum mengembangkan suatu sistem pendidikan.
Menurut Gardner Globalisasi memiliki empat trend yang belum pernah terjadi sebelumnya:
1.    Pergerakan modal dan instrumen pasar lainnya di seluruh dunia, dengan jumlah     besar yang beredar dalam sekejap setiap hari.
2.    Gerakan manusia lintas batas, dengan lebih dari 100-juta imigran tersebar di seluruh dunia setiap saat.
3.    Gerakan dari semua masalah informasi melalui dunia maya, dengan megabyte informasi berbagai derajat kehandalan yang tersedia untuk siapapun dengan akses ke komputer.
4.    Gerakan budaya populer - seperti makanan, pakaian, gaya, dan musik - mudah melintasi perbatasan sehingga remaja di seluruh dunia tampak semakin serupa, bahkan sebagai selera, keyakinan dan nilai-nilai orang tua mereka juga mungkin saling bertemu.
Gardner percaya bahwa pendidikan formal saat ini masih mempersiapkan para siswa terutama untuk dunia masa lalu, bukan untuk kemungkinan dunia masa depan. Gardner mengakui pentingnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak mengajarkan cara berpikir ilmiah, apalagi bagaimana mengembangkan kapasitas individu dengan mensintesis dan kreatif, penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terus-menerus. Gardner juga mengakui faktor globalisasi, tetapi belum tahu bagaimana mempersiapkan anak-anak sehingga mereka dapat bertahan hidup dan berkembang dalam dunia yang berbeda dari apa yang kita bisa bayangkan. 
Demikianlah, lima pola pikir yang barangkali mesti selalu kita injeksikan dalam segenap ranah kognisi kita. Sebab dengan itulah, kita bisa menyimpan sepenggal asa untuk membentangkan masa depan yang indah nan tercerahkan.
Sebagai kesimpulan, mengenai perkembangan lima pikiran dalam kehidupan, menurut Gardner orang tua anak dan guru harus fokus pertama pada menanamkan pikiran hormat, selanjutnya pikiran disiplin, diikuti oleh pikiran sintesis dan akhirnya, di sekolah menengah, penekanan pada etika. Kreativitas berbarengan dengan pemikiran disiplin. Dengan tidak adanya disiplin, tidak mungkin akan benar-benar kreatif dan tidak adanya kreativitas, disiplin hanya dapat digunakan untuk pergi ke status quo. Sementara setiap orang mungkin memiliki kekuatan dalam satu atau lebih wilayah, kita semua harus berusaha untuk mengembangkan keseimbangan dari semua lima pikiran. Apapun kepentingan mereka di masa lalu, kelima pikiran cenderung menjadi sangat penting dalam dunia yang ditandai oleh hegemoni ilmu pengetahuan dan teknologi, transmisi informasi global, penanganan tugas-tugas rutin oleh komputer dan meningkatkan kontak antara populasi beragam. Hanya mereka yang berhasil dalam mengembangkan lima pikiran yang paling mungkin untuk berhasil dalam hidup.

ANALISIS FILOSOFIS ATAS
BUKU “FIVE MINDS FOR THE FUTURE” KARYA HOWARD GARDNER

Howard Gardner dalam bukunya yang bertajuk Five Minds for the Future menyimpulkan adanya lima jenis pola pikir yang akan memiliki peran penting dalam perjalanan sejarah masa depan. Lima pola pikir tersebut adalah:

I. THE DISCIPLINE MINDKerangka Dasar atau Kerangka Utama Kecerdasan/ Pemikiran
Pola pikir yang pertama adalah the disciplined mind (pikiran terdisiplin) atau suatu perilaku kognisi yang mencirikan disiplin ilmu, ketrampilan, atau profesi tertentu. Seseorang harus memiliki paling tidak satu disiplin ilmu atau kerangka berpikir yang sangat dikuasai untuk memecahkan masalah di segala hal. Discipline Mind juga berarti seseorang harus selalu melatih keahliannya tersebut untuk meningkatkan performansinya.
Pola pikir disciplined mind sesungguhnya sudah terlebih dahulu menjadi sorotan dan titik pijak dalam filsafat sepanjang masa, sejak filsafat kuno hingga filsafat modern dan post modern. Sebagaimana ciri khas filsafat adalah membangun pemikiran secara kritis-analitis, sistematis, totalitas dan komprehensif – yang merupakan ciri khas disciplined mind – demikian pun filsafat mendorong setiap ilmu apapun untuk memiliki ciri khas yang demikian. Ciri ini pun pada tataran selanjutnya harus dimiliki oleh setiap orang yang menggeluti ilmu tertentu. Menurut filsuf Karl Pearson, pikiran adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dan diungkapkan dengan istilah sederhana. Setiap orang yang menekuni disiplin ilmu tertentu harus mampu menguasai secara komprehensif dan selanjutnya diungkapkan secara tepat dalam praksis hidup.
Seorang praktisi yang menekuni dunia bisnis dan manajemen misalnya, setidaknya mesti menguasai ilmu dan ketrampilan yang solid dalam bidang tersebut. Demikian pula, semua profesional lainnya – entah arsitek, ahli komputer, perancang grafis – harus menguasai jenis-jenis pengetahuan dan ketrampilan kunci yang membuat mereka layak menjadi bagian dari profesi mereka masing-masing. Keahlian itu sendiri tidak bisa dicapai dalam waktu singkat, butuh waktu. Namun seiring peningkatan dan penambahan area keahlian seseorang maka pemecahan masalah pun bisa lebih terarah dan lebih mudah jika menerapkan discipline mind tersebut karena dilandasi oleh kerangka berpikir yang tepat dan keahlian yang mumpuni.
Esensi dari pola pikir yang pertama ini adalah : untuk benar-benar menjadi manusia yang profesional, kita seharusnya menguasai secara tuntas, komprehensif, mendalam dan terdisiplin satu bidang pengetahuan/ketrampilan tertentu.

II. THE SYNTHESIZING MINDMensinergikan Ide dan Pemikiran dari Disiplin Ilmu Yang Berbeda
Pola pikir yang kedua adalah : the synthesizing mind (pikiran mensintesa) atau juga pola untuk menyerap informasi dari beragam sumber, memahami, mensintesakannya, dan lalu meraciknya menjadi satu pengetahuan baru yang powerfull.
Pola pikir ini juga merupakan salah satu ciri khas filsafat. Filsafat selalu menekankan kemampuan pikiran untuk mensintesiskan pengetahuan.  Filsuf Immanuel Kant dalam karya utamanya yang terkenal terbit tahun 1781 yang berjudul Kritik der reinen vernunft (Ing. Critique of Pure Reason), memberi arah baru mengenai pengetahuan.  Menurutnya, pengetahuan yang dimiliki manusia merupakan hasil sintesis antara yang apriori (yang sudah ada dalam kesadaran dan pikiran manusia) dengan impresi yang diperoleh dari pengalaman. Bagi Kant yang terpenting bagaimana pikiran manusia mamahami dan menafsirkan apa yang direkam secara empirikal, bukan bagaimana kenyataan itu tampil sebagai benda itu sendiri.
Seseorang harus mampu menggabungkan berbagai pola pemikiran dan disiplin ilmu agar dapat mengumpulkan informasi dan pengetahuan seluasnya dari berbagai macam sumber serta melahirkan berbagai macam ide dan ilmu pengetahuan baru yang bermanfaat. Oleh karenanya seseorang dituntut untuk dapat mensinergikan berbagai macam disiplin ilmu, pengetahuan, serta kerangka berpikir. Kemampuan untuk mensinergikan tersebut sangatlah vital untuk masa sekarang dan masa depan karena merupakan keahlian dasar yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin yang inovatif.

III. THE CREATING MINDMembuka Tabir dan Memecahkan Masalah Melalui Kreativitas dan Ide Inovatif
Pola pikir yang ketiga adalah the creating mind (pikiran mencipta). Pikiran ini mengharuskan kita untuk senantiasa merekahkan ide-ide baru, membentangkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga, menghamparkan cara-cara berpikir baru, dan sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah yang akan membawa kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan harapan dan peluang untuk direngkuh dan dimanfaatkan. Pola pikir inilah yang akan membuat kita mampu berpikir secara lateral  dan bukan sekedar berpikir linear mengikuti jalur konvensional yang acap hanya akan membuat kita stagnan. Dan pola pikir inilah yang akan menemani kita untuk bergerak maju, progresif, demi terciptanya sejarah hidup yang positif dan bermakna (meaningful life).
Dalam filsafat, pola pikir kreatif merupakan hal penting yang menuntut setiap orang untuk melihat ilmu atau pun pandangan apa saja sebagai sesuatu yang selalu terbuka untuk disempurnakan. Kreativitas dalam berpikir mendorong setiap orang untuk selalu mencoba, menguji, dan mencari jawaban yang paling sempurna tentang sesuatu. Radhakrishnan dalam bukunya, History of Philosophy, menyebutkan tugas filsafat bukanlah sekadar mencerminkan semangat masa ketika kita hidup, melainkan membimbingnya maju. Fungsi filsafat adalah kreatif, menetapkan nilai, menetapkan tujuan, menentukan arah dan menuntun pada jalan baru. Filsafat hendaknya mengilhamkan pikiran dan keyakinan kepada kita untuk menompang dunia baru, mencetak manusia-manusia yang menjadikan penggolongan-penggolongan berdasarkan 'nation', ras, dan keyakinan keagamaan mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan.
Di dalam pola pikir ini, seseorang dituntut harus memiliki kreativitas berpikir. Kreativitas tersebut digunakan untuk membantu pemecahan masalah di luar cara yang sudah ditentukan sebagai alternatif pemecahan masalah juga kemampuan membuat terobosan baru. Kreativitas disini juga adalah suatu kemampuan menciptakan sesuatu yang tidak bisa diidentifikasi komponennya. Kreativitas tidak terbatas dan tidak dapat dibatasi sehingga diharapakan para pemimpin sangat mengerti akan kunci kreativitas berpikir tersebut sehingga dapat respek akan ide-ide kreatif, membuka ruang dan kesempatan serta menciptakan atmosfer yang mendukung.

IV. THE RESPECTFUL MIND Penghargaan Perbedaan Dengan Orang Lain
Pola pikir berikutnya adalah the respectful mind (pikiran merespek) atau sebuah pola pikir untuk menerima perbedaan pandangan dengan sikap terbuka, dan bukan dengan sikap saling curiga. Sebuah pola pikir yang akan membuat kita terhindar dari anarki akibat pemaksaan kepentingan. Sebuah pola pikir yang senantiasa mengajak kita untuk merayakan keragaman pandangan dan sekaligus menghadirkan empati bagi pendapat/pikiran orang lain – meski pendapat itu mungkin berbeda dengan yang kita hadirkan.
Filsafat yang autentik sangat respek terhadap perbedaan pandangan, ide, gagasan, atau pemikiran. Filsafat tidak pernah merasa “puas” atau “sempurna” dengan apa yang telah dicapai, tetapi senantiasa melihat sisi-sisi lain dari berbagai pandangan yang ada untuk mendapatkan suatu kebenaran universal. Di dalam filsafat, tidak ada diskriminasi pandangan. Yang ada adalah penghargaan atas perbedaan dan membangun sikap dialog yang kritis untuk menemukan dan menyepakati kebenaran yang dapat diterima umum.  Sebagai contoh ketika berhadapan dengan pertentangan epistemologik pengetahuan antara kaum rasionalisme versus kaum empirisme, Immanuel Kant berupaya “mendamaikan” pertentangan itu. Pada dasarnya Kant tidak mengingkari kebenaran pengetahuan yang dikemukakan baik oleh kaum rasionalisme maupun empirisme. Menurutnya, kesalahan terjadi bila masing-masing pihak mengklaim secara ekstrem pendapatnya dan menolak pendapat yang lain.
Seseorang yang memiliki the respectful mind dapat menerima dan menghargai pendapat dan perbedaan dengan orang lain, agar dapat bekerja sama, dan mampu menciptakan suasana keterbukaan dan hubungan timbal-balik serta tenggang rasa dan toleransi.
Sangat penting untuk ditanamkan pemikiran bahwa hak dan kewajiban serta kemauan seseorang itu terbatas oleh hak, kewajiban, dan kemauan orang lain. Sehingga apabila pemikiran itu bisa diterapkan maka setiap orang sudah memiliki the respectful mind yang diharapkan.
Pekerjaan yang dilakukan dalam tim pun dapat secara langsung atau tidak langsung membangun the respectful mind orang-orang yang terlibat di dalamnya. Dan bukan tidak mungkin kekuatan kerja dari tim tersebut bisa berkurang atau hilang sehingga gagal jika tidak memiliki the respectful mind yang tinggi.

V. THE ETHICAL MINDBerpikir untuk orang lain demi kepentingan bersama
Pola pikir yang kelima yang juga amat dibutuhkan adalah the ethical mind (pikiran etis). Inilah pola pikir yang terus mendorong kita untuk berikhtiar membangun kemuliaan dan keluhuran dalam kehidupan personal dan profesional kita. The ethical mind adalah kemampuan/kecerdasan seseorang untuk berpikir di luar keinginan pribadi dan di luar kemampuan diri yang telah dimiliki.
Filsafat mengartikan pikiran etis atau berpikir etis sebagai kegiatan berpikir dengan budi yang baik dan diterapkan dalam kehidupan setiap hari. Menurut Plato, berpikir etis adalah kegiatan manusia untuk mencapai budi atau pengetahuan yang baik. Dengan pengetahuan yang baik, manusia berupaya mencapai kebahagiaan hidup sebagai nilai yang dituju setiap manusia.
Sebenarnya the ethical mind ini sangat erat hubungannya dengan the respectful mind dan the synthesizing mind, serta the creating mind. Seperti dasar pemikiran the respectful mind bahwa hak, kewajiban, serta kemauan seseorang terbatas oleh hal yang sama dari orang lain, maka the ethical mind pun seperti itu sehingga dia sangat tahu di mana menempatkan diri dan bersikap serta apa yang boleh dan dapat diperbuatnya.
Seseorang yang memiliki the ethical mind itu tentu sangatlah cerdas karena dia harus dapat respek ke lingkungan sekitar sehingga dengan kemampuannya dapat bekerjasama dan mensinergikan berbagai pengetahuan dipadu dengan the creating mind yang dimiliki. Dia juga sangat tahu bagaimana caranya menerapkan segala pemikirannya pada lingkungannya di mana hal ini dimungkinkan karena dia memiliki pengetahuan di luar kemampuan yang sudah dimiliki sendiri tersebut. 


Sumber :Five Minds For The Future, Howard Gardner, Harvard Business School Publishing, Boston, Massachusetts, 2006

RESUME : THE LEADERSHIP CHALLENGE: How to Get Extraordinary Things Done in Organizations


                                                                                                                                                                                 
 The Leadership Challenge berusaha memberi arah bagaimana para pemimpin dan “calon pemimpin”dalam mengasahkemampuan mereka untuk memimpin agar dapat melakukan hal-hal yang luar biasa. Buku ini membantu mengembangkan kapasitas anda dalam membimbing orang lain memperoleh pengalaman yang tak terduga sebelumnya. Selanjutnya, buku ini tidak berbicara mengenai bagaimana berada dalam posisi (seperti mengandaikan kepemimpinan sebagai suatu tempat) namun mengenai bagai mana caranya memiliki keberanian dan semangat untuk membuat perubahan yang signifikan. Penulis banyak menghadirkan cerita dari orang biasa, dari berbagai sisi kehidupan, yang di anggap memiliki kesuksesan luar biasa.

TANTANGAN pertama kepemimpinan adalah membersi hkan pada diri sendiri tradisi dan mitos tentang kepemimpinan. Manajemen tradisional, misalnya mengajarkan untuk mempercayai bahwa organisasi yang ideal adalah: yang teratur dan stabil, fokus pada jangka pendek, pemimpin harus tenang, menyendiri, dan analitis, kharismatik, pekerjaan utama pemimpin adalah mengontrol, pemimpin berada pada posisi superior. Buku ini adalah buku tentang memimpin orang, tidak hanya mengelolanya. Kepemimpinan dimulai ketika manajemen berakhir.

Buku yang terdiri dari 13 bab ini hadir sebagai alternatif, berisi seperangkat praktek yang dapat menjadi dasar untuk mengembangkan pemimpin generasi baru. Penulis buku ini percaya bahwa anda mampu mengembangkan diri sebagai pemimpin kedepan. Keuntungan buku ini adalah anda tidak perlu membaca bab-bab secara berurutan untuk mendapatkan pemahaman yang baik tentang kepemimpinan. Meskipun sudah cukup lama terbitnya, buku ini tetap relevan untuk saat ini.

Memahami Kepemimpinan
              Sebuah perusahaan, NATD,memberikan contoh rahasia kesuksesannya, yaitu dengan menerapkan tiga target: (1) merencanakan keuntungan perusahaan, (2) membagi kekayaan perusahaan (saham) kepada karyawannya, dan (3) penti ngnya rasa senang bagi pemegang saham maupun seluruh karyawannya. Kunci utamanya adalah karyawan. Pelanggan mementingkan: mutu, pelayanan, dan harga. Jadi mutu harus merupakan prioritas, tetapi bukan berasal dari kontrol kualitas. Mutu harus berada di kepala seluruh karyawan dan dipraktekkan.
              
 Tindakan penting lainnya adalah melihat pentingnya peranan karyawan dalam menjadikan perusahaan produktif dan terpercaya yang disebut dengan “penuh perhatian”, yaitu memperlakukan karyawan secara manusiawi sebagai teman. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin untuk mendengarkan setiap orang tentang apa yang terjadi, menghabiskan waktu di tengah-tengah karyawan, dan hal-hal kecil seperti memperhatikan kebersihan ruangan, mengirimi bunga, sampai membayarkan kredit kendaraan untuk karyawan teladan.
Apa yang dapat di pelajari dari para pemimpin yang berhasil? Para eksekutif yang berhasil mengajak orang lain dalam peranannya sebagai perintis, ternyata mengikuti tiga tahapan strategi VIP, yaitu: vision — involvement — persistence. Visi tidak akan tercapai hanya dengan upaya seorang pemimpin, tetapi perlu           keterli batan dan kerja keras semua pihak. 

Menurut Kouzes dan Posner ada lima dasar praktek kepemimpinan dan sepuluh komitmen yang perlu dilakukan pemimpin, yaitu: (1) menempuh proses yang menantang: memperoleh peluang dan mencoba mengambil resiko, (2) berinspirasi untuk berbagi visi: menerawang masa depan dan melibatkan orang lain, (3) membantu orang lain dalam bertindak: menjalin kerjasama dan memberdayakan orang lain, (4) membuat model jalan yang ditempuh: berikan contoh dan rencanakan keberhasilan-keberhasilan kecil, dan (5) memberi semangat: mengakui kontribusi dan merayakan keberhasilan.

Apa yang Diharapkan Pengikut dari Pemimpinnya

Kepemimpinan bukan hanya tentang pemimpin, tetapi juga tentang pengikut. Jadi harapan pengikut perlu diperhatikan. Pemimpin yang dihormati adalah mereka yang mempunyai karakter: jujur, kompeten, berpandangan jauh ke depan, dan memberikan inspirasi. Keempat hal tersebut secara bersama, ahli komunikasi menyebutnya sebagai kredibilitas.

Ketika pemimpin menerima kredibilias tinggi dan filosofi yang kuat, pengikut kelihatan senang untuk: (1) Dengan bangga memberitahukan orang lain bahwa mereka bagian dari organisasi, (2) Membicarakan seluk beluk organisasi dengan temannya, (3) Memperlihatkan bahwa nilai-nilai yang di percaya sama dengan   milik organisasi, dan (4) mempunyai rasa memiliki organisasi yang kuat.

Mencari Perluang: Menghadapidan Merubah Status Quo

Ketika berfikir tentang pemimpin, kita akan mengingat waktu bergerak, inovasi, perubahan, dan konflik. Ketika berfikir manajer, kita akan mengingat kestabilan, harmoni, pemeliharaan, dan kepatuhan. Keduanya mempunyai peran berbeda, tetapi di perlukan dan esensial untuk menjadikan sistem sosial bekerja.

Peran khusus pemimpin adalah untuk mengarahkan kita menjelajahi „tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi. Digunakan metafor penjelajahan (journey) untuk mendiskusikan tugas pemimpin. Kata dasar dari lead adalah kata yang berarti to go yang merupakan kata dasar dari perpindahan. Pemimpin adalah orang yang pergi „pertama kali (go first), pioners. Pemimpin dilihat sebagai jalan untuk mengubah rutinitas, berkreasi secara total, revolusi proses baru, dan jalan untuk menggerakkan sistem.

Dari kasus dari P. M. Carrigan dari Lakewood, ada empat prinsip dasar untuk menjadikan organisasi berkinerja baik, yaitu: (1) Untuk berubah, ambil resiko, terima tanggung jawab, dan jadikan akuntabel untuk aksi, (2) Untuk diterima semua orang, promosikan kesatuan, kepercayaan, kebanggaan, dan dedikasi , (3) Untuk mencapai kinerkja tinggi , perlakukan orang dengan bermartabat, kejujuran, dan perhatian, dan (4) Untuk mempromosikan komuni kasi yang baik, jadikan atmosfer komunikasi yang terbuka dengan kebebasan untuk menyumbang ide-ide dan bicara terus terang tanpa takut pembalasan. Kepemimpinan tidak dapat lepas dari hubungannya dengan proses inovasi, perubahan, dan perubahan memerlukan kepemimpinan sebagai penggerak utama untuk mendorong penerapan keputusan stratejik.

Lakukan Eksperimen dan Ambil Resiko

Mencari peluang keluar dari tradisi memerlukan kreativitas individu dan pengorganisasian inovasi. Hal itu berarti bahwa pemimpin harus memiliki sikap terbuka terhadap ide-ide dan kemauan mendengarkan, mencoba pendekatan yang belum teruji, dan menerima resiko. Pemimpin perlu melihat kondisi diluar dengan jalan keluar atau bertanya pada pelanggan, pekerja, stakeholder jika ingin inovatif. Inovasi penting untuk kesehatan organisasi agar organisasi tidak terhenti pertumbuhannya. Inovasi adalah ”makanan bagi pengembangan organisasi” .

Saluran komunikasi yang terbuka adalah prasyarat agar produk, proses, dan pelayanan yang baru menyebar dalam organisasi. Jaringan komunikasi barat vena dan arteri ide baru. Pemimpin dapat mengharapkan keinginan berubah yang datang dalam maupun luar organisasi. Inovasi memerlukan banyak mendengar dan komunikasi dari pada mengerjakan hal-hal yang rutin. Hanya melalui kontak manusia, perubahan dan inovasi dapat mencapai efektivitas. Resiko bersifat inheren dalam setiap kesuksesan inovasi.

Jika ingin meningkatkan organisasi, maka harus berani mengambil resiko. Iklim kerja untuk sukses dicirikan oleh dua hal: (1) system  imbalan yang pantas atas keberhasilan, dan (2) kemauan mengambil resiko dan bereksperimen dengan ide inovasi . Satu hal penting yang membedakan pemimpin dari birokrat adalah bahwa pemimpin mendukung pengambilan resiko, mendorong orang lain untuk melangkah kedalam ketidaktahuan dari pada selalu bermain aman.

Tidak mudah untuk menentukan tingkat penerimaan resiko. Bagi seseorang adalah resiko, sementara bagi yang lain adalah hal yang bersifat rutin. Pemimpin perlu mengetahui kemampuan dan motivasi para pengikutnya. Pemimpin menetapkan tujuan yang lebih tinggi dari sekarang secara bertahap dan menawarkan pelatihan untuk membangun keahlian yang dapat membantu orang   melampaui setiap tingkat baru.

Kualitas kerja akan meningkat ketika orang memiliki kemungkinan untuk gagal. Ketika belajar sesuatu yang baru kemungki nan ada kegagalan dan melalui kegagalan kita belajar sesuatu yang baru. Belajar tidak akan terjadi tanpa adanya kesalahan. Ini di sebut sebagai trial and error.

Melihat Masa Depan

Para pemimpin yang sukses memiliki karakteristik berorientasi ke depan, melihat kemungkinan di masa depan. Mereka melintasi cakrawala waktu, melihat sesuatu sebelum hal itu terjadi, walaupun tidak jelas karena muncul dari kejauhan, dan mereka juga membayangkan bahwa hal -hal yang luar biasa mungkin terjadi serta hal-hal yang biasa dapat ditransformasikan menjadi sesuatu yang luar biasa. Semua perusahaan atau proyek, besar atau kecil, juga bermula dari suatu pemikiran. Mereka mulai meangkah dengan di sertai imajinasi.

Apapun istilah yang digunakan – maksud, warisan, tujuan, panggilan, agenda pribadi, atau visi – maksudnya adalah sama, yaitu: pemimpin ingin melakukan sesuatu yang penting, ingin meraih hal yang belum pernah di capai oleh si apapun juga. Visi didefinisikan sebagai imajinasi ideal dan unik/khas tentang masa depan. Visi mempunyai empat atribut: berorientasi ke depan, imajinasi, ideal, dan unik. Berbagi visi di mungkinkan hanya jika pengikut karena itu, pemimpin harus pandai mengkomuni kasi kan visi nya sehingga pihak lain melihat visi sebagai mana yang dilihat pemimpinnya, seperti apa gambar masa depan itu dan dimana mereka dapat berkontribusi. Berbagi visi tidak hanya dilakukan dalam acara formal saja, tetapi   perlu dilakukan dalam berbagai kesempatan dan dal am suasana yang terbuka   sehi ngga pengi kut ti dak ragu-ragu untuk memberi tanggapannya secara lugas.

Melibatkan Orang Lain

Tugas pertama dal am hal melibatkan orang lain adalah mengenali para pengi kut dan mencari tahu apa yang menjadi aspirasi bersama untuk mereka. Untuk keperluan ini , penting untuk menyediakan waktu tak terencana seringkali bersifat spontan untuk di luangkan bersama orang lain. Pemimpin berfungsi sebagai cermin dan merefl eksi kan kembali kepada para pengikutnya atas apa yang mereka katakan paling diinginkannya. Loyalitas pengikut akan ditunjukkan ketika pemimpin mampu menemukan kebutuhan dan memecahkan masalah mereka, ketika         pemimpin terlihat sebagai simbol norma mereka, dan ketika gambaran tentang    pemi mpin kongruen dengan mitos dan legenda mereka.

Alasan mengapa mereka menyukai pekerjaan yang mereka lakukan, adalah mereka menganggapnya penuh tantangan, penuh arti dan penuh tujuan. Mereka menempatkan peringkat tinggi “pekerjaan yang menarik” daripada “pendapatan yang tinggi”, dan “kualitas kepemimpinan” lebih memberikan motivasi daripada “uang”.

Nilai kerja serta ketertarikan akan kebebasan, aktualisasi diri, pembelajaran, komunitas, keunikan, pelayanan, dan tanggung jawab sosial benar-benar dapat menarik orang menuju kepada sebuah misi bersama.

Visi bersama merupakan kunci dan untuk mampu membuat orang lain terlibat, para pemimpin perlu membuat visi tersebut menjadi lebih menarik, hidup dan berwujud (tangible). Pemimpin dapat menggunakan berbagai cara untuk menyatakannya. Pemimpin yang sukses menggunakan metafora. Bentuk bahasa   lainnya yang dapat digunakan seperti: memberikan contoh, bercerita, anekdot, kata-kata yang gamblang, kutipan, slogan, simbol, lagu, puisi, kutipan, dan humor, tetapi hal ini masih relatif jarang digunakan. Pemimpin lebih banyak menggunakan angka dan akronim. Faktanya, keduanya sangat abstrak dan perlu cukup waktu untuk memahaminya.

Mengupayakan Kolaborasi

Peningkatan kinerja organisasi yang mengagumkan tidak akan terlepas dari usaha aktif dan dukungan banyak orang. Setiap orang adalah penting, tidak hanya pemimpin. Kerja tim dipandang sebagai rute interpersonal yang memungkinkan   peningkatan pengaruh, kredibilitas, dan semangat kerja kelompok, serta tingkat tertinggi kepuasan bekerja dan komitmen. Mengupayakan kerjasama adal ah tentang mengajak orang lain untuk bekerja bersama. Proses kerjasama tersebut harus dipelihara, diperkuat, dan dikelola.

Kerja tim adalah syarat perlu/esensial organisasi berproduksi. Kerjasama     diperlukan untuk menggabungkan komitmen dan ketrampilan pekerja, pemecahan masalah, dan respon terhadap tekanan lingkungan. Mengupayakan kerjasama tidak hanya ide yang baik, tetapi juga menjadi kunci pemimpin untuk membuka energi dan bakat yang ada dalam organisasi.

Menciptakan kompetisi diantara anggota kelompok ternyata bukan merupakan suatu cara untuk mencapai kinerja tertinggi. Apa yang dapat menciptakan kerjasama, kolaborasi , dan tujuan, pertama adalah berbagi visi dan misi. Kelompok kerja, melengkapi aturan, dan berbagi imbalan juga merupakan hal yang penting. Para pekerja menyadari bahwa kerjasama terjadi ketika norma organisasi mendukungnya untuk berbagi informasi, mendengarkan ide orang lain, bertukar sumberdaya, dan merespon permohonan pihak lain melalui ketergantungan yang positif. Untuk itu, lingkungan komunikasi yang mendukung dan saling percaya (trust) perlu diciptakan di setiap level pekerjaan.

Strategi mendasar untuk memperoleh kerjasama menurut Axelord, adalah “memperluas bayangan masa depan”. Orang mempunyai kemungkinan besar untuk bekerjasama ketika mereka tahu yang akan mereka lakukan dengan pihak lain di masa depan. Harapan interaksi di masa depan mendorong orang untuk bekerjasama dengan pihak lainnya di saat ini. Bayangan masa depan nampak paling besar ketika interaksinya bertahan lama dan berulang­-ulang.

Memperkuat Orang Lain: Berbagi Kekuatan dan Informasi

Satu pelajaran penting dari temuan Arnold Tannembaum adalah berbagi kekuatan akan menghasilkan kepuasan pekerja dan kinerja/efektivitas organisasi yang lebih tinggi. Untuk pemimpin, ada paradoks Jack Telnack dari Ford Motor Company: “saya harus memberikan kekuatan untuk memperoleh kekuatan”. Ketika pemimpin berbagi kekuatan dengan orang lain, orang itu pada gilirannya merasakan lebih dihubungkan dengan pemimpin dan merasa terikat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sehingga organisasi menjadi lebih efektif Kemampuan untuk membuat orang merasakan kuat adalah satu kontribusi terpenting dari para  pemimpin. 

Pemimpin mendapat hasilnya dari upaya pemimpin melalui orang lain, sehingga pemimpin harus lebih sensitif kepada orang dan kebutuhan tertentu mereka. Kapasitas untuk memperkuat dan memberdayakan orang lain dimulai dengan derajat kekuatan yang anda punya. Hanya pemimpin yang kuat yang akan mendelegasikan, memberi imbalan terhadap bakat, dan membangun tim yang terdiri dari orang yang mempunyai kekuatan sesuai tempatnya. Pemimpin dapat memberikan kekuatan kepada orang lain dan pada saat yang bersamaan mereka   menerima kekuatan juga dari orang lain.

 Ada empat strategi memperkuat orang lain menurut Rosabeth Moss Kanter, yaitu: (1) Berikan pekerjaan penting untuk  di kerjakan pada saat isu penting, (2) Berikan pertimbangan dan kemandirian atas tugas dan sumberdaya, (3) Berikan jarak penglihatan kepada yang lain dan berikan pengakuan atas usahanya, dan (4) Bangun hubungan untuk orang lain, hubungkan mereka dengan orang yang kuat dan temukan sponsor dan pelatihnya
.
Berikan Teladan: Memimpin dengan Mencontohkan

Donald Kennedy, presiden Stanford University tahun 1985an, memahami bagaimana model kepemimpinan yang dijalaninya, bagaimana dengan keteguhan dan keyakinannya, serta dengan setiap hari mengerjakannya, mendemonstrasi kan kepada orang lain bagaimana visi dapat direalisasikan. Hal ini seperti di katakannya: “tugas pemimpin adalah dengan semangat seperti cermin yang mengembalikan kepada institusinya bagaimana itu menjadi pikiran terbaik bagi dirinya”.Chris Argyris dari Harvard University membedakan antara “nilai-nilai yang didukung” dengan nilai-nilai yang diterapkan”.

Pekerja memberi perhatian yang lebih kepada nilai -nilai yang diterapkan dari pada nilai -nilai yang didukung. Mereka sangat kritis ketika terdapat gap yang besar antara nilai dan perbuatan. Disebabkan nilai-nilai adalah sesuatu yang mendalam (abstrak), kita tidak pernah secara nyata “melihat” nilai-nilai itu sendiri Maka harus membuatnya menjadi nyata bagi karyawan dan pelanggan. Pemimpin membuat     nilai -nilai menjadi nyata bagi pengikutnya melalui perilaku dan aktivitasnya, seperti: pendapat, sikap, preferen, hasrat, kekhawatiran, aktivitas, strategi,dan sebagainya. Pekerja melihat pemimpinnya sebagai model bagaimana mereka berperilaku.
 
Setiap perbuatan,atau tidak berbuatnya pemimpin, adalah informasi tentang nilai –nilai pemimpin dan keseriusannya terhadap nilai-nilai tersebut. Mereka hanya memperhatikan apa yang pemimpin lakukan, bukan yang dikatakannya.

Memimpin dengan contoh adalah manajemen yang dapat dilihat, nyata dan kongkrit. Pekerja dapat melihat apa yang di harapkan dan di wajibkan kepadanya dengan mengamati apa yang dikerjakan pemimpin. Visibility meningkatkan kemudahan akses dan mempromosikan“mengerjakan apa yang anda katakan”, tidak hanya berkata dengan kata‑kata atau pergi dengan isyarat/gerakan.

Merancang Keberhasilan‑keberhasilan Kecil
 
 Merubah perilaku orang dari kebiasaan lama ke kebiasaan baru adalah suatu proses yang tidak sederhana. Diperlukan upaya agar orang-orang mau kel uar dari perilaku lama ke perilaku baru. Proses yang dianggap efektif untuk merubahnya adalah dengan cara bertahap, yaitu dilakukan selangkah demi selangkah. Pemimpin yang sukses membantu orang lain melihat bagaimana kemajuan dapat dicapai dengan memecahnya menjadi tujuan-tujuan yang dapat dilihat atau langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pengikutnya.

Suatu terobosan besar di bidang pengobatan, biofisik atau industri , sering melibatkan banyak eksperimen yang difokuskan pada berbagai bagian dari masalah. Masing-masing eksperimen telah berkontribusi pada kemajuan yang lebih besar pada bidang tersebut. Kebalikannya, dalam pendekatan manajemen tradisional dalam menjalankan tujuan selama ini dimulai dengan perencanaan strategis, tetapi seringkali tanpa tidak didukung tahapan untuk mencapainya. Dalam pendekatan yang baru, dipakai terminologi yang disebut “keberhasilan kecil”.

Proses keberhasilan kecil  ini dilakukan dengan melakukan aktivitas secara bertahap dan bersambung sehingga akan menghasilkan perubahan besar, menuju visi yang telah dirumuskan.Keberhasilan kecil,dari catatan sosiolog organisasi Karl Weick, adalah:“kongkret, komplit, dan hasilnya dapat diterapkan pada kepentingan sedang.

Dalam meraih keberhasilan kecil, para pemimpin mengidentifikasi tempat untuk memulai. Mereka membuat proyek yang terlihat dapat dilakukan dengan tingkat keahlian dan sumberdaya yang tersedia. Dengan demikian, para pengikut merasa mampu dan berkomitmen untuk melakukan tugas tersebut dengan baik. Ada empat gagasan yang perlu diikuti pemimpin dalam perencanaan proyek yang di dasarkan pada prinsip-prinsip keberhasilan kecil, yaitu (1) bereksperimen secara kontinyu, (2) membagi tugas menjadi bagian-­bagian kecil, (3) mengurangi items menjadi yang esensial saja, dan (4) jangan tekan orang lain untuk berubah sampai merasa perlu berubah.

Mengakui Kontribusi:
Menghubungkan Imbalan dengan Kinerja Dilaporkan oleh penulis, orang-orang menikmati bekerja keras dan dalam waktu yang amat panjang (lembur). Namun untuk tetap berada dalam keadaan itu selama berbulan-bulan, orang memerlukan penyemangat. Salah satu cara penting bagi pemimpin dalam memberi kan semangat kepada orang lain adalah dengan memberikan pengakuan terhadap kontribusi individual.

Satu resep tua dan sangat penting untuk mempengaruhi motivasi pekerja adalah pertalian antara hasil (imbalan, pengakuan) dengan usaha dan kinerjanya. Terdapat tiga kriteria kunci untuk mengintegrasikan sistem kinerja – imbalan: buat pasti bahwa orang mengetahui apa yang diharapkan dari nya, sediakan umpan balik tentang kinerja, dan hargai yang mencapai standar. Sistem penghargaan akan berfungsi terbaik ketika kinerja dapat diukur secara tepat dan obyektif.

Terdapat banyak tipe imbalan/ penghargaan yang dapat digunakan untuk mengakui usaha dan kontribusi anggota tim. Pemimpin sebaiknya tidak hanya bergantung pada sistem penghargaan formal seperti promosi yang hanya menawarkan  pilihan yang terbatas dan membutuhkan upaya yang cukup besar.              

Dari pada hanya bergantung pada penghargaan formal, para pemimpin yang efektif menggunakan penghargaan intrinsik – imbalan yang di bangun dalam pekerjaan itu sendiri termasuk faktor seperti: rasa pencapai an, pel uang untuk menj adi lebih kreatif, serta pekerjaan yang menantang – sebagai hasil yang dapat segera di capai berkat upaya yang dilakukan. Walaupun peningkatan gaji atau bonus dihargai, kebutuhan individu akan penghargaan dan apresi asi atas hasil kerjanya adalah jauh lebih penting. Pengakuan verbal di depan sesama rekannya, juga penghargaan yang nyata seperti hal nya sertifikat, plakat, dan pemberian berwujud lainnya, benar-benar berdaya guna tinggi .

Merayakan Keberhasilan
Merayakan keberhasilan adalah salah satu dari fungsi kepemimpinan. Merayakannya adalah suatu proses untuk menghormati orang dan berbagi dengannya dalam indahnya suasana kesuksesan. 

Ketika pemimpin memimpin kegembiraan, mereka mendasarkan program dalam tiga prinsip utama: (1) memfokuskan pada nilai -nilai utama, (2) membuat pengakuan umum dan terukur, dan (3) menjadikan dirinya terlibat. Perayaan bukan merupakan kegembiaraan semata, tetapi untuk kepen­ti ngan memperkuat nilai -nilai utama organisasi .

 Poin yang penting adalah setiap perayaan harus disesuaikan dengan tujuan. Jika tujuan utama departemen adalah untuk mendapatkan kontrak baru, maka perlu merayakannya ketika mendapatkannya. Jika loyalitas yang menjadi tujuan, maka perlu merayakannya dengan lamanya masa bekerja dengan makan malam dan penyematan pin. Arti perayaan bagi kultur suatu organisasi ibarat: “arti film bagi skenario, atau arti konser bagi aransemen musik”. 

Mereka memberikan ekspresi atau nilai-nilai yang sulit untuk diekspresikan dengan cara-cara yang lain. Perayaan harus merupakan sebuah ekpresi komitmen yang jujur terhadap nilai - nilai penting tertentu, juga terhadap kerja keras dan dedikasi dari orang-orang yang telah memegang nilai-nilai tersebut. Perayaan jauh lebih berarti dari sekedar pesta, karena berfungsi untuk mengkristalisasi komitmen pribadi , membantu ikatan antar orang dan membuatnya tahu bahwa mereka tidak sendiri. Perayaan juga berfungsi mengurangi konflik dan meminimalisasi perbedaan.

Banyak kegiatan perayaan dilakukan secara spontanitas. Mulai dari pat-on-the-back dan let me take you out to lunch sampai pada “pesta 30 menit di area parkir” – relatif tidak di rencanakan untuk menciptakan kesan baik pada anggota. Hal itu menciptakan perasaan nyata kepentinganya disebabkan ketepatan waktu-nya,     ketika getaran hati perusahaan masih bergetar. Sebab tidak ada pengulangan, rasa perayaan adalah sangat personal.

Menjadi Pemimpin yang Peduli dan Membuat Berbeda
Kouzes dan Posner menemukan lima praktek dasar kepemimpinan teladan yang esensial dan patut dicontoh. 

Pertama, pemimpin menantang prosesnya. Mereka mencari peluang untuk berubah, melakukan percobaan dan mengambil   resiko kesalahan dan kegagalan. Kedua, pemimpin menginspirasikan visi bersama. Mereka meniupkan kehidupan ke dalam visi dan mengajak pengikutnya melihat kemungkinan masa depan yang menggembirakan.

 Ketiga, pemimpin memungkinkan orang lain bertindak. Mereka mengembangkan kolaborasi dan membangun semangat tim, juga menciptakan iklim kepercayaan dan martabat manusia. Mereka memperkuat orang lain, membuat setiap orang merasa mampu dan kuat. 

Keempat, pemimpin mencontohkan caranya. Mereka membentuk nilai organisasi ,menciptakan standar mutu, menjadi contoh orang lain untuk mengikutinya, merancang keberhasilan-keberhasilan kecil, serta menciptakan peluang untuk menang. 

Kelima, pemimpin mendorong semangat. Untuk memperoleh harapan dan komitmen pengikutnya, pemimpin mengakui kontribusi individu, memberikan imbalan sesuai usahanya, dan merayakan keberhasilan tersebut. Mereka membuat setiap orang merasa seperti pahlawan. Orang yang bekerja dengan pemimpin yang menerapkan kelima praktek kepemimpinan teladan secara signifikan, akan merasa lebih puas dengan tindakan dan strategi pemimpinnya dan mereka akan merasa lebih komitmen, berpengaruh dan kuat. Dengan kata lain, melaksanakan praktek-praktek kepemimpinan teladan, semakin besar kemungkinan akan memiliki pengaruh positif terhadap orang lain dan organisasi, dan pemimpin dapat membuat sesuatu yang berbeda.

Untuk menjadi pemimpin yang baik menurut Phil Lemay dari Amdahl Corporation adalah: kombinasi kepribadian, sekolah, buku, pengalaman pribadi dalam mengamati pemimpin dalam tindakan, dan sebagainya. Tom Kellet dari Harshaw/Filtrol Partnership memberikan jawaban: mengamati metode dan keahlian atasan yang dsukai, pengalaman trial & error, kursus yang relevan dengan ketrampilan orang, komunikasi dan sebagai nya. 

Dari hal -hal tersebut, ada tiga kategori utama kesempatan belajar untuk menjadi pemimpin, yaitu: (1) trial & error, (2) orang, dan (3) pendidikan. Studi lain juga mendukung hal itu. Sebagai contoh dari Honeywell Corp. yang mengkategorikan: (1) Pengalaman kerja dan penugasan, (2) Hubungan, dan (3) Training formal dan pendidikan.

Apakah pemimpin itu dilahirkan atau diciptakan? Kouzes dan Posner lebih percaya bahwa pemimpin itu diciptakan. Menurutnya, dari pada sekedar melihat kepemimpinan sebagai sifat yang dibawa dari lahir, adalah lebih sehat dan lebih produktif untuk mulai mengasumsikan bahwa setiap orang dapat belajar untuk menjadi pemimpin. Pemimpin yang efektif selalu belajar dan selalu mencari cara untuk mengembangkan diri dan organisasinya.

Sumber : THE LEADERSHIP CHALLENGE:How to Get Extraordinary Things Done in Organizations, James M. Kouzes dan Barry Z. Posner, Jossey-Bass, Inc., Publishers, California, 1987