PENDAHULUAN
Kehidupan ekonomi masyarakat Indonesia terasa tetap buruk sejak ambruk
pada krisis Mei 1998. Kemudian, mengapa demikian sulit memahami dan mengatasi
krisis? Jawabnya karena sebab setiap masalah selalu kompleks, namun selalu
ada akar masalah utamanya, baik masalah
perencanaan, implementasi, koordinasi maupun masalah evaluasi.
Banyak
organisasi yang antar unitnya tidak terkoordinasi dengan baik. Ada unit yang
dipenuhi oleh orang-orang pintar, terlatih, dan para eksekutif yang
berpendidikan tinggi, namun diantara mereka tidak menghasilkan kinerja yang
baik. Masing-masing individu dan unit
bekerja sendiri-sendiri sehingga kinerja organisasi tidak berjalan sesuai
dengan perencanaan strategis organisasi. Sebagai contoh antara lain PSSI, organisasi ini dihuni oleh orang-orang hebat tetapi prestasi
PSSI tidak membanggakan, DPR RI yang dihuni oleh orang-orang pintar, pengusaha,
intelektual, dan selebritis namun kinerja mereka dibawah harapan. Contoh
lainnya yaitu Kemendiknas, institusi ini dihuni orang-orang hebat, namun tidak
mampu menghasilkan kebijakan yang dapat menyelesaikan masalah-masalah
pendidikan.
Mengapa
hal di atas dapat terjadi? Banyak penjelasan untuk mencari faktor-faktor
penyebabnya, salah satunya adalah mengenai aligning
(penyelarasan) yang tidak berjalan dalam organisasi. Pentingnya aligning dalam organisasi adalah untuk
menyamakan persepsi mengenai tujuan yang akan dicapai organisasi dan
menghilangkan berbagai pengaruh yang menghambat pencapaian visi organisasi
Aligning merupakan proses
penting agar organisasi efektif dan efesien. Aligning merupakan bagian penting dalam implementasi perencanaan
strategis. Sebab perencanaan strategis
memerlukan implementasi yang konsisten. Antara lain dengan melaksanakan aligning
process (proses penyelarasan) secara benar.
Berdasarkan
pemikiran di atas makalah akan ini akan menjelaskan arti penting dari aligning, baik aligning internal,
eksternal, vertical, horizontal, maupun value aligning (penyelarasan nilai).
Untuk melengkapi, makalah ini akan menguraikan bagaimana sebuah organisasi
menjadi organisasi pembelajar.
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Aligning
Saat
menyaksikan perlombaan olah raga perahu naga, maka terdapat sejumlah hal yang
menarik yang perlu dicermati. Pertama tentunya adalah dalam hal jumlah
pedayung. Walaupun terdapat begitu banyak pedayung, namun perahu tetap dapat
melaju lurus. Yang kedua, adalah cara para pedayung itu memainkan dayungnya.
Terlihat bagaimana mereka melakukannya seirama, mengayunkan dayungnya ke dalam
air dengan selaras. Tanpa adanya keselarasan, tidak peduli seberapa kuat tenaga
yang diayunkan setiap orang, perahu itu kemungkinan hanya akan berputar-putar
saja atau terseok-seok. Ketiga, adalah adanya sosok yang berada di haluan
perahu dengan tugas memukul semacam tambur. Alunan dari tambur itulah yang akan
menjadi pemandu bagi para pedayung untuk memainkan dayungnya seirama. Irama itu
juga berperan untuk memberikan semangat kepada para pedayung untuk terus
mengeluarkan upaya terbaiknya.
Gambaran
di atas mencerminkan bagaimana menciptakan sinergi di dalam organisasi. Dengan
adanya sinergi, secara bersama-sama tim akan memperoleh hasil yang optimal,
terutama di dalam proses implementasi strategi. Tantangan yang umumnya dihadapi
adalah membangun kesatuan fokus dari semua satuan kerja kepada strategi
organisasi. Satuan kerja di dalam organisasi diibaratkan sebagai para pedayung
tadi. Setiap satuan kerja tentunya masing-masing diharapkan untuk
menghasilkan kinerja yang optimal. Namun yang jauh lebih penting adalah
bagaimana agar hasil kerja dari seluruh satuan kerja dapat memberikan hasil
yang juga optimal pada tataran organisasi.
Contoh
klasik yang sering diutarakan adalah bagaimana unit operasi mengganggap bahwa
rekannya di unit penjualan cenderung untuk over-promise. Di sisi lain
unit penjualan menggangap bahwa rekannya di unit operasi cenderung untuk under-deliver.
Salah perspesi semacam ini dapat timbul apabila masing-masing unit kerja
menjadikan target unitnya masing-masing sebagai acuan tunggal, tanpa mengindahkan
kapabilitas dari unit lain. Ketidakharmonisan ini akan semakin parah apabila
tidak ada sasaran strategis rujukan pada level organisasi yang menjadi acuan
kolaborasi antar unit kerja.
Menciptakan
kolaborasi antar unit kerja merupakan peran yang perlu dimainkan oleh jajaran
eksekutif organisasi sebagai “penabuh tambur dalam perahu naga”. Tim eksekutif
secara bersama-sama perlu menegaskan arah strategis yang ingin dijalani oleh
organisasinya (seperti irama yang selaras dari menabuh tambur). Mereka juga
yang memberikan semangat motivasi bagi seluruh elemen organisasi di dalam
menjalani rute strategis tersebut.
Secara teknis, proses
untuk menciptakan keselarasan strategis (strategic alignment) pada suatu
organisasi dimulai dari tataran tim eksekutif. Perlu terdapat suatu konsensus di antara tim eksekutif tentang tujuan dan
sasaran strategis yang ingin dicapai. Mereka pun perlu sepakat
tentang cara mengukur pencapaian sasaran strategis tersebut. Konsensus ini
penting karena inilah dasar rujukan bagi seluruh unit organisasi untuk
menunjukan kontribusi mereka terhadap pencapaian sasaran tersebut.
Aligning
berkaitan
erat dengan Balanced Scorecard
(BSC) yang telah menjadi jargon bisnis yang sangat populer sejak diperkenalkan
pertama kali di awal 90-an hingga dewasa ini. Balanced Scorecard adalah
Suatu sistem manajemen strategik yang secara komprehensif
dapat memberikan pemahaman tentang performance organisasi. Sistem manajemen
tersebut memandang unit organisasi dari empat perspektif, yaitu perspektif
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta proses pembelajaran dan
pertumbuhan.
Pencetus
gagasan ini, Robert Kaplan dan David P. Norton mengibaratkan bahwa bila kita
ingin naik ke pesawat terbang dimana pilotnya hanya menggunakan satu ukuran
dalam menerbangkan pesawatnya, yaitu kecepatan udara, maukah kita naik ke
pesawat tersebut? Tentu saja tidak. Demikian halnya dengan cara kita menilai
bisnis dimana pada saat itu kesehatan sebuah perusahaan hanya dilihat dari satu
indikator yaitu finansial belaka.
Kaplan dan
Norton dalam artikel pertamanya, The Balanced Scorecard: Measures That Drive
Performance, telah menekankan perlunya sistem ukuran kinerja yang berimbang
dengan menambahkan perspektif pelanggan, proses, pembelajaran dan pertumbuhan.
Sejak itu dunia
usaha riuh rendah berlomba untuk menjalankan Balanced Scorecard (BSC) di
perusahaan masing-masing, banyak perusahaan tidak menyadari bahwa benang merah
yang ingin ditanamkan oleh Kaplan dan Norton bukanlah pada kecanggihan dalam
sistem ukuran kinerja, namun justru bermuara pada satu hal: bagimana strategi
suatu perusahaan dijalankan secara efektif. Kaplan dan Norton dengan tegas menyampaikan
bahwa eksekusi yang konsisten dari strategi perusahaan jauh lebih penting dari
pada kualitas strategi itu sendiri. Artinya, kedua penulis ini menekankan bahwa
konsistensi dalam penerapan sebuah strategi bisnis merupakan hal penting dan
berdampak signifikan bagi pertumbuhan bisnis.
Alignment
menurut
Kaplan dan Norton berdasarkan pada
pemahaman bahwa sebagian besar perusahaan terdiri dari beberapa bisnis dan unit
pendukung dimana masing-masing mempunyai staf dan eksekutif handal. Namun
seringkali upaya setiap unit tidak terkoordinasi dengan baik yang akhirnya
menimbulkan konflik, hilangnya kesempatan dan menurunnya kinerja usaha secara
keseluruhan. Kaplan dan Norton menekankan bahwa tanggung-jawab untuk
penyelarasan berada di kantor pusat. Menurut mereka menerapkan sistem manajemen
BSC dalam formulasi strategi korporasi, dengan mengambil contoh
perusahaan-perusahaan yang telah mencapai sinergi dengan secara eksplisit
mendefinisikan peran kantor pusat dalam menetapkan, mengkoordinasi dan
memonitor strategi perusahaan.
Berdasarkan
riset terhadap organisasi/perusahaan di dunia, Kaplan dan Norton menunjukkan
bagaimana perusahaan tersebut dapat menetapkan peta strategi dan BSC yang secara jelas mengartikulasikan
proposisi nilai (value) pada tingkat
korporasi. Peta strategi adalah suatu dashboard (panel instrument) yang
memetakan sasaran
strategi organisasi dalam suatu kerangka hubungan sebab akibat
yang menggambarkan keseluruhan perjalanan strategi organisasi.
Kaplan dan
Norton memberi contoh studi kasus di
Bank Of Tokyo – Mitsubishi yang mulai mengimplementasi BSC sejak tahun 2001
dengan tujuan untuk meningkatkan
akuntabilitas, kerjasama, dan mengurangi risiko. Dengan jelas diilustrasikan
bagaimana empat persepektif dalam BSC diformulasikan melalui hubungan
sebab-akibat mulai dari SDM, proses internal (dengan penekanan pada pertumbuhan
pendapatan, pengelolaan risiko dan peningkatan produktivitas), pelanggan, dan
finansial. Peta tersebut juga menunjukkan sasaran dari bank secara keseluruhan,
sasaran spesifik setiap unit dan sasaran yang berlaku umum. Proses pengelolaan
risiko juga diilustrasikan dengan jelas mulai dari tingkat korporasi,
diturunkan (cascade) ke tingkat unit bisnis hingga samapi ke tingkat divisi.
Pada arah sebaliknya (bottom-up) merupakan proses agregasi risiko.
Tujuan yang
diharapkan dari alignment adalah
terjadinya efek sinergi dimana penggabungan dari komponen yang ada akan
menghasilkan hal yang jauh lebih besar daripada penjumlahan masing-masing
individu. Perusahaan-perusahaan yang tergolong di dalam Balanced Scorecard
Hall of Fame telah menunjukkan bahwa strategi dapat dijalankan dengan
sukses.
B.
Proses Penyelerasan
Banyak
organisasi melakukan sinergi antar unit, tetapi dengan cara terpisah-pisah dan
tidak terkoordinasi. Organisasi tidak memperlakukan penyelarasan sebagai sebuah
proses manajemen. Ketika tidak seorangpun merasa bertanggung jawab untuk
penyelarasan dalam organisasi, maka kesempatan untuk menciptakan value melalui
sinergi akan hilang. Oleh sebab itu aligment
harus diperlakukan sebagai sesuatu yang istimewa, antara lain top manajer harus
menjadi orang yang paling bertanggung jawab untuk menjamin terlaksananya
penyelarasan dalam organisasi. Adapun proses penyelarasan terdiri dari;
1.
Enterprise value proposition, yaitu organisasi merumuskan garis besar operasional impelementasi strategi untuk
mempengaruhi dari level bawah sampai level atas organisasi.
2.
Board and shareholder alignment, yaitu pemilik dan direktur mereview, menyetujui, dan
memonitor strategi organisasi.
3.
Corporate office to corporate support unit, yaitu strategi organisasi diwujudkan kedalam kebijakan
organisasi yang akan diadministrasikan oleh unit-unit dalam organisasi
4.
Corporate office to business unit, yaitu prioritas organisasi disosialisasikan ke semua
elemen dalam organisasi
5.
Business unit to support unit, yaitu prioritas strategi bisnis dari elemen- elemen dalam
organisasi disosialisaikan ke elemen fungsional
6.
Business unit to customer,
yaitu organisasi diwujudkan harapan
konsumen dan meminta umpan balik dari mereka.
7.
Business support unit to suppliers and other external
partners, yaitu organisasi mewujudkan semua
kepentingan pihak di luar organisasi seperti, supplier dan sekutu organisasi.
8.
Corporate support ,
yaitu organisasi pusat dan unit dibawahnya mendukung strategi organisasi
C.
Jenis- Jenis Aligning
Ketika Herb Kelleher, pendiri dan
CEO Southwest Airlines, sedang melakukan interview untuk kandidat CEO di
Southwest Airlines. Saat itu ia sedang menginterview Howard Putnam dan karena
Kelleher agak lelah, menarik mundur kursinya, duduk lebih relax, berusaha
membuat dirinya lebih santai, dan mengeluarkan kakinya dari sepatu.
Saat Howard Putnam melihat kaus kaki Herb Kelleher yang robek, ia seketika itu
juga berkata dengan yakin: “Mr. Kelleher sayalah kandidat yang paling tepat
untuk menjadi CEO Southwest Airlines.” Kelleher mengerutkan dahinya dan
bertanya kenapa Putnam bisa begitu yakin. “Karena seperti Anda, kaus kaki saya
juga robek,” jawab Putnam, sambil mengeluarkan kakinya dari sepatu. Kelleher
tersenyum, setelah melanjutkan wawancara beberapa lama, iapun menjabat tangan
Putnam dan mengangkat Putnam menjadi CEO di Southwest.
Ada hal yang menarik dalam cerita di
atas, yaitu terjadinya value alignment atau penyelarasan nilai, antara
Kelleher, Putnam dan Southwest Airlines. Apa kaitannya kaus kaki yang robek
dengan semu ini? Herb Kelleher adalah milyuner pendiri dan pemilik perusahaan penerbangan
yang besar,Howard Putnam adalah eksekutif puncak dan professional dengan
gaji besar yang sebelumnya juga sudah sukses, keduanya adalah orang yang secara
materi sudah jauh dari mapan, lalu kenapa keduanya masih memakai kaus kaki yang
robek? Jawabannya: kaus kaki yang robek inilah yang merupakan cerminan bahwa
keduanya merupakan pribadi yang cost
conscious, sama-sama hemat, sama-sama merasa pengeluaran sebaiknya
difokuskan kehal-hal yang penting dan strategis,
Ketika organisasi mencari kandidat
yang tepat untuk suatu posisi, sering yang diutamakan adalah capabilities
alignment atau penyelarasan kapabilitas, background pendidikan dan pengalaman,
untuk memastikan yang bersangkutan bisa menjadi the right person at the right place. Ketika ditanya kenapa Anda
adalah kandidat yang tepat untuk posisi ini? Banyak orang menjawab dengan
mengetengahkan latar belakang kapabilitas berupa pengalaman dan pendidikan
formal yang menurutnya dibutuhkan untuk sukses pada posisi itu, dengan kata
lain: ia orang yang mampu.
Kita perlu menggali lebih dalam,
sebelum masuk ke penyelarasan kemampuan atau kompetensi antara pekerja dan
pekerjaan, kita perlu melihat “why”
seseorang cocok untuk suatu posisi. Apa core
value yang dibutuhkan di perusahaan Anda dan apakah kandidat Anda
memilikinya? Apple selalu mencari kandidat yang bisa memperlihatkan bahwa
mereka “think different”, sesuai
dengan tag line mereka. Kandidat yang
tidak mampu berpikir berbeda tidak menarik buat Apple. Suatu perusahaan
multi-finance yang memposisikan dirinya sebagai “The Express Financing
Companies” membutuhkan kandidat yang mempunyai “kesigapan” sebagai core value-nya.
Value alignment
atau keselarasan nilai antara organisasi/perusahaan dan kandidat karyawan
sangat dibutuhkan. Jadi value alignment
harus dijadikan sebagai prasyarat yang dibutuhkan, sebelum dilanjutkan dengan
melihat capability alignment atau
keselarasan kemampuan. Value alignment
dapat menghasilkan the right person at
the right place.
Secara teknis, proses
untuk menciptakan keselarasan strategis (strategic alignment) pada suatu
organisasi dimulai dari tataran tim eksekutif. Perlu terdapat suatu konsensus di antara tim eksekutif tentang tujuan dan
sasaran strategis yang ingin dicapai. Mereka pun perlu sepakat tentang
cara mengukur pencapaian sasaran strategis tersebut. Konsensus ini penting
karena inilah dasar rujukan bagi seluruh unit organisasi untuk menunjukan
kontribusi mereka terhadap pencapaian sasaran tersebut.
Kegiatan berikutnya
adalah membentuk sinergi strategi dan kinerja melalui apa yang disebut dengan
proses penyelarasan vertikal (vertical
alignment) dan penyelarasan
mendatar (horizontal alignment). Pada aras penyelarasan vertikal, unit-unit kerja
akan mengidentifikasi aspek kinerja strategis manakah pada level organisasi
yang relevan bagi mereka. Selanjutnya unit kerja terkait memformulasi sasaran
kinerja di level unit yang dibutuhkan untuk memberi kontribusi terhadap
pencapaian sasaran strategis organisasi.
Penyelarasan mendatar
mencerminkan kerjasama antar unit kerja. Pada aras ini, suatu unit kerja akan
mendemonstrasikan bagaimana mereka dapat berkontribusi terhadap peningkatan
kinerja unit yang lain (sebagai pelanggan internal) sehingga unit “pelanggan”
ini mampu memberikan pengaruh strategis secara vertikal kepada organisasi.
Proses penyelarasan mendatar umumnya akan dilakukan oleh unit-unit kerja yang
bersifat pendukung, semisal divisi pengadaan, teknologi informasi, keuangan,
dan sumber daya manusia. Secara teknis, unit kerja pendukung akan membangun
sasaran kinerja di level unit yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan internal.
Jika hal ini dilakukan dengan tepat, maka mereka juga telah menunjukkan
bagaimana mereka berkontribusi secara tidak langsung terhadap pencapaian
sasaran kinerja organisasi. Jika seluruh upaya penyelarasan kinerja strategis
ini dilakukan dengan seksama, sungguh-sungguh dan konsisten maka working
together is success”.
D.
Organisasi Pembelajar
Kesuksesan organisasi pada saat ini
sangat tergantung pada kemampuan organisasi tersebut untuk belajar dan merespon
perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Manajer organisasi yang sukses
adalah orang yang mampu secara efektif menggunakan kebijaksanaan, mengelola organisasi
dengan berbasis ilmu pengetahuan, dan melakukan perubahan-perubahan yang
diperlukan. Disinilah letak pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi pembelajar adalah
pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar, beradaptasi dan berubah.
Sugeng Prabowo (2010) berpendapat
bahwa secara konseptual organisasi dapat dibedakan menjadi organisasi tradional
dan organisasi pemebalajar. Ada sepuluh factor yang membedakan antara konsep
organisasi tradisional dengan konsep organisasi pembelajar. Adapun perbedaan
kedua konsep tersebut sebagai berikut:
Faktor Pembeda Organisasi
No.
|
Konsep
Organisasi Tradisional
|
Konsep
Organisasi Pembelajar
|
1
|
Stabilitas
|
Perubahan yang tidak berkesudahan
|
2
|
Hirarkhis Birokratis
|
Kepemimpinan dari setiap orang
|
3
|
Organisasi yang kaku
|
Fleksibilitas
|
4
|
Pengendalian melalui aturan
|
Pengendalian melalui visi dan value
|
5
|
Informasi yang tertutup
|
Informasi yang disebarluaskan
|
6
|
Menerima hanya pada hal-hal yang pasti
|
Menerima keraguan
|
7
|
Reaktif dan menghindari resiko
|
Proaktif, dan keberanian menanggung resiko
|
8
|
Berfokus ke internal organisasi
|
Berfokus pada lingkungan kompetitif
|
9
|
Keunggulan bertahan
|
Keunggulan kompetitif yang berubah
|
10
|
Bersaing pada pasar yang ada
|
Bersaing pada pasar masa depan yang kontemporer
|
Perkembangan
organisasi pembelajar dalam pendidikan di Indonesia terus mengalami
perkembangan. Hal ini dapat terlihat dari
berbagai hal, mulai dari kebijakan penyelenggaraan dari pemerintah,
sampai dengan perubahan sebagai hasil perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Perubahan sebagai akibat kebijakan pemerintah misalnya, perubahan
dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi sehingga muncul model
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah
(MPMBS). Perubahan pola pengelolaan, sehingga muncul Komite Sekolah, Dewan
Pendidikan, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan, dan lain-lain.
Perubahan yang
berkaitan dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi misalnya perubahan
dalam proses pembelajaran, sehingga menghasilkan teori pembelajaran quantum (quantum
teaching/ learning), pembelajaran aktif (active learning), pembelajaran
kontekstual (contextual teaching learning). Perubahan dalam manajemen
misalnya Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), penggunaan
alat analisis Balance Scorecard, dan lain-lain.
Kondisi
perubahan yang cepat dan faktor persaingan yang tinggi mendorong pentingnya
organisasi pembelajar (learning organization). Organisasi Pembelajar
menurut Pedler, Boydell dan Burgoyne (1988) adalah organisasi yang
memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus
untuk dapat mentransformasi diri. Menurut Dale (2003) organisasi pembelajar
adalah organisasi yang; 1) mempunyai suasana dimana anggota-anggotanya secara
individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan potensi penuh mereka, 2)
memperluas budaya belajar ini sampai pada pelanggan, pemasok dan stakeholder
lain yang signifikan, 3) menjadikan strategi pengembangan sumber daya
manusia sebagai pusat kebijakan bisnis, dan 4) berada dalam proses transformasi
organisasi secara terus menerus.
Lembaga
pendidikan harus mampu mendorong melahirkan kondisi prasyarat yang oleh Peter
Senge (1990) disebut sebagai lima hal inti dalam pembentukan organisasi
pembelajar. Kondisi prasyarat tersebut harus dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis oleh lembaga pendidikan yaitu: (1) Keahlian Pribadi (Personal
Mastery), (2) Model Mental (Mental Model), (3) Visi Bersama (Shared
Vision), (4) Pembelajaran Tim (Team Learning), dan (5) Pemikiran
Sistem (System Thinking).
Personal
Mastery adalah suatu budaya dan norma
organisasi yang diterapkan sebagai cara bagi semua individu dalam organisasi
untuk bertindak dan melihat dirinya. Penguasaan pribadi ini mestinya harus
sangat dikuasai oleh orang-orang yang bekerja di lembaga pendidikan.
Mental
Model adalah suatu aktivitas perenungan
yang dilakukan dengan terus menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki
gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu
membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana
seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan
tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi.
Shared
Vision adalah suatu gambaran umum dari
organisasi dan tindakan organisasi yang mengikat orang-orang secara
bersama-sama dari keseluruhan identifikasi dan perasaan yang dituju. Dengan
visi bersama, organisasi dapat membangun komitmen yang tinggi dalam organisasi.
Selain itu organisasi dapat pula menciptakan gambaran-gambaran atau mimpi-mimpi
bersama tentang masa depan yang ingin dicapai, serta prinsip-prinsip dan
praktek-praktek penuntun yang akan digunakan dalam mencapai masa depan
tersebut.
Team
Learning adalah suatu keahlian percakapan
dan keahlian berpikir kolektif dalam organisasi. Kemampuan organisasi untuk
membuat individu-individu cakap dalam percakapan dan cakap dalam berfikir
kolektif tersebut akan dapat meningkatkan kecerdasan dan kemampuan organisasi.
Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa kecerdasan organisasi jauh lebih besar
dari jumlah kecerdasan-kecerdasan individunya.
Systems
Thinking adalah suatu cara dalam menganalisis
dan berpikir tentang suatu kesatuan dari keseluruhan prinsip-prinsip organisasi
pembelajar. Tanpa kemampuan menganalisis dan mengintegrasikan disiplin-disiplin
organisasi pembelajar, tidak mungkin dapat menerjemahkan disiplin-displin itu
kedalam tindakan organisasi yang lebih luas.
KESIMPULAN
Tujuan yang
diharapkan dari alignment adalah terjadinya efek sinergi dimana penggabungan dari
komponen yang ada akan menghasilkan hal yang jauh lebih besar daripada
penjumlahan masing-masing individu.
Aligment harus
diperlakukan sebagai sesuatu yang istimewa, antara lain top manajer harus
menjadi orang yang paling bertanggung jawab untuk menjamin terlaksananya
penyelarasan dalam organisasi.
Value alignment
atau keselarasan nilai antara organisasi/perusahaan dan kandidat karyawan
sangat dibutuhkan. Jadi value alignment
harus dijadikan sebagai prasyarat yang didahulukan sebelum melihat capability alignment atau keselarasan kemampuan. Value alignment dapat menghasilkan the right person at the right place.
Proses
untuk menciptakan keselarasan strategis (strategic alignment) pada suatu
organisasi dimulai dari tataran tim eksekutif, berikutnya adalah membentuk
sinergi strategi dan kinerja melalui apa yang disebut dengan proses penyelarasan vertikal (vertical alignment)
dan penyelarasan mendatar (horizontal
alignment).
Kesuksesan
organisasi pada saat ini sangat tergantung pada kemampuan organisasi untuk
belajar dan merespon perubahan-perubahan yang terjadi dengan cepat. Disinilah
letak pentingnya organisasi pembelajar. Organisasi
pembelajar adalah pengembangan kapasitas organisasi untuk terus belajar,
beradaptasi dan berubah yang ditandai oleh: 1) suasana dimana
anggota-anggotanya secara individu terdorong untuk belajar dan mengembangkan
potensi penuh mereka, 2) memperluas budaya belajar sampai pada pelanggan,
pemasok dan stakeholder lain, 3) menjadikan strategi pengembangan sumber
daya manusia sebagai pusat kebijakan bisnis, dan 4) berada dalam proses
transformasi organisasi secara terus menerus.