Pendahuluan
Topik tentang kepemimpinan adalah
sebuah topik yang selalu aktual dalam sejarah hidup manusia. Dengan semakin
banyaknya jumlah manusia di dunia dengan sumber alam yang semakin terbatas,
berbagai macam persoalan dalam hidup manusia bermunculan bagaikan cendawan di
musim hujan. Keadaan ini menuntut adanya pemimpin-pemimpin yang mampu memimpin
dunia menuju keadaan yang lebih baik.
Saat ini ada lebih banyak gereja dan
organisasi misi daripada masa sebelumnya. Keadaan ini menunjukkan adanya
kebutuhan yang semakin besar akan pemimpin. Ironisnya, dalam sebuah konvensi
Asosiasi Injili Nasional di Amerika Serikat beberapa tahun yang lalu, George
Brushaber, seorang rektor perguruan tinggi berbicara tentang “sebuah generasi
yang hilang”, yaitu para pemimpin muda yang siap mengambil posisi dari kelompok
perintis injili senior pasca Perang Dunia II.
Makalah ini membahas arti penting
kepemimpinan dalam organisasi, Kepemimpinan secara umum, Kepemimpinan rohani
menurut Allah, Arti penting organisasi, dan Kepemimpinan dalam organisasi misi
sebagai penutup yang berisi refleksi pribadi.
1. Hukum Katup
Dalam salah satu bukunya yang menjadi best seller, John
Maxwell menjelaskan bahwa kemampuan
memimpin menentukan tingkat keefektifan seseorang dan organisasi. Dengan
memberikan contoh kasus dua orang bersaudara, Dick dan Maurice yang merintis
sebuah bisnis yang bergerak dalam makanan fast-food. Usaha mereka sangat sukses
dalam membesarkan restoran pribadi
tetapi mengalami kegagalan dalam usaha untuk menjual waralaba. Alasan kegagalan
ini sederhana yaitu mereka tidak mempunyai kepemimpinan yang diperlukan untuk
menjadikannya efektif. Beberapa tahun kemudian mereka menjual hak untuk menjual
hak waralaba kepada seorang yang bernama Ray. Dalam waktu empat tahun
berikutnya Ray membuka 100 restoran. Empat tahun berikutnya sudah ada 500
restoran dan hari ini ada lebih dari 21.000 restoran McDonald di lebih dari 100
negara di dunia. (1)
Kunci kesuksesan Ray Kroc ada dalam
kepemimpinannya. Kemampuan memimpinnya menentukan tingkat keefektifan pribadi
maupun organisasi yang dipimpinnya. Maxwell menyebut hal ini sebagai hukum
katup di mana jika daya kepemimpinannya kuat maka katup keberhasilan akan
terbuka lebih lebar lagi. Sebaliknya jika daya kepemimpinannya lemah, maka
katup keberhasilan hanya sedikit terbuka. Hal ini tidak berarti seorang yang
tidak mempunyai kepemimpinan yang kuat tidak dapat berhasil. Dari contoh
kasus
McDonlad, Dick dan Maurice sebenarnya sudah berhasil dengan
penghasilan
sebenar $100.000 pada tahun 1950-an setiap tahunnya. Hanya
untuk
menjadi lebih berhasil lagi dibutuhkan sebuah kualifikasi khusus yang
________________________
1. John C. Maxwell,
21 Hukum Kepemimpinan Sejati (Batam: Interaksara, 2001), 30-43.
tidak
dipunyai oleh Dick dan Maurice tapi sebaliknya dipunyai oleh Ray Kroc yaitu
kepemimpinan.
Hukum katup tidak hanya berlaku dalam bisnis melainkan
juga berlaku dalam organisasi non-profit bahkan negara. Ketika sebuah team
sepakbola mengalami serentetan kekalahan, seorang pelatih yang baru akan
diangkat. Ketika sebuah negara mengalami krisis besar, seorang pemimpin baru
akan dipilih melalui pemilihan umum. Bahkan ketika gereja kehilangan sebagian
besar jemaatnya, sinode akan mencari seorang pendeta senior yang baru.
Dari
gambaran di atas menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai peran yang sangat
besar untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah organisasi yang
dipimpinnya.
2. Data Kepemimpinan Dalam Alkitab
Beberapa tahun yang lalu Bobby
Clinton, seorang profesor kepemimpinan di Fuller menerbitkan sebuah makalah
yang merupakan hasil studi kepemimpinan dalam Alkitab. Clinton mencatat ada
kira-kira 1.000 orang pemimpin. Ada pemimpin patriarkhal, militer, sipil, agama
(imam), nabi, hakim, rasul, penginjil, gembala, pengajar dan Yesus. Sebagian
besar namanya hanya dicatat atau disebutkan perannya, sebagian mendapat
perhatian lebih, tetapi tetap informasi tentang kehiupan mereka sedikit sekali
disertakan. Dari 1.000 orang pemimpin itu, ada 100 orang pemimpin yang
terkemuka, dan hanya 49 orang yang memiliki catatan memadai untuk mengetahui
kehidupan dan pelayanannya. Berikut adalah hasil yang didapat Clinton tentang
bagaimana mereka menyelesaikan tugasnya:
Dihentikan di awal tugasnya
|
Para pemimpin ini berhenti memimpin
karena pembunuhan, gugur dalam perang, ditolak atau dijatuhkan dari posisinya
dengan nubuat ilahi. Sebagian dari penyebabnya terkait dengan Allah, baik
secara positif ataupun negatif.
Abimelek,
Simson, Absalom, Ahab, Yosia, Yohanes Pembaptis, Yakobus.
|
Menyelesaikan dengan buruk
|
Mereka menuruni lembah pada akhir
pelayanan mereka. Hal ini mungkin karena hubungan mereka dengan Allah atau
karena kompetensi mereka dalam pelayanan.
Gideon,
Simson, Eli, Saul, Salomo.
|
Menyelesaikan setengah-setengah
|
Mereka menjalankan tugasnya dengan
baik, tapi pelayanan mereka dicemari oleh dosa. Mereka tidak sepenuhnya
menyelesaikan apa yang dikehendaki oleh Allah atau memiliki sejumlah
konsekuensi negatif dalam hidup dan pelayanan meskipun secara pribadi
berjalan bersama Allah.
Daud,
Yosafat, Hizkia.
|
Menyelesaikan dengan tuntas
|
Mereka tetap berjalan bersama Allah
pada akhir hidupnya, mereka terlibat dalam perwujutan rencana Allah dengan
penuh ketaatan. Mereka memenuhi tugas pelayanan yang diberikan Allah.
Abraham,
Ayub, Yusuf, Kaleb, Samuel, Elia, Yeremia, Daniel, Yesus, Yohanes, Paulus,
Petrus. (2)
|
________________________
2. Richard Clinton dan Paul
Leavenworth, Memulai Dengan Baik: Membangun Kepemimpinan Yang Kokoh (Jakarta:
Metanoia, 2004), 15-17
Dari data di atas, Clinton menemukan hanya sekitar 30%
para pemimpin dalam Alkitab yang menyelesaikan pelayanannya dengan tuntas. Hal
ini berarti 2 dari 3 orang tidak menyelesaikan pelayanannya dengan tuntas.
Apakah arti data di atas bagi masa kini?. Clinton memperkirakan persentase
pemimpin masa kini yang berhasil menyelesaikan pelayanannya dengan tuntas
adalah maksimal sebesar angka 30%
juga. Hal ini antara lain diakibatkan oleh stress yang ditimbulkan oleh
pelayanan terhadap para pemimpin dan keluarganya. Tentu saja ada berbagai hal
lain yang dapat menyebabkan kejatuhan seorang pemimpin. Jika demikian halnya, apa
sebenarnya kepemimpinan itu dan bagaimanakah caranya agar seorang kuat bertahan
dari terpaan godaan dunia yang membius dan menipu?
Kepemimpinan Secara
Umum
Pemimpin, Dilahirkan atau Dibentuk?
Ada pendapat umum dalam masyarakat
bahwa seorang pemimpin itu dilahirkan (secara alamiah). Pendapat ini didukung
oleh Oswald Sanders yang dinyatakan dalam buku yang ditulis pada tahun 1974, Kepemimpinan Rohani. Sanders mengatakan
bahwa sifat-sifat alamiah berasal dari Allah dan akan mencapai efektifitas
tertinggi jika digunakan untuk melayani-Nya. (3)
Sementara
itu 21 tahun kemudian, John Maxwell menyatakan bahwa memang ada orang-orang
tertentu yang dilahirkan dengan kualitas pemimpin, tetapi di luar itu
kepemimpinan dapat diajarkan (yang berarti dapat dipelajari). Paling tidak ada
tiga hal yang penting dalam pengembangan kepemimpinan bagi orang yang tidak
dilahirkan dengan kualitas kepemimpinan:
- Telah melihat model
kepemimpinan sepanjang hidupnya.
- Telah mempelajari tambahan
ilmu kepemimpinan melalui latihan.
- Mempunyai disiplin
pribadi untuk menjadi pemimpin besar. (4)
Pada umumnya orang yang dilahirkan dengan kualitas
pemimpin tidaklah banyak jumlahnya dan lebih banyak orang yang menjadi pemimpin
melalui poses pembelajaran secara terus menerus. Dalam dunia sekitar, kita
mendapati bahwa pemimpin besar tidak dilahirkan melainkan dibentuk. Tanpa
proses pembelajaran, seorang yang mempunyai kualitas kepemimpinan tidak dapat
mencapai hasil yang optimal. Sebaliknya seorang dengan bakat yang biasa-biasa
saja tapi menempa dirinya dengan keras dapat menjadi seorang pemimpin yang
sukses. Hal ini dapat dengan mudah dilihat dalam segala bidang seperti olah
raga atau negara.
Sebuah contoh yang sangat baik adalah kisah hidup berikut:
- Pada tahun 1932 ia kalah
dalam pemilihan kepala daerah.
- Tahun 1849 gagal menjadi
komisioner dari General Land Office.
- Tahun 1855 dan 1858 kalah
dalam pemilihan senat.
- Tahun 1856 kalah dalam
nominasi wakil presiden. (5)
_____________________
3. J. Oswald Sanders, Kepemimpinan
Rohani (Bandung: Kalam Hidup, 1974), 20-21.
4. John C. Maxwell, Mengembangkan
Kepemimpinan Di Dalam Diri Ada (Jakarta: Binarupa Aksara, 1995), I-V.
5. ________, Anda
Dapat Menjadi Seorang Pengubah Dunia (Bandung: Pionir Jaya, 2008), 141-143.
Dari track record
ini jelas bahwa orang ini tidaklah dilahirkan dengan bakat khusus sebagai
pemimpin. Hanya melalui perjuangan keras akhirnya seluruh dunia mengenalnya
sebagai salah satu presiden terbaik Amerika Serikat sepanjang sejarah yang
bernama Abraham Lincoln.
Natur Kepemimpinan
Baik Sanders maupun Maxwell sepakat bahwa inti dari semua
definisi kepemimpinan hanya satu kata yaitu pengaruh.
Kepemimpinan bukan kemampuan untuk mendapatkan pengikut, bukan untuk mencapai
kedudukan, jabatan atau pangkat dan setelah berhasil mendapatkannya kemudian berpikir
bahwa mereka sudah menjadi pemimpin.
Para ahli sosiologi mengatakan bahwa setiap manusia (bahkan
yang paling tertutup) mempengaruhi paling sedikit 10.000 manusia lainnya selama
hidupnya. Oleh karenanya yang menjadi persoalan bukan apakah kita mampu
mempengaruhi orang lain, melainkan pengaruh macam apa yang kta berikan kepada
orang lain. Dengan mengutip ucapan Robert Dilenschneider, Maxwell melontarkan
gagasan tentang “segitiga kekuasaan” untuk membantu para pemimpin maju. (6)
Yang dimaksud dengan segitiga kekuasaan adalah komunikasi, pengakuan, dan
pengaruh. Ketika kita mulai berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, hal
ini menuntun kepada pengakuan mereka akan kompetensi kita. Pada akhirnya
pengakuan itu akan sampai pada pengaruh (pengaruh kita terhadap orang lain).
Meningkatkan Pengaruh Seorang Pemimpin
Setiap orang dapat meningkatkan
pengaruh dan potensi kepemimpinannya. Salah satu alat yang berguna adalah
dengan memahami tingkat kepemimpinan kita yang sekarang sehingga dapat meningkatkannya ke level berikutnya.
Maxwell memberikan lima tingkatan kepemimpinan sebagai berikut:
- Kepemimpinan yang didapat
dari kedudukan (hak).
Seorang yang memimpin berdasarkan kedudukannya adalah
tingkat yang paling dasar dalam kepemimpinan. Satu-satunya pengaruh yang
dipunyai adalah jabatannya sehingga orang lain hanya mengikuti pemimpinnya
karena harus dan berdasar wewenang yang dinyatakan. Level ini adalah pintu
menuju kepemimpinan.
- Kepemimpinan yang didapat
dari izin (hubungan).
Di level kedua ini orang mengikuti pemimpin berdasarkan
keinginannya sendiri. Orang mengikuti pemimpin melampaui wewenang yang
dinyatakan. Level ini adalah fondasi kepemimpinan.
- Kepemimpinan yang didapat
dari produksi (hasil).
Pada level ini pemimpin mendapatkan momentum karena para
pengikut menyukai pemimpin dan apa yang dilakukan pemimpin. Perbedaan dengan
tingkat sebelumnya adalah pada tingkat “hubungan”, orang mengikuti pemimpin
tanpa ada tujuan yang jelas (berdasar pada karisma). Pada level “hasil” semua
orang mengikuti pemimpin berdasar rasa suka dan adanya tujuan yang jelas.
- Kepemimpinan yang didapat
dari pengembangan manusia (reproduksi).
Pada level ini seorang pemimpin dikatakan hebat bukan
karena
_______________
6. Maxwell,
Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Ada, 5
kekuasaannya, tetapi karena kemampuannya membuat
pengikutnya tumbuh secara pribadi melalui bimbingan pemimpinnya. Dapat
dikatakan pemimpin telah berhasil mendapatkan hati, cinta, dan loyalitas para
pengikutnya.
- Kepemimpinan yang didapat
dari kemampuan menguasai pribadi (rasa hormat).
Level ini sangat sulit untuk dicapai. Hanya pemimpin yang
sudah teruji kebenarannya melalui proses yang sulit yang mampu mencapai tingkat
ini. Orang mengikuti sang pemimpin karena “siapa diri si pemimpin dan apa yang
diwakilinya.” (7)
Dari apa yang dipaparkan di atas,
jelas perjalanan menjadi seorang pemimpin adalah sebuah jalan yang sulit,
panjang, curam, dan penuh cobaan. Satu hal yang penting untuk dipikirkan adalah
apa tuntutan Tuhan bagi orang percaya berkaitan dengan kepemimpinan?. Yesus
adalah pemimpin, tetapi Hitler, Mussolini, Stalin dll juga seorang pemimpin.
Tentunya Tuhan tidak menginginkan anak-anak-Nya menjadi pemimpin seperti
Hitler. Jadi tantangan bagi orang kristen tidak sekedar menjadi pemimpin yang
baik melainkan menjadi pemimpin rohani seperti Kristus sendiri. Menjadi
pemimpin rohani lebih dari sekedar menjadi seorang pemimpin karena selain sifat
alamiah (bakat) dan proses pembelajaran, masih ada satu kualifikasi lainnya.
Sanders mengatakan: Seorang pemimpin rohani mempengaruhi orang lain bukan
dengan kekuatan pribadinya saja, melainkan dengan kepribadian yang diterangi,
ditembusi dan dikuatkan oleh Roh Kudus. Kepemimpinan rohani adalah masalah
kuasa rohani yang lebih tinggi nilainya dan yang tidak dapat ditimbulkan dari
diri sendiri (8).
Kepemimpinan Rohani
Menurut Allah
Model Kepemimpinan menurut Alkitab
Sebagai orang percaya yang Injili
kita semua percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya otoritas tertinggi yang
menjadi acuan bagi setiap usaha pencarian kebenaran dalam dunia. Oleh karenanya
kita harus mengacu pada model kepemimpinan dalam Alkitab. Seperti yang sudah
dibahas dalam bagian “Data Kepemimpinan Dalam Alkitab”, hanya ada sekitar 30%
pemimpin yang berhasil menyelesaikan tugasnya sampai akhir dengan baik.
Walaupun demikian, mereka bukanlah acuan utama kita karena bagaimanapun mereka
tetap seorang mansia yang tidak lepas dari kelemahan dan dosa. Satu-satunya
acuan mutlak model kepemimpinan yang sempurna bagi orang percaya adalah Kristus
saja.
Model kepemimpinan yang diajarkan
oleh Yesus dapat dilihat dalam Matius 20:25-28: “Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa
pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan
pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah
demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu,
hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa
ingin menjadi terkemuka di antara
kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;
________________
7. Ibid., 5-14.
8. Sanders, 20-21.
sama seperti Anak Manusia datang bukan
untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi
tebusan bagi banyak orang." Model
kepemimpinan ini disebut sebagai servant leadership (kepemimpinan yang
menghamba/melayani).
Dewasa ini konsep/model servant leadership menjadi sebuah
konsep yang mulai dipelajari oleh baik orang percaya maupun orang tidak
percaya. Rober Greenleaf dan kemudian diikuti oleh penulis-penulis seperti Stephen Covey, Peter Block,
Peter Senge, Max DePree, Margaret Wheatley, dan Ken Blanchard memopulerkan istilah servant
leadership. (9) Tentu saja pemahaman atau penafsiran para penulis di atas akan
arti sebenarnya dari servant leadership dapat berbeda satu dengan lainnya.
Servant Leadership
Di luar sedikit orang yang mulai
menggali konsep servant leadership, pandangan dunia pada umumnya ternyata tidak
cocok dengan pandangan Yesus tentang kepemimpinan. Sementara dunia memandang
kepemimpinan sebagai masalah kekuasaan, gaya/cara atau teknik memimpin, Yesus
menyatakan bahwa kepemimpinan adalah masalah karakter. Berdasarkan Mat.
20:25-28, John MacArthur menulis bahwa menurut Kristus, jenis kepemimpinan yang
paling sejati dan benar adalah yang mengutamakan pelayanan, pengorbanan, dan
sikap tidak mementingkan diri sendiri. Orang yang sombong dan mengagungkan diri
sendiri, jauh dari citra pemimpin yang berdasar pada Kristus, tidak perduli
seseorang itu memiliki kekuatan politik atau memegang kekuasaan yang besar
(10).
Dengan kata lain MacArthur menggambarkan sosok seorang
pemimpin sebagai seorang pelayan yang melayani. Bagi seorang percaya, peran
sebagai pemimpin mempunyai dimensi rohani karena kepemimpinan adalah tanggung
jawab secara rohani dan orang-orang yang kita pimpin adalah amanah dari Tuhan
yang harus dipertanggung-jawabkan suatu hari kelak (Mat. 25:14-30) (11)
Sementara itu Robert Greenleaf memberikan definisi servant leadership sebagai "It
begins with the natural feeling that one wants to serve, to serve first. Then
conscious choice brings one to aspire to lead…The difference manifest itself in
the care taken by the servant-first to make sure that other people’s highest
priority needs are being served. The best test, and difficult to administer,
is: do those served grow as persons, do they grow while being served, become
healthier, wiser, freer, more autonomous, more likely themselves to become
servants?"(12) (Dimulai dengan perasaan yang
natural bahwa seseorang yang ingin melayani harus terlebih dahulu melayani.
Kemudian pilihan secara sadar membawa seseorang untuk memimpin. Perbedaan yang
jelas dalam penekanan bahwa melayani terlebih dahulu, untuk memastikan
kepentingan orang lain adalah prioritas untuk dilayani. Tes yang paling baik
dan sulit untuk diatur adalah apakah mereka yang dilayani tumbuh secara
pribadi, apakah mereka bertumbuh ketika dilayani, menjadi lebih sehat, bijak,
bebas, lebih independen, lebih serupa dengan mereka sendiri untuk menjadi
pelayan).
_____________________
9. Servant
Leadership, http://en.wikipedia.org/wiki/Servant_leadership.
10. John MacArthur, Kitab
Kepemimpinan: 26 Karakter Pemimpin Sejati (Jakarta: BPK, 2009), vii-ix.
11. ibid., viii-ix.
12. Servant Leadership, http://en.wikipedia.org/wiki/Servant_leadership
Dari dua konsep servant leadership versi Yesus dan versi
‘dunia’ terlihat ada kemiripan yaitu untuk melayani kepentingan orang lain di
atas kepentingan pribadi. Namun jika diteliti lebih lanjut terlihat ada
beberapa perbedaan yang mencolok:
- Ada dimensi rohani yang
membedakan antara servant leadership versi Alkitab dan servant leadership
versi dunia yaitu peran Roh Kudus. Transformasi karakter orang percaya
tidak hanya berdasar kekuatan diri sendiri melainkan kerja sama antara Roh
Kudus dan diri sendiri. Transformasi non-kristen hanya bergantung pada
diri sendiri 100%.
- Ada perbedaan pengertian
istilah “servant”. Salah satu istilah yang ada dalam Alkitab adalah doulos yang berarti sebagai budak.
Jelas ada perbedaan besar antara seorang pelayan dan seorang budak.
Seorang pelayan masih mempunyai hak sedangkan seorang budak tidak
mempunyai hak apapun juga.
- Ada perbedaan motivasi.
Dunia memandang ‘servant leadership’ sebagai salah satu metode agar dapat
memimpin dengan lebih baik. Motivasi orang percaya adalah untuk menjadi
serupa dengan karakter Kristus dan melaksanakan servant leadership adalah
akibat langsung dari perubahan karakter kita.
Arti Penting Organisasi
Pengertian Arti Penting Organisasi
Kehidupan manusia di dunia tidak
dapat terlepas dari organisasi. Setiap hari kita berhubungan dan terlibat
dengan organisasi dan hidup kita dipengaruhi dan mempengaruhi organisasi dalam
derajat yang berbeda-beda. Secara sadar kita terlibat dalam organisasi sebagai
siswa, karyawan, anggota gereja, warga negara dll.
Organisasi dapat didefinisikan
sebagai suatu kelompok individu yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan
bersama (13). Definisi yang lain menyatakan organisasi sebagai kesatuan yang
memungkinkan masyarakat mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai individu
secara perorangan (14). Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa
organisasi dibentuk ‘by design’ untuk melayani kebutuhan manusia yang tidak
dapat dicapai secara individu. Organisasi lebih dari sekedar alat untuk
menyediakan barang dan jasa tetapi juga menyediakan lingkungan di mana sebagian
besar dari kita menghabiskan kehidupan.
Sebuah studi tentang organisasi
(termasuk oganisasi misi) terdiri dari individu, kelompok individu, struktur
dan proses organisasi. Gibson, Ivancevich,dan Donnelly menggambarkan model
organisasi sbb:
Perilaku di dalam organisasi: Individu
Perilaku dan perbedaan individu
|
Teori motivasi dan aplikasinya
|
Imbalan, hukuman, dan disiplin
|
Stress dan individu
|
_________________
______ 13. Zaki Baridwan, Sistem
Akuntansi: Penyusunan Prosedur dan Metode (Yogyakarta: BPFE, 1990), 23.
14. James L. Gibson, John M.
Ivancevich, dan James H. Donnelly, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses
(Jakarta: Erlangga, 1991), 7.
Perilaku dalam organisasi: kelompok
dan pengaruh antar pribadi
Perilaku kelompok
|
Perilaku antar-kelompok dan
penanganan konflik
|
Kekuasaan dan politik
|
Kepemimpinan
|
Struktur organisasi
Desain organisasi
|
Desain pekerjaan
|
Proses organisasi
Komunikasi
|
Pengambilan keputusan
|
Evaluasi prestasi kerja
|
Sosialisasi/karier
|
(15)
Semua komponen dari model organisasi
di atas menunjukkan bahwa setiap perubahan variabel dapat mempengaruhi perilaku
organisasi dan perilaku individu. Setiap perubahan pimpinan, perubahan struktur
dan proses organisasi dll pasti mempunyai pengaruh dalam perilaku organisasi.
Sebuah organisasi yang baik mempunyai visi dan misi yang jelas. Visi dan misi
ini berfungsi sebagai dasar acuan organisasi untuk mencapai tujuan. Model
organisasi di atas dibangun dengan dasar visi dan misi organisasi.
Ada perbedaan tujuan akhir antara
organisasi dunia dan organisasi misi. Organisasi dunia di desain untuk mencapai
tujuan-tujuan yang diinginkan oleh pemilik organisasi tersebut. Organisasi misi
ada untuk melaksanakan Amanat Agung Kristus.
Visi dan Misi Organisasi Misi
Sebuah organisasi misi yang baik
tentu dibangun dengan dasar-dasar kebenaran Alkitab. Kebenaran Alkitab adalah
dasar penyusunan visi dan misi organisasi misi. Visi dan misi berfungsi sebagai
acuan penyusunan model organisasi. Sebuah organisasi misi dapat mengalami
perubahan dalam model organisasinya sesuai dengan konteks dan zaman tetapi visi
dan misinya tidak boleh pernah berubah.
Perubahan dalam model organisasi dan
manajemen organisasi misi adalah sebuah kebutuhan dalam zaman yang terus
berubah ini. Hari ini organisasi misi terus bertumbuh dalam jumlah. Ironisnya
persentase orang percaya di dunia tidak bertambah bahkan cenderung berkurang.
Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut: (16)
Tahun
|
Penduduk
Dunia
|
Orang
Kristen
|
Non-
Kristen
|
Persentase penduduk
Kristen terhadap pendu-
duk dunia
|
30
|
170 juta
|
?
|
170 juta
|
-
|
1900
|
1.620 juta
|
588 juta
|
1.602 juta
|
36,70
|
1960
|
3.010 juta
|
1.008 juta
|
2.002 juta
|
33,49
|
1981
|
4.585 juta
|
1.473 juta
|
3.019 juta
|
32,13
|
2000
|
6.240 juta
|
1.900 juta
|
4.340 juta
|
30,49
|
_________________
15. ibid., 12.
16. Veronika J. Elbers, Doa dan Misi
(Malang: SAAT, 2007) 4.
Data di atas sudah seharusnya membunyikan alarm di kepala
kita. Hal ini menuntut adanya evaluasi menyeluruh dari setiap gereja dan
organisasi
misi
akan efektifitas kegiatan program penginjilan di tempat masing-masing. Hal ini
tentunya tidak mudah tapi perlu dan harus dilakukan. Saat ini memang benar
ladang sudah menguning dan siap dituai tapi siapakah yang mau diutus untuk
menuai? Mengapa ladang Tuhan sampai “kekurangan” pekerja-pekarja?. Tentunya hal
ini rumit dan sangat kompleks untuk dibahas. Penulis mencoba membahas hanya
dari satu segi saja dengan mengkaitkan peran kepemimpinan dalam organisasi misi
sebagai penutup.
Penutup (Refleksi
Pribadi)
Kepemimpinan Dalam Organisasi Misi
Ketika tokoh-tokoh seperti Sanders,
Maxwell, MacArthur, Clinton, dll berteriak bahwa kita mengalami kekurangan
pemimpin yang baik, pemimpin yang berkarakter seperti Kristus, sudah
sepantasnya dan seharusnya kita semua berhenti sejenak dari rutinitas kegiatan
sehari-hari dan memikirkan masalah ini.
Semakin hari gereja dan orang
percaya mendapatkan serangan yang makin dahsyat baik dari dalam gereja (berupa
perpecahan, perselisihan, lunturnya kepercayaan terhadap Alkitab, dll) dan dari
luar gereja (serangan terhadap iman kristen, pengaruh negatif dunia seperti
narsisme, hedonisme, matinya akal sehat dan hati nurani, dll). Di tengah kancah
peperangan rohani yang semakin dahsyat hanya kata-kata Yesus di Yoh. 16:33
“....dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku
telah mengalahkan dunia” yang menjadi hiburan dan keyakinan bahwa Tuhan masih
terus berkarya.
Mencermati maraknya gereja-gereja
tertentu di Jakarta yang aktif membuka cabang di daerah-daerah (ibu kota
provinsi) yang nota bene sudah dipenuhi oleh gereja-gereja yang sudah eksis
menimbulkan pertanyaan: apakah gereja melakukan penginjilan atau berebut domba
yang sudah ada?. Harus diakui dengan pertumbuhan jumlah orang kristen melalui
angka kelahiran saja merupakan daya tarik untuk membuka cabang. Tapi
pertanyaannya masih sama: inikah arti penginjilan?
Sementara itu gereja-gereja lainnya juga tidak kalah
sibuk dengan dirinya yaitu sibuk mempertahankan tradisi, sibuk mempertahankan
peraturan-peraturan tata cata gerejawi yang sebenarnya perlu di revisi agar
sesuai dengan perkembangan zaman tanpa berkompromi dengan prinsip-prinsip
kebenaran. Jumlah anggota terus berkurang tapi belum merasa perlu untuk
berubah.
Di tengah situasi sulit seperti ini ada juga
gereja-gereja yang sudah menyangkali imannya dengan ketidak-percayaan mereka
terhadap ketidak-bersalahan teks Alkitab. Memang hal ini tidak dikatakan secara
langsung pada jemaatnya tapi dukungan terhadap pandangan pluralisme yang
mengedepankan universialisme keselamatan menjadi tanda bagi kita yang
mencermatinya.
Pertanyaannya: apa penyebabnya?? dan apa solusinya??.
Penulis
berpendapat penyebab dan solusinya sama, yaitu peran para pemimpin. Pemimpin
dengan pengaruhnya mampu membawa pengikutnya ke manapun yang diinginkannya
dengan memperalat Firman Tuhan.
Saat
ini cukup banyak hamba Tuhan lulusan STT Injli yang sebenarnya belum siap untuk
terjun ke masyarakat. Kurangnya pelajaran tentang manajemen, komunikasi,
organisasi, kurangnya wawasan pribadi sangat mungkin menjadi gesekan dengan
jemaat yang pada akhirnya membuat gap yang lebar. Karena itu solusi harus
dimulai dari STT sebagai ‘pencetak’ hamba-hamba Tuhan yang siap pakai dalam
dunia. Sudah waktunya STT membekali para mahasiswa dengan ilmu-ilmu praktis
yang akan sangat berguna dalam ladang pelayanan. Kemudian pekerja-pekerja di
ladang hendaknya terus meng-up grade ilmunya dengan terus belajar, baik ilmu
teologi maupun ilmu pengetahuan praktis yang berguna untuk menunjang pelayanan.
Ada sebuah fenomena yang terjadi
hari-hari ini yaitu ‘kebangkitan kaum awam’ dalam belajar teologi. Situs SADBA,
Yabina, IRECS, Harvest, dll membuka kesempatan bagi non full timers untuk
belajar teologi sampai tingkat D3. Bahkan STRIJ Jakarta baru saja melanjutkan
program D3 menjadi D4 yang artinya setara dengan STh. Jangan sampai gereja dan
organisasi misi melewatkan momentum ini begitu saja. ‘Kaum awam’ ini adalah
bantuan yang dikirim Tuhan untuk lebih memperkaya dan memberikan wawasan baru
bagi pelayanan kristen. Tentu saja agar kerja sama dapat terjadi diperlukan
seorang pemimpin yang dihormati dan rajin, karena bagaimana ‘kaum awam’ dapat
menghormati sang pemimpin jika malas?. Jadi hal ini adalah bantuan dan
sekaligus peringatan bagi pemimpin untuk tidak diam dalam comfort zone pribadi.
Bibliografi
- Baridwan, Zaki. Sistem Akuntansi: Penyusunan Prosedur
dan Metode. Yogyakarta: BPFE, 1990.
- Clinton, Richard dan
Leavenworth, Paul. Memulai Dengan
Baik: Membangun Kepemimpinan Yang Kokoh. Jakarta: Metanoia, 2004.
- Elbers, Veronika J. Doa dan Misi, Malang: SAAT, 2007
- Gibson, James L.,
Ivancevich, John M., dan Donnelly, James H. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga,
1991.
- MacArthur, John. Kitab Kepemimpinan: 26 Karakter Pemimpin
Sejati. Jakarta: BPK, 2009.
- Maxwell, John C. 21 Hukum Kepemimpinan Sejati.
Batam: Interaksara, 2001.
- Maxwell, John C. Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam
Diri Anda. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995.
- Sanders, J. Oswald. Kepemimpinan Rohani. Bandung: Kalam
Hidup, 1974.
- _____________. Anda Bisa Menjadi Seorang Pengubah
Dunia. Bandung: Pionir Jaya, 2008.
Sumber
dari Internet:
- Servant Leadership. http://en.wikipedia.org/wiki/Servant_leadership.
diakses pada 03-06-2009.
terima kasih artikelnya...
BalasHapus