Laman

Kamis, 24 Desember 2015

PENGEMBANGAN BUDAYA ORGANISASI


A. PENGERTIAN BUDAYA
 Setiap orang memiliki kepribadian yang unik. Kepribadian yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi cara kita berperilaku dan berinteraksi dengan yang lain. Ketika kita menggambarkan seseorang itu merupakan orang yang hangat, bersahabat, terbuka, menyenangkan, atau bahkan mungkin konserfatif, maka sebenarnya kita telah menggambarkan perilaku seseorang. Organisasi juga memiliki kepribadian, yang selanjutnya akan kita sebut sebagai budaya.
        
Graves 1986, mengadopsi tiga (3) sudut pandang berkaitan dengan budaya, sebagai berikut : (1). Budaya merupakan produk konteks pasar di tempat organisasi beroperasi, peraturan yang menekan, dsb. (2). Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi, misalnya organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi yang terdesentralisasi. (3). Budaya merupakan produk sikap orang orang dalam pekerjaan mereka, hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu dengan organisasi.

Banyak definisi tentang budaya, namun dalam makalah ini hanya mengadopsi 3 (tiga) dari berbagai ragam sudut pandang yang ada, diantaranya definisi budaya yang dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan pendapat Edward Burnett dan Vijay Sathe, sebagai berikut :
(1). Edward Burnett;  mendefinisikan “Culture or civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex whole which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other capabilities and habits acquired by men as a member of society”.  Bahwa budaya memiliki makna teknografis yang luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adapt istiadat, dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh sebagai anggota masyarakat.
(2). Vijay Sathe; mendefinisikan ’Culture is the set of important assumption (opten unstated) that members of a community share in common”.  Bahwa Budaya adalah seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat.
(3).  Edgar H. Schein mendefinisikan budaya sebagai pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan terlaksana dengan baik.

Oleh karena itu budaya perlu diajarkan dan diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalah-masalah tersebut.  Oleh karena itu budaya perlu diajarkan dan diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalah-masalah tersebut. Definisi tentang budaya tersebut kemudian berdampak terhadap berbagai hal. Pertama, budaya adalah suatu persepsi. Orang-orang mempersepsikan budaya organisasi mendasarkan apa yang mereka lihat dan rasakan ketika orang-orang tersebut berada dalam organisasi. Kedua, orang-orang dari budaya yang berbeda dan dari level pekerjaan yang berbeda, akan mendefinisikan budaya organisasi sesuai dengan terminologi mereka, yang kemudian akan saling dipertukarkan untuk menjadi budaya dalam organisasi. Ketiga, budaya organisasi adalah suatu gambaran tentang bagaimana para anggota mempersepsikan organisasi menurut mereka, bukan hanya berkaitan dengan hasil evaluasi.

B. PENGERTIAN ORGANISASI
Istilah organisasi berasal dari kata “organon”, dalam bahasa Yunani yang berarti alat.  Organisasi adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama. adalah suatu kelompok orang dalam suatu wadah untuk tujuan bersama. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan), sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi.

Menurut para ahli, terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut : (1). Stoner; mengatakan bahwa organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama; (2). James D. Mooney; mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama; (3). Chester I. Bernard; berpendapat bahwa organisasi adalah merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih; (4). Stephen P. Robbins; menyatakan bahwa organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Pengertian organisasi tersebut pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip, sehingga dapat disimpulkan bahwa organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang dalam rangka mencapai tujuan bersama,

dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki. Lebih dari itu, Philiph Selznick, mengemukakan bahwa organisasi merupakan pengaturan personil guna memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi fungsi dan tanggung jawab.  Unsur-unsur organiasi terdiri dari : (1). Kumpulan orang; (2). Kerjasama; (3). Tujuan bersama (4). Sistem Koordinasi (5). Pembagian tugas adntanggung jawab  (6). Sumber Daya Organisasi.
                    
Menurut J.L. Gibson, Dkk dalam bukunya Organizations Behavior, Structure, Processes bahwa “An Organization is a coordinated unit consisting of at least two people who function to achieve a common goals”.  Organisasi adalah suatu unit kerjasama sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang menjalankan fungsi untuk mencapai tujuan. Lebih jauh pengertian organisasi dalam buku ini melihat lebih dalam tentang organisasi itu sendiri tentang bagaimana orang-rang melakukan tugas, proses dan struktur membantu mengamati untuk mencapai tujuan. 
C. KONSEP BUDAYA ORGANISASI
Budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan tiga tingkatan, yaitu: (i). Tingkatan asumsi dasar (basic assumption), (ii). Tingkatan nilai (value), dan (iii). Tingkatan artifact. Basic assumption; merupakan hubungan  manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri, dan hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Value; hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku, untuk itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan Artifact; sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk teknologi, seni, atau sesuatu yang bisa didengar (Schein, 1991: 14). Disamping itu pula unsur-unsur budaya organisasi terdiri dari : (1). Asumsi dasar (2). Seperangkat nilai dan Keyakinan yang dianut (3). Pemimpin (4). Pedoman mengatasi masalah (5). Berbagai nilai (6). Pewarisan (7). Acuan prilaku (8). Citra dan Brand yang khas (9). Adaptasi.  Unsur Budaya Menurut Susanto yaitu : (1). Lingkungan Usaha (2). Nilai-nilai (3). Kepahlawanan (4). Upacara/tata cara (5). Jaringan Cultural.

Budaya organisasi pula memiliki beberapa asumsi dasar :
1. Anggota-anggota organisasi menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi. Inti dari asumsi ini adalah nilai yang dimiliki organisasi.  Nilai merupakan standard dan prinsip-prinsip yang terdapat dalam sebuah budaya.
2. Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi. Ketika seseorang dapat memahami simbol tersebut, maka seseorang akan mampu bertindak menurut budaya organisasinya.
3. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi yang berbeda, dan interpretasi tindakan dalam budaya ini juga beragam. Setiap organisasi memiliki budaya yang berbeda-beda dan setiap individu dalam organisasi tersebut menafsirkan budaya tersebut secara berbeda.Terkadang, perbedaan budaya dalam organisasi justru menjadi kekuatan dari organisasi sejenis lainnya.

Budaya organisasi itu merupakan bentuk keyakinan, nilai, cara yang bisa dipelajari untuk mengatasi dan hidup dalam organisasi, budaya organisasi itu cenderung untuk diwujudkan oleh anggota organisasi (Brown, 1998: 34). Robbins, (2003: 525). Sedangkan  Daniel R. Denison budaya organisasi adalah nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan bagi system dan praktek-praktek manajemen serta perilaku yang meningkatkan dan menguatkan perinsip-perinsip tersebut. Robbins 2003, menjelaskan budaya organisasi merupakan suatu system nilai yang dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut bisa membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. 

System nilai tersebut dibangun oleh 7 karakteristik sebagai sari (essence) dari budaya organisasi, 7 karakteristik tersebut adalah:
  1. Inovasi dan pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan dimana para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko.
  2. Perhatian yang rinci (Attention to detail). Suatu tingkatan dimana para karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision), analisis dan perhatian kepada rincian.         
  3. Orientasi hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.
  4. Orientasi pada manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang anggota organisasi itu.
  5. Orientasi tim (Team orientation). Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja diorganisir di sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.
  6. Keagresifan (Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang-orang (anggota organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.
  7. Stabilitas (Stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
Untuk itu perlu ada indikator sebagai suatu alat analisis. Cameron 1999, menyampaikan dua dimensi utama budaya organisasi, yaitu : (i). Flexibility and Discreation (People) dan Stability and Contol (Process); dan (ii). External focus and Differentiation (Strategyc) dan Internal Focus and Integration (operational). Pertama, dimensi ini memandang bahwa organisasi dikatakan efektif bila mampu untuk melakukan perubahan dan dapat beradaptasi serta bersifat organik. Disisi lain organisasi dipandang efektif jika mereka stabil dapat diramalkan dan mekanistik.

Kedua, dimensi ini dipandang efektif bila memiliki karakteristik keharmonisan internal. Disisi lain organisasi dipandang efektif jika mereka fokus berinteraksi dan berkompetisi dengan pihak luar dari batasan organisasinya.

Dua dimensi budaya organisasi tersebut di atas, membentuk  4 kuadran budaya organisasi, yaitu :
  1. The Hierarcy Culture; jenis organisasi ini merupakan garis wewenang (authority), pengambilan keputusan jelas, peraturan dan prosedur standar, pengendalian dan mekanisme akuntabilitas di nilai dan dihargai sebagai kunci untuk sukses.
  2. The Market Culture, jenis organisasi ini diorientasikan menuju lingkungan eksternal daripada internal. Fokusnya pada transasksi dengan konstituante ekternal mencakup pemasok, pelanggan, kontraktor, pemegang lisensi.
  3. The Clan Culture; jenis organisasi ini mirip dengan keluarga besar. Nilai dan tujuan yang dibagi, kesatupaduan, kepribadian, partisipatif, dan rasa kebersamaan yang diserap. Karakteristikny adalah kerja tim, program keterlibatan pegawai, dan komitmen institusi pada pegawai.
  4. The Adhocracy Culture, Asumsi jenis organisasi ini memandang bahwa inovatif dan memelopori inisiatif adalah membawa sukses organisasi ini, terutama dalam mengembangkan produk atau program baru dan jasa baru. Penjelasan tersebut di atas, bahwa secara keseluruhan ada jenis budaya tertentu yang mungkin cenderung paling ditekankan dalam organisasi sesuai dengan yang dirasakan oleh para naggota organisasi pada saat itu ataupun sesuai dengan tuntutan kebutuhan institusi pada masa yang akan datang.
Organisasi dapat memilih kepribadian yang berbeda untuk membentuk budaya organisasi yang berbeda, sesuai dengan jenis dan karakteristik organisasi tersebut. Organisasi yang bergerak dalam bidang teknologi, akan sangat mengunggulkan nilai-nilai inovatif. Hal tersebut dikarenakan organisasi akan hidup jika selalu ada inovasi dalam produk-produk yang dihasilkannya. Berikut beberapa kepribadian organisasi : 
  1. Kepribadian berani mengambil resiko;  Budaya organisasi yang mendorong para pegawainya untuk berani mengambil resiko biasanya dikembangkan oleh organisasi-organisasi yang perkembangannya ditentukan oleh kemampuan mengambil resiko. Namun demikian, agar resiko tersebut tidak menjadi sesuatu yang merugikan bagi organisasi, maka organisasi akan membekali kemampuan karyawannya untuk memiliki kemampuan dalam melakukan estimasi. Lembaga-lembaga yang biasanya mengembangkan kemampuan ini adalah lembaga perbankan. 
  2. Kepribadian fokus pada hal-hal yang detail;  Budaya organisasi yang memfokuskan pada upaya sungguh-sungguh pada tingkat akurasi dan kedetailan. Organisasi yang memfokuskan pada tingkat kedetailan ini biasanya organisasi yang menghasilkan produk yang memerlukan tingkat ketelitian tinggi. Organisasi-organisasi elektronik merupakan organisasi yang seringkali membudayakan pada kedetailan. 
  3. Kepribadian berorientasi pada hasil; Beberapa organisasi yang sukses, memiliki budaya yang berorientasi pada hasil. Pada organisasi jenis ini seringkali memberikan layanan purna jual yang sangat bagus, demi untuk menjamin produk yang telah dihasilkannya. Pada organisasi jenis ini pelayanan kepada pelanggan merupakan hal yang sangat penting. Jenis organisasi yang bergerak dalam bidang property dan telekomunikasi. 
  4. Kepribadian berorientasi pada manusia; Budaya organisasi ini memandang SDM adalah bagian paling penting dalam keseluruhan proses yang ada di organisasi. Organisasi jenis ini akan memperlakukan karyawan dengan fleksibilitas yang tinggi, iklim organisasi yang seperti keluarga, dan hubungan diantara karyawan dan manajer yang sangat hangat. Dengan demikian karyawan akan merasa sangat senang untuk bekerja. 
  5. Kepribadian berorientasi pada tim kerja; Organisasi yang sangat besar, seringkali harus beroperasi pada tim-tim kecil yang sangat efektif. Dengan tim tersebut, organisasi dapat menyelesaikan berbagai jenis pekerjaan dengan lebih cepat dan efektif. Organisasi-organisasi yang seringkali menekankan pada tim ini adalah organisasi-organisasi yang bergerak diwilayah konsultansi. Konsultan hukum misalnya, akan seringkali bergerak dengan mengandalkan tim-tim yang sangat baik.
  6. Kepribadian berorientasi pada proaktif; Organisasi jenis ini memandang ke-proaktifan adalah di atas segalanya. Organisasi jenis ini akan selalu berusaha mengeluarkan produk-produk baru dan inovasi-inovasi baru yang lebih cepat daripada para pesaingnya. Selain itu organisasi jenis ini juga memiliki semangat enterpreneurship yang sangat tinggi. Microsoft Corporation dan Coca-Cola merupakan organisasi yang sangat proaktif dalam kaitan dengan kemampuannya untuk selalu menjadi organisasi nomor satu. 
  7. Kepribadian berorientasi pada kedinamisan; Organisasi ini memiliki budaya yang memfokuskan pada kedinamisan dan pertumbuhan. Organisasi jenis ini sangat mengandalkan inovasi dan perkembangan-perkembangan produk. Nokia, Intel Corporation merupakan jenis organisasi dengan penekanan pada budaya ini.
Budaya organisasi merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, dapat diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus. Budaya organisasi juga berfungsi sebagai perkat, pemersatu, identitas, citra, brand, pemacu-pemicu (motivator), pengengembangan yang berbeda dengan organisasi lain yang dapat dipelajaridan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat dijadikan acuan prilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau hasil/target yang ditetapkan. 

Sementara itu Robbins 2001, mengemukakan Fungsi BO, sebagai berikut : (1). Pembeda antara satu organisasi dengan organisasi laiannya (2). Membangun rasa identitas bagi anggota organisasi (3). Mempermudah tumbuhnya komitmen (4). Meningkatkan kemantapan system social, sebagai perekat social, menuju integrasi organisasi. 
D. PENGEMBANGAN BUDAYA ORGANISASI

Dalam pekembangannya, pertama kali Budaya Organisasi dikenal di Amerika dan Eropa pada era 1970-an. Salah satu tokohnya : Edward H. Shein seorang Profesor Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of Technology dan juga seorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta Konsultan Budaya Organisasi pada berbagai perusahaan di Amerika dan Eropa. Salah satu karya ilmiahnya : Organizational Culture and Leadership. 

Di Indonesia Budaya Organisasi mulai dikenal pada tahun 80 - 90-an, saat banyak dibicarakan tentang konflik budaya, bagaimana mempertahankan Budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru.  Bersamaan dengan itu para akademisi mulai mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan formal dan informal. Dekade awal tahun 2000-an, perhatian terhadap budaya organisasi masih tetap tinggi. 

Pemerintah Indonesia melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dalam rangka meningkatkan kinerja departemen pemerintahaan menyusun buku Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Pemerintah (KEPMENPAN Nomor : 25/KEP/M.PAN/4/2002). Kemudian berbagai program study pascasarjana di berbagai Perguruan Tinggi juga telah mencantumkan matakuliah Budaya Organisasi, yang dalam lima tahun sebelumnya belum pernah ditawarkan sebagai suatu mata kuliah sendiri. Lembaga-lembaga pemerintah dan swasta berupaya untuk merumuskan visi dan misi lembaga masing-masing sebagai artifak yakni salah satu unsur dalam konsep budaya organisasi. Presiden Republik Indonesia dalam berbagai kesempatan mengharapkan budaya unggul dari rakyat Indonesia dan menegaskan penghentian budaya komisi, mark-up, dan pengadaan barang fiktif.

Pengembangan budaya organisasi tidak bisa lepas dari pengembangan sumber daya manusia. Karena dalam pengembangan budaya organisasi yang menjadi objek dan subyek dari budaya adalah manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini haruslah mengarah pada pengembangan budaya organisasi. Pengembangan sumber daya manusia ini tidak lain untuk mencapai budaya organisasi yang kuat.

Secara umum, penerapan konsep budaya organisasi tidak terlalu jauh berbeda dengan penerapan konsep budaya organisasi lainnya. Kalaupun terdapat perbedaan mungkin hanya terletak pada jenis nilai dominan yang dikembangkannya dan karakateristik dari para pendukungnya, misalnya Pengembangan Budaya Organisasi di Sekolah. Berkenaan dengan pendukung budaya organisasi di sekolah Paul E. Heckman sebagaimana dikutip oleh Stephen Stolp (1994) mengemukakan bahwa “the commonly held beliefs of teachers, students, and principals.”  Nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah, tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan sekolah itu sendiri sebagai organisasi pendidikan, yang memiliki peran dan fungsi untuk berusaha mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya kepada para siswanya. 

Dalam hal ini, Larry Lashway (1996) menyebutkan bahwa “schools are moral institutions, designed to promote social norms,…” . Nilai-nilai yang mungkin dikembangkan di sekolah tentunya sangat beragam. Jika merujuk pada pemikiran Spranger sebagaimana disampaikan oleh Sumadi Suryabrata (1990), maka setidaknya terdapat enam jenis nilai yang seyogyanya dikembangkan di sekolah. 

Spranger mengemukakan nilai perilaku dasarnya, yaitu (1). lmu Pengetahuan Berfikir (2). Ekonomi (3). Kesenian Menikmati Keindahan (4). Keagamaan Memuja (5) Kemasyarakatan berbakti/berkorban (6). Politik/Kenegaraan Berkuasa/Memerintah Sumber (Sumadi Suryabrata. 1990). 

Merujuk pemikiran Fred Luthan, dan Edgar Schein, di bawah ini akan diuraikan tentang karakteristik budaya organisasi di sekolah, yaitu tentang (1) obeserved behavioral regularities; (2) norms; (3) dominant value. (4) philosophy; (5) rules dan (6) organization climate.
1. Obeserved behavioral regularities; Adanya keberaturan cara bertindak dari seluruh anggota sekolah, berperilaku ini dapat berbentuk acara-acara ritual tertentu, bahasa umum yang digunakan atau simbol-simbol tertentu, yang mencerminkan nilai-nilai yang dianut oleh anggota sekolah.
2.  Norms; Adanya norma-norma yang berisi tentang standar perilaku dari anggota sekolah, baik bagi siswa maupun guru. Standar perilaku ini bisa berdasarkan pada kebijakan intern sekolah itu sendiri maupun pada kebijakan pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Standar perilaku siswa terutama berhubungan dengan pencapaian hasil belajar siswa, yang akan menentukan apakah seorang siswa dapat dinyatakan lulus/naik kelas atau tidak. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yaitu : (1) Kompetensi pedagogik (2) Kompetensi (3) Kompetensi sosial dan (4) Kompetensi professional.
3. Dominant values; Konteks pencapaian mutu pendidikan, Jiyono oleh Sudarwan Danim 2002, mengartikannya sebagai gambaran keberhasilan pendidikan dalam mengubah tingkah laku anak didik yang dikaitkan dengan tujuan pendidikan.
4. Philosophy; Adanya keyakinan dari seluruh anggota organisasi dalam memandang sesuatu secara hakiki, misalnya tentang waktu, manusia, dan sebagainya, yang dijadikan sebagai kebijakan organisasi.
5. Rules; Adanya ketentuan dan aturan main yang mengikat seluruh anggota organisasi. Setiap sekolah memiliki ketentuan dan aturan main tertentu, baik yang bersumber dari kebijakan sekolah setempat, maupun dari pemerintah, yang mengikat seluruh warga sekolah dalam berperilaku dan bertindak dalam organisasi.
6. Organization climate; Adanya iklim organisasi.  Di sekolah terjadi interaksi yang saling mempengaruhi antara individu dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan ini akan dipersepsi dan dirasakan oleh individu tersebut sehingga menimbulkan kesan dan perasaan tertentu.

Upaya mengembangkan budaya organisasi di sekolah terutama berkenaan tugas kepala sekolah selaku leader dan manajer di sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah hendaknya mampu melihat lingkungan sekolahnya secara holistik, sehingga diperoleh kerangka kerja yang lebih luas guna memahami masalah-masalah yang sulit dan hubungan-hubungan yang kompleks di sekolahnya. Melalui pendalaman pemahamannya tentang budaya organisasi di sekolah, maka ia akan lebih baik lagi dalam memberikan penajaman tentang nilai, keyakinan dan sikap yang penting guna meningkatkan stabilitas dan pemeliharaan lingkungan belajarnya.
F. SIMPULAN
Untuk merespon tantangan perkembangan dan perubahan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat, maka kemampuan organisasi dalam pengelolaan SDM yang handal menjadi kunci untuk menjaga kelangsungan organisasi. Budaya organisasi merupakan perekat, pemecahan masalah, sistem nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan bersama dalam oganisasi yang berinteraksi dengan struktur formal untuk menghasilkan norma perilaku organisasi. Budaya organisasi memberikan dampak signiftikan terhadap prestasi kerja, penentu sukses atau kegagalan organisasi, berkembang dengan mudah, bijaksana serta merubah budaya korporat kearah peningkatan prestasi.

G. REFERENSI
Chattab, Nevizond (2007), Diagnosis Management : Upaya Peningkatan Keunggulan Organisasi, Penerbit Serambi, Jakarta
Cummings, G. Thomas and Worley, G. Cristhopher (2005), Organizational  Development And Change. Thompson South Western. Internastional Student edition. Uhio USA
Frost, P.J, et.al (1985) Organizational Culture. Sage Publication, Inc, London
Gibson & Ivanicevich & Donnely. (1996), Organisasi : Prilaku, struktur, Proses. Penerjemah Adiarni, N. Binarupa Aksara, Jakarta
Hofstede, G. (1983), The Culture Relativity of Organizational Practice and Theories.

1 komentar:

Silahkan masukan komentar Anda