Kondisi global yang ditandai
dengan persaingan yang makin ketat serta pasar bebas mengharuskan setiap
perusahaan untuk mampu melakukan perbaikan berkelanjutan (continues improvement)
agar mampu bersaing dan selanjutnya berkembang. Setiap perusahaan harus
memiliki keunggulan kompetitif, kerjasama tim yang baik, kepercayaan dan
penguasaan informasi yang memadai. Namun disamping semua faktor tersebut,
faktor utama yang paling menentukan kesuksesan maupun keberhasilan perusahaan
adalah pemimpin dalam perusahaan tersebut.
Sebagaimana diuraikan oleh
Stephen R. Covey (1989) yang merupakan pakar psikologi dan manajemen organisasi
dalam bukunya yang sangat terkenal The 7 Habits of Highly Effective Person
bahwa faktor terpenting keberhasilan suatu organisasi sangat ditentukan oleh
pemipinnya. Pemimpin yang efektif akan dapat memotivasi seluruh perangkat
personalnya untuk memajukan organisasi dan mencapai tujuan organisasi dengan
baik. Untuk itu pemimpin harus memiliki kriteria khusus dan memegang prinsip
yang dapat menjadikannya pemimpin yang efektif.
Seorang pemimpinlah yang
menentukan jalannya bisnis, sasaran-sasaran yang ingin dicapai baik internal
maupun eksternal, aset dan skill yang diperlukan, kesempatan dan resiko yang
dihadapi. Pemimpin perusahaan adalah ahli strategi yang memastikan bahwa
sasaran organisasi akan dapat tercapai. Dalam hal ini perubahan sosial, inovasi
tekhnologi dan meningkatnya kompetisi merupakan tantangan yang harus dihadapi
oleh setiap pemimpin. Oleh karena itu sangat dituntut bahwa pemimpin hendaknya
memiliki talenta yang tinggi.
Menyadari peran pemimpin yang
sangat sentral dalam organisasi, para ahli berusaha melakukan berbagai macam
penelitian untuk mendapatkan kriteria-kriteria pemimpin yang terbaik. Sudah
begitu banyak teori-teori kepemimpinan yang ditulis oleh para ahli, baik dalam
maupun luar negeri. Namun cukup disayangkan aspek yang dibahas sebagian besar
hanya dari sisi manajemen dan bidang keahlian saja. Sehingga konsep yang
dihasilkan cenderung mengasingkan manusia dari manusia disekitarnya. Manajemen
modern juga menganggap tenaga kerja merupakan faktor produksi belaka sehingga
menciptakan manusia-manusia yang semakin hari semakin terasing dari kodratnya
yang paling utama yaitu sebagai abdi Tuhan.
Perlunya Sisi Psikologi dan
Spiritual dalam Kepemimpinan
Tidak dapat dipungkiri seorang
pemimpin selain mengendalikan perusahaan harus juga mampu mengendalikan dirinya
sendiri dan berinteraksi dengan lingkungannya. Interaksi tersebut tidak hanya
terbatas pada anggota dengan pimpinan, tetapi dalam arti luas interaksi
tersebut melibatkan orang-orang dengan siapa organisasi melakukan transaksinya,
yaitu dengan klien atau customer, supplier, pers, dan sebagainya. Interaksi
tersebut tentu saja tidak akan berlangsung baik dan lancar jika tidak didasari
oleh adanya penghargaan antara satu dengan yang lainnya.
Seberapa besar nilai-nilai
pelayanan dan sikap positif mendasari para anggotanya akan terbaca dalam konteks
hubungan yang terjalin. Dalam hal inilah pemimpin menjadi suatu model bagi para
anggotanya. Bagaimana ia bersikap tehadap orang lain, tidak hanya sekedar
sebagai pimpinan yang memberi perintah tetapi yang terpenting adalah
kemampuannya untuk menjalin secara harmonis dengan tidak hanya mengandalkan
rasio semata tetapi mampu menempatkan emosi pada tempat yang semestinya.
Oleh karena itu kepemimpinan
dalam perusahaan harus juga ditinjau dari perspektif psikologi dan spiritual.
Sebenarnya orang-orang di barat juga sudah mulai membahas sisi spiritual dalam
ilmu modern yang mereka kembangkan. Merekapun telah banyak melakukan
penelitian-penelitian yang coba menggali sisi spiritual. Diantara hasil
penelitian tersebut adalah apa yang diperoleh oleh Ludenthal dan Star yang
membuktikan bahwa penduduk yang religius resiko mengalami stres jauh lebih
kecil daripada mereka yang tidak religius dalam kehidupan sehari-harinya.
Comstock dkk. dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa kegiatan keagamaan
yang dilakukan secara teratur disertai dengan berdzikir, berdoa, ternyata dapat
mengurangi resiko kematian akibat penyakir jantung koroner, emphysema
(penggelembungan paru) dan lever sampai 50 persen.
Dalam penelitian lainnya yang
dilakukan oleh Harrington, Juthani, Monakow, dan Goldstein yang mencoba mencari
hubungan antara ilmu pengetahuan (neuroscientific) dengan dimensi spiritual.
Walaupun belum dapat dibuktikan secara sempurna namun mereka dalam
presentasinya yang berjudul Brain and Religion: Undigested Issues meyakini bahwa
terdapat god spot dalam susunan saraf pusat manusia. Sebagai contoh, orang yang
menderita kecemasan, kemudian diberi obat anti cemas, maka yang bersangkutan
akan menjadi tenang. Namun orang yang sama bila memanjatkan doa dan dzikir ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa juga akan memperoleh ketenangan.
Psikologi dan Spiritual Menurut Pandangan Islam
Salah satu bidang yang paling
berkembang dalam kajian spritual ini adalah bidang psikologi, dimana munculnya
istilah kecerdasan spiritual yang dikenal dengan SQ oleh sepasang suami-isteri
Danah Zohar dan Ian Marshal. Bahkan pada tahun 1984, World Health Organization
(WHO) telah menambahkan satu dimensi lagi untuk menilai kesehatan manusia yaitu
dimensi spiritual. Oleh American Psychiatric Association ini diadopsi dengan
paradigma pendekatan bio-psycho-socio-spiritual.
Akan tetapi dalam pembahasan
psikologi modern yang dikembangkan oleh barat, masalah spiritual belum
dikaitkan dengan sisi agama. Seperti dapat kita lihat pada buku SQ, Spiritual
Intelligence, The Ultimate Intelligence (Danah Zohar dan Ian Marshal : 2000)
sebagaimana dikritik oleh Ahmad Faqih HN dalam tulisannya, bahwa dikatakan
tidak ada hubungan antara spiritualitas dengan religiusitas seseorang.
Sampai-sampai dikatakan seorang atheis dan agnotis sekalipun bisa menjadi
seorang memiliki kecerdasan spiritual.
Inti permasalahannya terletak
pada cara pandang ilmu pengetahuan modern bahwa rasionalitas atau
pancainderalah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran ini tentu saja
berbeda dengan konsep Islam yang menempatkan wahyu disamping akal sebagai
sumber pengetahuan. Hal ini menyebabkan ilmu pengetahuan modern termasuk
didalamnya psikologi perlu mendapat perbaikan dan disesuaikan dengan prinsip
Islam, dimana semua urusan harus dikembalikan kepada Al Qur'an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW. Sebagaimana firman Allah SWT "Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan ta'atilah Rasul , dan ulil amri di antara kamu. Kemudian
jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah dan Rasul , jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya"(Qs. An-Nisaa' :
59).
Dan juga selaras dengan ajaran
Islam yang merupakan rahmat bagi seluruh alam sebagaimana tercantum dalam Al Qur'an
:"Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk rahmat bagi semesta
alam"(Qs. Al Anbiyaa':107). Selain itu, terkait dengan keserbamencakupan
dan kelengkapan syari'ah (Qs. Al Maidah :4), maka syari'ah itu mesti menjadi
landasan nilai sekaligus landasan legal bagi segenap aktivitas manusia,
termasuk dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.
Akan tetapi yang harus menjadi
perhatian disini adalah dimana Islam memberi penjelasan bahwa manusia diberi
karunia akal untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan
dunia. Sebagaimana hadits masyhur yang diriwayatkan oleh Muslim dimana Nabi
Muhammad SAW ketika ditanya tentang metode pembuahan pohon kurma oleh sahabat.
Hadits itu, dalam sebagian riwayat berbunyi: "Kalian lebih tahu tentang
perkara dunia kalian"(Hadist ini diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab
Sahih-nya, dalam kitab Al Fadlail, dari riwayat Thalhah, Rafi' bin Khudaij,
A'isyah, dan Anas r.a. (hadist-hadist no. 2361-2363) dari Shahih Muslim).
Psikologi Islam
Berangkat dari keterbatasan ilmu
psikologi modern inilah yang menyebabkan para ilmuwan muslim mulai
mengembangkan psikologi Islam. Disamping itu telah diketahui bahwa dalam
sejarah Islam sendiri telah banyak para pemikir Islam yang menulis buku
berkaitan dengan ilmu kejiwaan. Misalnya konsep perkembangan moral dan rasio
seseorang bisa dibaca dalam karya klasik Ibn Thufail yang berjudul Hayy ibn
Yaqzhan. Atau konsep-konsep umum mengenai nafs, qalb, atau akal yang
dikemukakan oleh tokoh semacam al-Ghazali, Ibn Miskwaih, Ibnul Qoyyim al-Jauzi,
dan lain-lain.
Dalam perkembangannya
sebagaimana ditulis oleh Ahmad Faqih HN dalam artikelnya "Menggagas
Psikologi Islami: Mendayung di Antara Paradigma Kemodernan dan Turats
Islam" bahwa pengembangan psikologi Islam terbagi menjadi 2 kelompok.
Kelompok pertama adalah mereka yang memiliki latar belakang pendidikan
psikologi modern dan kemudian bersentuhan dengan konsep-konsep psikologi yang
dibahas dalam ajaran Islam. Mereka lalu mulai mencocokan dan mengintegrasikan
ilmu psikologi yang mereka kuasai dengan apa yang ada dalam Al Qur'an dan
Hadist serta khasanah klasik Islam, dan pada tingkat yang lebih lanjut mulai
mengkritisi teori psikologi barat yang dinilai tidak sesuai.
Sedangkan kelompok kedua adalah
mereka yang memang langsung menggali khasanah klasik Islam yang diantaranya
membahas tentang ilmu kejiwaan manusia. Misalnya, Abdul Mujib dan Achmad
Mubarok. Keduanya bukanlah psikolog dan tidak memiliki latar belakang
pendidikan psikologi, namun mereka memiliki akses terhadap literatur-literatur
berbahasa Arab yang di situ terhampar pemikiran-pemikiran cendekiawan muslim
klasik yang bersinggungan dengan psikologi.
Perkembangan kajian psikologi
Islam yang cukup pesat dari kedua kelompok tersebut memberi harapan bahwa
nantinya psikologi Islam dapat digunakan sebagai mahzab kelima psikologi
setelah psikoanalisis, behavioristik, humanistik, dan transpersonal. Akan
tetapi kalau mau dicermati kedua model pengembangan tersebut masih memiliki
kelemahan-kelemahan fundamental yang harus diwaspadai jika ingin mendapatkan
hasil yang maksimal. Misalnya, apabila terlalu memfokuskan pada pendekatan
modern kemudian hanya melabelkannya dengan Islam, maka yang terjadi adalah
bukan muncul suatu ilmu, melainkan hanya menempel-nempelkan yang dianggap cocok
(labeling).
Sedangkan di sisi lain adalah
adanya kebutuhan akan ilmu-ilmu baru yang memang belum ada dalam kajian para
ilmuwan Islam masa pertengahan dan tidak dibahas Al Qur'an dan Hadist secara
langsung. Ilmu-ilmu tersebut misalnya manajemen perusahaan, akuntansi modern,
tekhnologi informasi dan komunikasi, dan lain-lain. Tetapi tentang hal yang
tidak diketahui, secara konsep telah diberikan solusinya dalam Al Qur'an yaitu
"…maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui"(An-Nahl :43).
Makna Pemimpin dan Kepemimpinan
Stogdill (1974) yang merupakan
salah satu ahli yang banyak meneliti dalam bidang kepemipinan menyatakan dalam
bukunya Handbook of Leadership. A Survey of Theory and Research bahwa definisi
kepemimpinan yang ada hampir sama dengan jumlah orang yang mendefinisikannya.
Ia sendiri dalam buku yang sama mendefinisikan kepemimpinan sebagai proses atau
tindakan untuk mempengaruhi aktivitas suatu kelompok organisasi dalam usaha
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Sedangkan Locke (1997)
sebagaimana dirangkum oleh Th. Agung M. Harsiwi (2003) menjelaskan kepemimpinan
mencakup tiga elemen berikut :
1) Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi
(relational concept). Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang
lain (para pengikut). Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin.
Tersirat dalam definisi ini adalah premis bahwa para pemimpin yang efektif
harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para
pengikut mereka.
2) Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar
bisa memimpin, pemimpin harus melakukan
sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner (1986-1988)
kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi
otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun
sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
3) Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain
untuk mengambil tindakan. Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara,
seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi
teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi
organisasi, dan mengkomunikasikan visi.
Islam sebagai agama yang
sempurna sangat memperhatikan tentang masalah kepemimpinan ini. Pemimpin yang
dalam bahasa Al Qur'an disebut khalifah sangat sering disebutkan dan dibahas
dalam Al Qur'an. Diantaranya ayat-ayat tersebut adalah : "Sesungguhnya aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi" (Qs Al Baqarah :30),
kemudian pada ayat yang lain Allah berfirman "Sesungguhnya kami menjadikan
kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara)
diantara manusia adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia
menyesatkan kamu dari jalan Allah" (Qs As Shaad:26), "Dialah yang
menjadikan kami khalifah-khalifah dimuka bumi" (Qs Al Fathir : 39), dan
masih ada banyak ayat-ayat yang lain.
Salah satu bukti pentingnya
seorang pemimpin dapat kita lihat dari sebuah hadist yang memerintahkan untuk
mengangkat seorang pemimpin walaupun hanya dalam keadaan berpergian dengan
jumlah tiga orang, yaitu "Apabila ada tiga orang keluar bepergian, maka
hendaklah mereka menjadikan salah seorang sebagai pemimpin" (H.R Abu
Daud). Dan juga dapat kita lihat dari dalamnya sabda Rasululullah SAW, "Kamu
semuanya pemimpin (di tempatdan bidangnya masing-masing) dan semua kamu akan
diminta pertanggungjawabannya. Dan Imam (penguasa) itu adalah pemimpin dan akan
diminta pertanggungjawabannya" (H. R. Bukhari dan Muslim).
Pemimpin Perusahaan Yang Tangguh
Semua pekerjaan baik itu besar
maupun kecil harus dilakukan oleh orang yang tepat, istilah populernya “the
right man in the right place”. Rasulullah SAW beberapa abad yang lampau telah
mengingatkan "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya
(tidak memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat
kehancurannya" (H.R. Bukhari bab Ilmu).
Terlebih lagi urusan pemimpin
yang memegang kendali terhadap apa yang dipimpinnya. Dalam hal ini pemimpin
perusahaan yang ditangannya terletak masa depan perusahaan dan seluruh pihak
yang merupakan stake holders perusahaan tersebut. Kepemimpinan sebagai salah
satu penentu arah dan tujuan organisasi harus mampu menyikapi perkembangan
zaman. Pemimpin yang tidak dapat mengantisipasi dunia yang sedang berubah ini,
atau setidaknya tidak memberikan respon, besar kemungkinan akan memasukkan
organisasinya dalam situasi stagnasi dan akhirnya mengalami keruntuhan.
Seorang pemimpin perusahaan
yang ideal haruslah seorang yang mempunya kapabilitas dan profesionalitas agar
dapat memimpin dengan manajemen dan sistem yang baik. Sudah begitu banyak buku
manajemen dan psikologi yang ditulis oleh para ahli yang mencoba merumuskan
karakteristik dari pemimpin perusahaan yang tangguh dan efektif. Dua buku yang
paling populer membahas tentang ini adalah The 7 Habits of Highly Effective
Person (Stephen R Covey : 1989) dan Managing People is like Herding Cats
(Warren Bennis : 1997)
Dalam bukunya Stephen R Covey
menguraikan bahwa beberapa kriteria pemimpin organisasi yang efektif adalah :
·
Mau terus belajar
Pemimpin harus menganggap seluruh hidupnya sebagai rangkaian dari proses belajar yang tiada henti untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasannya
Pemimpin harus menganggap seluruh hidupnya sebagai rangkaian dari proses belajar yang tiada henti untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasannya
·
Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin yang baik akan melihat kehidupan ini sebagai misi bukan karir, dimana ukuran keberhasilan mereka adalah bagaimana mereka bisa menolong dan melayani orang lain, karena dasar yang melandasinya kepemimpinan adalah kesediaan untuk memikul beban orang lain.
Seorang pemimpin yang baik akan melihat kehidupan ini sebagai misi bukan karir, dimana ukuran keberhasilan mereka adalah bagaimana mereka bisa menolong dan melayani orang lain, karena dasar yang melandasinya kepemimpinan adalah kesediaan untuk memikul beban orang lain.
·
Memberikan energi positif
Energi positif yang dipancarkan akan dapat mempengaruhi orang-orang di sekitarnya, sehingga dapat tampil sebagai juru damai dan penengah untuk menghadapi dan membalikkan energi destruktif menjadi positif.
Energi positif yang dipancarkan akan dapat mempengaruhi orang-orang di sekitarnya, sehingga dapat tampil sebagai juru damai dan penengah untuk menghadapi dan membalikkan energi destruktif menjadi positif.
·
Mempercayai
orang lain
Dengan mempercayai orang lain maka seorang pemimpin dapat menggali dan menemukan kemampuan tersembunyi dari pekerjanya.
Dengan mempercayai orang lain maka seorang pemimpin dapat menggali dan menemukan kemampuan tersembunyi dari pekerjanya.
·
Memiliki
keseimbangan hidup
Pemimpin efektif merupakan pribadi seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasai diri, bijak, tidak gila kerja dan menjadi budak rencana-rencana sendiri.
Pemimpin efektif merupakan pribadi seimbang, tidak berlebihan, mampu menguasai diri, bijak, tidak gila kerja dan menjadi budak rencana-rencana sendiri.
·
Jujur
pada diri sendiri
Sikap ini ditunjukkan dengan sikap mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan sebagai hal yang berjalan berdampingan dengan kegagalan.
Sikap ini ditunjukkan dengan sikap mau mengakui kesalahan dan melihat keberhasilan sebagai hal yang berjalan berdampingan dengan kegagalan.
·
Mau
melihat hidup sebagai sesuatu yang baru
Pemimpin yang mampu dan mau melihat hidup sebagai sesuatu yang baru akan memiliki kehendak, inisiatif, kreatif, dinamis dan cerdik.
Pemimpin yang mampu dan mau melihat hidup sebagai sesuatu yang baru akan memiliki kehendak, inisiatif, kreatif, dinamis dan cerdik.
·
Memegang
teguh prinsip
Mampu memegang teguh prinsip dan tidak mudah dipengaruhi, namun untuk hal harus dikompromikan dapat bersifat luwes.
Mampu memegang teguh prinsip dan tidak mudah dipengaruhi, namun untuk hal harus dikompromikan dapat bersifat luwes.
·
Sinergistik
Pemimpin harus bersikap sinergistik dan menjadi katalis perubahan, sehingga setiap situasi yang dimasukinya selalu diupayakan menjadi lebih baik karena selalu produktif dalam cara-cara baru dan kreatif.
Pemimpin harus bersikap sinergistik dan menjadi katalis perubahan, sehingga setiap situasi yang dimasukinya selalu diupayakan menjadi lebih baik karena selalu produktif dalam cara-cara baru dan kreatif.
·
Selalu
memperbaharui diri
Pemimpin harus bersedia secara teratur melatih empat dimensi kepribadian manusia, yaitu fisik, mental, emosi, dan spiritual untuk memperbarui diri secara bertahap.
Pemimpin harus bersedia secara teratur melatih empat dimensi kepribadian manusia, yaitu fisik, mental, emosi, dan spiritual untuk memperbarui diri secara bertahap.
Sedangkan Warren Bennis (1997)
sebagaimana dirangkum oleh Cahyo Pramono dalam tulisannya di Waspada Online (26
Juli 2004) menulis dalam bukunya Managing People is like Herding Cats yang juga
telah diterbitkan dalam versi bahasa Indonesia, mensyaratkan bahwa seorang
pemimpin perusahaan yang tangguh haruslah mempunyai karakteristi-karakteristik
berikut :
a) Pengenalan diri
Secara pasti mereka mengenal kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Bahkan mereka sering menggunakan jasa pihak lain untuk memberikan masukan dan pemahaman atas kepribadiannya. Dengan bekal pemahaman atas dirinya, mereka bergerak maju memperbaiki kekurangan dan melesat jauh bersama kelebihannya.
b) Terbuka terhadap umpan balik
Pemimpin yang efektif mengembangkan sumber-sumber umpan balik yang bervariasi dan berharga mengenai perilaku dan kinerja mereka. Pemimpin yang efektif cenderung memiliki gaya yang terbuka. Dalam proses pembelajaran tersebut kadang pemimpin yang efektif dan dinamis menjadi sangat reflektif terhadap apa yang dikerjakan, kendati hal tersebut membuat mereka menjadi terbuka dan rawan terhadap kritik.
c) Pengambil resiko yang selalu ingin tahu
Kebanyakan pemimpin adalah petualang, pengambil risiko dan selalu ingin tahu bahkan sangat ingin tahu. Mereka tampak mampu mengambil risiko sangat besar dan membiasakan dirinya selalu terlibat dalam situasi berbahaya yang mereka sadari sebelumnya. Hampir selalu terjadi, para pemimpin besar mengalami kemunduran, krisis, atau kegagalan dalam kehidupan mereka.
d) Konsentrasi pada pekerjaan
Mereka adalah orang-orang yang walaupun berkemampuan kecil dalam hubungan antar pribadi, tetapi memiliki tingkat konsentrasi yang luar biasa. Mata tajam mereka terfokus pada pekerjaan, perusahaan, sasaran-sasaran, dan misi misi mereka.
a) Pengenalan diri
Secara pasti mereka mengenal kelebihan dan kekurangan yang mereka miliki. Bahkan mereka sering menggunakan jasa pihak lain untuk memberikan masukan dan pemahaman atas kepribadiannya. Dengan bekal pemahaman atas dirinya, mereka bergerak maju memperbaiki kekurangan dan melesat jauh bersama kelebihannya.
b) Terbuka terhadap umpan balik
Pemimpin yang efektif mengembangkan sumber-sumber umpan balik yang bervariasi dan berharga mengenai perilaku dan kinerja mereka. Pemimpin yang efektif cenderung memiliki gaya yang terbuka. Dalam proses pembelajaran tersebut kadang pemimpin yang efektif dan dinamis menjadi sangat reflektif terhadap apa yang dikerjakan, kendati hal tersebut membuat mereka menjadi terbuka dan rawan terhadap kritik.
c) Pengambil resiko yang selalu ingin tahu
Kebanyakan pemimpin adalah petualang, pengambil risiko dan selalu ingin tahu bahkan sangat ingin tahu. Mereka tampak mampu mengambil risiko sangat besar dan membiasakan dirinya selalu terlibat dalam situasi berbahaya yang mereka sadari sebelumnya. Hampir selalu terjadi, para pemimpin besar mengalami kemunduran, krisis, atau kegagalan dalam kehidupan mereka.
d) Konsentrasi pada pekerjaan
Mereka adalah orang-orang yang walaupun berkemampuan kecil dalam hubungan antar pribadi, tetapi memiliki tingkat konsentrasi yang luar biasa. Mata tajam mereka terfokus pada pekerjaan, perusahaan, sasaran-sasaran, dan misi misi mereka.
e) Menyeimbangkan tradisi dengan perubahan
Alfred North Whitehead pernah mengatakan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin efektif, anda harus memiliki keterikatan, baik dengan budaya maupun dengan kebutuhan akan revisi dan perubahan. Anda mesti waspada dengan tradisi, tetapi tak terjerat olehnya.
f) Bertindak sebagai model dan mentor
Pemimpin bangga menjadi seorang mentor dan merasakan kemenangan ketika mereka pada akhirnya berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Pemimpin menghargai kemenangan itu dengan menjadikan seluruh periode kehidupan sebagai proses belajar, dan memanfaatkan semua pengalaman secara didaktik.
Alfred North Whitehead pernah mengatakan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin efektif, anda harus memiliki keterikatan, baik dengan budaya maupun dengan kebutuhan akan revisi dan perubahan. Anda mesti waspada dengan tradisi, tetapi tak terjerat olehnya.
f) Bertindak sebagai model dan mentor
Pemimpin bangga menjadi seorang mentor dan merasakan kemenangan ketika mereka pada akhirnya berhasil melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Pemimpin menghargai kemenangan itu dengan menjadikan seluruh periode kehidupan sebagai proses belajar, dan memanfaatkan semua pengalaman secara didaktik.
Selain 2 diatas, masih banyak
lagi rumusan ciri dan karakteristik pemimpin perusahaan yang tangguh dan
efektif, diataranya adalah dati Enterprising Nation (1995), yang mensyaratkan
untuk menjadi pemimpin perusahaan yang tangguh haruslah memiliki delapan
kompetensi, yaitu: (a) people skills, (b) strategic thinker, (c) visionary, (d)
flexible and adaptable to change, (e) self-management, (f) team player, (g)
ability to solve complex problem and make decisions, dan (h) ethical/high
personal standards.
Sedang American Management
Association (1998) dalam buku Eighteen Manager Competencies yang mereka
terbitkan sendiri, menuliskan 18 kompetensi yang harus dimiliki manajer
tangguh, yaitu: (a) efficiency orientation, (b) proactivity, (c) concern with
impact, (d) diagnostic use of concepts, (e) use of unilateral power, (f)
developing others, (g) spontaneity, (h) accurate self-assessment, (i)
self-control, (j) stamina and adaptability, (k) perceptual objectivity, (l)
positive regard, (m) managing group process, (n) use of sosialized power, (o)
self-confidence, (p) conceptualization, (q) logical thought, dan (r) use of
oral presentation.
Rumusan-rumusan diatas sudah
mencukupi dan dapat mewakili yang lain dalam merumuskan karakteristik pemimpin
perusahaan yang tangguh dari perspektif psikologi dan manajemen. Namun berbeda
dengan konsep modern yang melihat target hanyalah untuk mendapatkan keuntungan
dunia, sebaliknya Islam lebih dari itu telah memberikan solusi agar yang kita
kerjakan juga dapat menghasilkan keuntungan akhirat disamping dunia. Oleh
karena itu konsep rumusan karakteristik pemimpin tangguh yang telah ada harus
diintegrasikan dengan perinsip-prinsip yang sangat indah dari prinsip
kepemimpinan Islam, sehingga yang didapatkan bukan hanya pemimpin perusahaan
yang tangguh tetapi betul-betul seorang pemimpin perusahaan yang ideal.
2.Pemimpin yang tangguh +
Prinsip Kepemimpinan Islam = Pemimpin Ideal
Sebagai sebuah agama yang
komprehensif dan secara lengkap mengatur segala aspek kehidupan manusia, agama
Islam memiliki prinsip-prinsip mendasar yang secara khusus mengatur penjabaran
visi, misi, kewajiban, fungsi, tugas, wewenang, tanggung jawab manusia dimuka
bumi ini. Tidak terkecuali dalam memimpin sebuah perusahaan, setiap pribadi
yang mendapat amanah sebagai pemimpin harus tetap memegang prinsip-prinsip
Islam yang sangat mulia.
Sebagaimana firman-Nya :
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan,
dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu
musuh yang nyata bagimu "(Al Baqarah :208).
Berkaitan dengan kepemimpinan
yang termasuk didalamnya kepemimpinan dalam perusahaan, Islam juga telah
memberikan konsep dan prinsip yang lengkap dan sempurna. Diantara prinsip yang
paling utama untuk membentuk pemimpin yang ideal adalah :
a.
Prinsip
Ibadah
Seorang pemimpin yang pada hakekatnya adalah makhluk ciptaan-Nya, maka sudah seharusnya dalam seluruh amal perbuatannya didasarkan pada tujuan utama ikhlas mencari ridha Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya : "Dan tidak Ku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku" (Qs Adz Dzaariyat :56), dan juga pada ayat lain, "Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah saja dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun jua dan hendaklah kamu berbuat baik
Seorang pemimpin yang pada hakekatnya adalah makhluk ciptaan-Nya, maka sudah seharusnya dalam seluruh amal perbuatannya didasarkan pada tujuan utama ikhlas mencari ridha Allah SWT. Sebagaimana firman-Nya : "Dan tidak Ku ciptakan Jin dan Manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku" (Qs Adz Dzaariyat :56), dan juga pada ayat lain, "Dan hendaklah kamu beribadat kepada Allah saja dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun jua dan hendaklah kamu berbuat baik
kepada kedua ibu bapa, kaum
kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat, tetangga
yang jauh, rekan sejawat, orang musafir yang terlantar dan juga hamba sahaya
yang kamu miliki". (Qs An Nisa' : 36 ).
b.
Prinsip
Amanah
Seorang pemimpin yang mengaku beriman dan Islam, harus menjalankan 2 jenis amanah yang dibebankan kepadanya. Amanah yang pertama berasal dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Yaitu kewajiban untuk menjalankan segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya dan larangan Rasul-Nya. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan itu, meliputi segala bidang, baik yang bersifat pibadi, maupun umum. Baik yang berhubungan langsung dengan Allah SWT (hablum minallahi) yang mengandung aspek ritual, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannasi) yang mengandung aspek sosial.
Amanah yang kedua adalah yang berasal dari manusia. Amanah ini meliputi berbagai hal yang menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari, baik dalam urusan pribadi, maupun urusan bersama. Setiap individu yang mendapat amanah dari manusia untuk pemimpin mendapat beban amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar. Sebagaimana firman Allah SWT, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui (akibatnya)" (Qs. Al-Anfaal : 27-28), dan juga ayat-ayat lain yang bermakna sama.
Seorang pemimpin yang mengaku beriman dan Islam, harus menjalankan 2 jenis amanah yang dibebankan kepadanya. Amanah yang pertama berasal dari Allah SWT dan Rasul-Nya. Yaitu kewajiban untuk menjalankan segala perintah Allah SWT dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala larangan-Nya dan larangan Rasul-Nya. Menjalankan perintah dan menjauhi larangan itu, meliputi segala bidang, baik yang bersifat pibadi, maupun umum. Baik yang berhubungan langsung dengan Allah SWT (hablum minallahi) yang mengandung aspek ritual, maupun yang berhubungan dengan sesama manusia (hablum minannasi) yang mengandung aspek sosial.
Amanah yang kedua adalah yang berasal dari manusia. Amanah ini meliputi berbagai hal yang menyangkut hajat hidup manusia sehari-hari, baik dalam urusan pribadi, maupun urusan bersama. Setiap individu yang mendapat amanah dari manusia untuk pemimpin mendapat beban amanah untuk mengurus, mengatur, memelihara dan melaksanakan kewajiban itu secara baik dan benar. Sebagaimana firman Allah SWT, "Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu sedangkan kamu mengetahui (akibatnya)" (Qs. Al-Anfaal : 27-28), dan juga ayat-ayat lain yang bermakna sama.
12
c.
Prinspip Ilmu / Profesionalitas
Prinsip ilmu maksudnya adalah semua pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah : "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya "(Qs Al Israa': 36). Selain itu masih banyak ayat-ayat dalam Al Qu'an yang menggambar pentingnya ilmu, termasuk ayat yang pertama kali turun memerintahkan untuk ikra' (membaca).
Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadist yang sudah sangat sering kita dengar mengatakan bahwa, "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya" (H. R. Bukhari bab Ilmu). Dan juga Imam Syafi'i yang merupakan salah satu ulama besar Islam mengatakan bahwa "barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan dua-duanya maka hendaklah dengan ilmu." (Al-Majmu' Imam An-Nawawi).
Prinsip ilmu maksudnya adalah semua pekerjaan itu harus dilakukan berdasarkan dengan ilmu pengetahuan, sebagaimana firman Allah : "Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan mengenainya "(Qs Al Israa': 36). Selain itu masih banyak ayat-ayat dalam Al Qu'an yang menggambar pentingnya ilmu, termasuk ayat yang pertama kali turun memerintahkan untuk ikra' (membaca).
Nabi Muhammad SAW dalam salah satu hadist yang sudah sangat sering kita dengar mengatakan bahwa, "Jika suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya (tidak memiliki kapasitas untuk mengembannya), maka tunggulah saat kehancurannya" (H. R. Bukhari bab Ilmu). Dan juga Imam Syafi'i yang merupakan salah satu ulama besar Islam mengatakan bahwa "barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan dua-duanya maka hendaklah dengan ilmu." (Al-Majmu' Imam An-Nawawi).
d.
Prinsip Keadilan
Allah SWT adalah yang Maha Adil dan sangat mencintai keadilan, hal itu dapat kita lihat dengan banyaknya perintah untuk berbuat adil di dalam Al Qur;an. Beberapa diantaranya adalah : "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
Allah SWT adalah yang Maha Adil dan sangat mencintai keadilan, hal itu dapat kita lihat dengan banyaknya perintah untuk berbuat adil di dalam Al Qur;an. Beberapa diantaranya adalah : "Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatannya. Maka janganlah
kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu
memutar balikkan atau enggan menjadi
saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan."(An Nisaa :135), dan
juga "Katakanlah : Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan. Dan :
Luruskanlah muka mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan
mengikhlaskan keta'atanmu kepada-Nya. Sebagaimana Dia telah menciptakan kamu
pada permulaan "(Al A'raaf : 29).
e.
Prinsip
Etos Kerja / Kedisiplinan
Islam adalah agama yang mengajarkan kerja keras dan usaha disamping berdoa untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Islam tidak pernah mengajarkan untuk hanya tinggal berharap dan berpangku tangan. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT bahwa, "yang demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Qs Al Anfaal : 53).
Islam adalah agama yang mengajarkan kerja keras dan usaha disamping berdoa untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Islam tidak pernah mengajarkan untuk hanya tinggal berharap dan berpangku tangan. Sebagaimana difirmankan oleh Allah SWT bahwa, "yang demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri, dan sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui" (Qs Al Anfaal : 53).
f.
Pada
ayat :"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka
bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya
kamu beruntung" (QS Al Jumu'ah : 10), Allah SWT memerintahkan kepada
manusia untuk segera bekerja setelah beribadah dan tidak hanya pasrah dengan
alasan zuhud atau tawakkal. Maha benar Allah SWT yang telah berfirman :"
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari duniawi… "(Qs Al
Qashash : 77)
g.
Prinsip
Akhlaqul Qarimah
Sebagai seorang yang beriman sudah sepantasnya kita mencontoh Rasulullah SAW dalam seluruh aspek kehidupan terutama menyangkut masalah akhlak. Semua orang yang mengenal beliau, baik kawan maupun lawan pastilah akan memuji kemuliaan akhlak dan kepribadian beliau. Bahkan 'Aisyah istri beliau ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, mengatakan bahwa seperti Al Qur'an. Allah SWT sendiri dalam salah satu ayat memuji beliau dengan mengatakan : "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung" (Qs Al Qalam : 4).
Allah SWT juga telah menyampaikan kepada manusia apabila ingin memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat agar mencontoh dan meneladani akhlak beliau, sebagaimana tersirat dalam ayat berikut, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu dan bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah " (QS Al Ahzaab : 21).
Sebagai seorang yang beriman sudah sepantasnya kita mencontoh Rasulullah SAW dalam seluruh aspek kehidupan terutama menyangkut masalah akhlak. Semua orang yang mengenal beliau, baik kawan maupun lawan pastilah akan memuji kemuliaan akhlak dan kepribadian beliau. Bahkan 'Aisyah istri beliau ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah, mengatakan bahwa seperti Al Qur'an. Allah SWT sendiri dalam salah satu ayat memuji beliau dengan mengatakan : "Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung" (Qs Al Qalam : 4).
Allah SWT juga telah menyampaikan kepada manusia apabila ingin memperoleh kebaikan di dunia dan akhirat agar mencontoh dan meneladani akhlak beliau, sebagaimana tersirat dalam ayat berikut, "Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu dan bagi orang yang mengharap Allah dan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah " (QS Al Ahzaab : 21).
B. Penutup
dan Kesimpulan
Para
ilmuwan dan pemikir Islam seharusnya berusaha lebih keras dalam melakukan
pengembangan psikologi Islam yang diharapkan nantinya dapat menjadi penyeimbang
konsep psikologi modern yang cenderung sekularistik. Konsep dan rumusan prinsip
mulia yang dimiliki Islam apabila dapat diintegrasikan secara tepat dan cermat
dengan konsep psikologi dan manajemen modern akan menghasilkan suatu konsep
baru dalam menciptakan model kepemimpinan dalam perusahaan yang ideal. Seorang
pemimpin tidak hanya dapat membawa perusahaan yang dipimpinnya melesat maju,
akan tetapi yang terpenting adalah bisa membawa kebaikan di dunia dan akhirat
untuk dirinya dan orang lain.
Dalam firman-Nya yang mengatakan bahwa
manusia adalah seorang pemimpin di muka bumi, mengisyaratan bahwa dalam diri
manusia memang sudah tertanam jiwa-jiwa pemimpin. Tinggal si manusianya yang
menentukan, apakah ia mau atau tidak menggali potensi tersebut. Potensi itulah
yang idealnya harus terus digali dan dimaksimalkan dalam kehidupan, yang dalam
contoh kecilnya adalah dalam hal memimpin perusahaan.
Keberhasilan suatu perusahaan/organisasi
sangat tergantung pada kemampuan leadership
sang pemimpin. Kemampuan leadership sang pemimpin tersebut juga sangat
dipengaruhi oleh karakternya. Pembentukan karakter inilah yang menjadi poin
penting dalam pengembangan skill leadership. Pemimpin perusahaan yang
ideal dalam psikologi Islam, umumnya memiliki karakter yang tangguh dan
memiliki prinsip kepemimpinan Islam, yang didalamnya terdapat prinsip ibadah,
amanah, ilmu, keadilan, etos kerja, dan akhlaqul karimah.
Dalam menghadapi tantangan bisnis diera
globalisasi seperti sekarang, sangatlah dituntut peran pemimpin perusahaan yang
ideal, yang mampu menyeimbangkan antara kemampuan intelegensia, emosional, serta
spiritual, yang meskipun dalam konsep psikologi barat, kemampuan spiritual
tidak ada hubungannya dengan kereligiusan seseorang. Namun, pada hakekatnya,
konsep spiritual tersebut merupakan implementasi dari konsep penghambaan
manusia terhadap Tuhannya, sehingga ia tidak melupakan hakikat mereka dimuka
bumi ini yang pada akhirnya kepemimpinannya tersebut akan dimintai pertanggung
jawaban.
15
C.Sumber:
- 1. Al Qur'an dan Hadist Nabi Muhammad SAW
- 2. Covey, Stephen R. 1989. The 7 Habits of Highly Effective Person. New York : Simon & Schuster
- 3. Faqih HN, Ahmad. 2004. Menggagas Psikologi Islami:Mendayung di Antara Paradigma Kemoderenan dan Turats Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukan komentar Anda