Tampilkan postingan dengan label Resensi buku. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Resensi buku. Tampilkan semua postingan

Minggu, 26 Juni 2016

THE LEADERSHIP CHALLENGE: How to Get Extraordinary Things Done in Organizations


James M. Kouzes dan Barry Z. Posner, Jossey-Bass, Inc., Publishers, California,1987. (Resume Buku)

Tantangan pertama kepemimpinan adalah membersihkan pada diri sendiri tradisi dan mitos tentang kepemimpinan. Manajemen tradisional, misalnya mengajarkan untuk mempercayai bahwa organisasi yang ideal adalah: yang teratur dan stabil, fokus pada jangka pendek, pemimpin harus tenang, menyendiri, dan analitis, kharismatik, pekerjaan utama pemimpin adalah mengontrol, pemimpin berada pada posisi superior.
Buku ini adalah buku tentang memimpin orang, tidak hanya mengelolanya.

Memahami Kepemimpinan
Sebuah perusahaan, NATD, memberikan contoh rahasia kesuksesannya, yaitu dengan menerapkan tiga target: (1) merencanakan keuntungan perusahaan, (2) membagi kekayaan perusahaan (saham) kepada karyawannya, dan (3) pentingnya rasa senang bagi pemegang saham maupun seluruh karyawannya. Kunci utamanya adalah karyawan. Pelanggan mementingkan: mutu, pelayanan, dan harga.

Jadi mutu harus merupakan prioritas, tetapi bukan berasal dari kontrol kualitas. Mutu harus berada di kepala seluruh karyawan dan dipraktekkan. Tindakan penting lainnya adalah melihat pentingnya peranan karyawan dalam menjadikan perusahaan produktif dan terpercaya yang disebut dengan “penuh perhatian”, yaitu memperlakukan karyawan secara manusiawi sebagai teman.

Oleh karena itu, penting bagi pemimpin untuk mendengarkan setiap orang tentang apa yang terjadi, menghabiskan waktu di tengah-tengah karyawan, dan hal-hal kecil seperti memperhatikan kebersihan ruangan, mengirimi bunga, sampai membayarkan kredit kendaraan untuk karyawan teladan. . Apa yang dapat dipelajari dari para pemimpin yang berhasil? Para eksekutif yang berhasil mengajak orang lain dalam peranannya sebagai perintis, ternyata mengikuti tiga tahapan strategi VIP, yaitu: vision – involvement – persistence.

Visi tidak akan tercapai hanya dengan upaya seorang pemimpin, tetapi perlu keterlibatan dan kerja keras semua pihak. Menurut Kouzes dan Posner ada lima dasar praktek kepemimpinan dan sepuluh komitmen yang perlu dilakukan pemimpin, yaitu: (1) menempuh proses yang menantang: memperoleh peluang dan mencoba mengambil resiko, (2) berinspirasi untuk berbagi visi: menerawang masa depan dan melibatkan orang lain, (3) membantu orang lain dalam bertindak: menjalin kerjasama dan memberdayakan orang lain, (4) membuat model jalan yang ditempuh: berikan contoh dan rencanakan keberhasilan-keberhasilan kecil, dan (5) memberi semangat: mengakui kontribusi dan merayakan keberhasilan.

 Apa yang Diharapkan Pengikut dari Pemimpinnya
Kepemimpinan bukan hanya tentang pemimpin, tetapi juga tentang pengikut. Jadi harapan pengikut perlu diperhatikan. Pemimpin yang dihormati adalah mereka yang mempunyai karakter: jujur, kompeten, berpandangan jauh ke depan, dan memberikan inspirasi. Keempat hal tersebut secara bersama, ahli komunikasi menyebutnya sebagai kredibilitas.

Ketika pemimpin menerima kredibilitas tinggi dan filosofi yang kuat, pengikut kelihatan senang untuk: (1) Dengan bangga memberitahukan orang lain bahwa mereka bagian dari organisasi, (2) Membicarakan seluk beluk organisasi dengan temannya, (3) Memperlihatkan bahwa nilai-nilai yang dipercaya sama dengan milik organisasi, dan (4) mempunyai rasa memiliki organisasi yang kuat.

Mencari Perluang: Menghadapi dan Merubah Status Quo
Ketika berfikir tentang pemimpin, kita akan mengingat waktu bergerak, inovasi, perubahan, dan konflik. Ketika berfikir manajer, kita akan mengingat kestabilan, harmoni, pemeliharaan, dan kepatuhan. Keduanya mempunyai peran berbeda, tetapi diperlukan dan esensial untuk menjadikan sistem sosial bekerja. Peran khusus pemimpin adalah untuk mengarahkan kita menjelajahi „tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi.

Digunakan metafor penjelajahan (journey) untuk mendiskusikan tugas pemimpin. Kata dasar dari lead adalah kata yang berarti to go yang merupakan kata dasar dari perpindahan. Pemimpin adalah orang yang pergi „pertama kali (go first), pioners. Pemimpin dilihat sebagai jalan untuk mengubah rutinitas, berkreasi secara total, revolusi proses baru, dan jalan untuk menggerakkan sistem.

Dari kasus dari P. M. Carrigan dari Lakewood, ada empat prinsip dasar untuk menjadikan organisasi berkinerja baik, yaitu: (1) Untuk berubah, ambil resiko, terima tanggung jawab, dan jadikan akuntabel untuk aksi, (2) Untuk diterima semua orang, promosikan kesatuan, kepercayaan, kebanggaan, dan dedikasi, (3) Untuk mencapai kinerja tinggi, perlakukan orang dengan bermartabat, kejujuran, dan perhatian, dan (4) Untuk mempromosikan komunikasi yang baik, jadikan atmosfer komunikasi yang terbuka dengan kebebasan untuk menyumbang ide-ide dan bicara terus terang tanpa takut pembalasan.

Kepemimpinan tidak dapat lepas dari hubungannya dengan proses inovasi, perubahan, dan perubahan memerlukan kepemimpinan sebagai penggerak utama untuk mendorong penerapan keputusan stratejik.

 Lakukan Eksperimen dan Ambil Resiko
Mencari peluang keluar dari tradisi memerlukan kreativitas individu dan pengorganisasian inovasi. Hal itu berarti bahwa pemimpin harus memiliki sikap terbuka terhadap ide-ide dan kemauan mendengarkan, mencoba pendekatan yang belum teruji, dan menerima resiko. Pemimpin perlu melihat kondisi di luar dengan jalan ke luar atau bertanya pada pelanggan, pekerja, stakeholder jika ingin inovatif. Inovasi penting untuk kesehatan organisasi agar organisasi tidak terhenti pertumbuhannya.

Inovasi adalah „makanan bagi pengembangan organisasi. Saluran komunikasi yang terbuka adalah prasyarat agar produk, proses, dan pelayanan yang baru menyebar dalam organisasi. Jaringan komunikasi ibarat vena dan arteri ide baru. Pemimpin dapat mengharapkan keinginan berubah yang datang dalam maupun luar organisasi. Inovasi memerlukan banyak mendengar dan komunikasi daripada mengerjakan hal-hal yang rutin. Hanya melalui kontak manusia, perubahan dan inovasi dapat mencapai efektivitas.

Resiko bersifat inheren dalam setiap kesuksesan inovasi. Jika ingin meningkatkan organisasi, maka harus berani mengambil resiko. Iklim kerja untuk sukses dicirikan oleh dua hal: (1) sistem imbalan yang pantas atas keberhasilan, dan (2) kemauan mengambil resiko dan bereksperimen dengan ide inovasi. Satu hal penting yang membedakan pemimpin dari birokrat adalah bahwa pemimpin mendukung pengambilan resiko, mendorong orang lain untuk melangkah ke dalam ketidaktahuan daripada selalu bermain aman. Tidak mudah untuk menentukan tingkat penerimaan resiko.

Bagi seseorang adalah resiko, sementara bagi yang lain adalah hal yang bersifat rutin. Pemimpin perlu mengetahui kemampuan dan motivasi para pengikutnya. Pemimpin menetapkan tujuan yang lebih tinggi dari sekarang secara bertahap dan menawarkan pelatihan untuk membangun keahlian yang dapat membantu orang melampaui setiap tingkat baru. Kualitas kerja akan meningkat ketika orang memiliki kemungkinan untuk gagal. Ketika belajar sesuatu yang baru kemungkinan ada kegagalan dan melalui kegagalan kita belajar sesuatu yang baru. Belajar tidak akan terjadi tanpa adanya kesalahan. Ini disebut sebagai trial and error.

Melihat Masa Depan
 Para pemimpin yang sukses memiliki karakteristik berorientasi ke depan, melihat kemungkinan di masa depan. Mereka melintasi cakrawala waktu, melihat sesuatu sebelum hal itu terjadi, walaupun tidak jelas karena muncul dari kejauhan, dan mereka juga membayangkan bahwa hal-hal yang luar biasa mungkin terjadi serta hal-hal yang biasa dapat ditransformasikan menjadi sesuatu yang luar biasa. Semua perusahaan atau proyek, besar atau kecil, juga bermula dari suatu pemikiran.

Mereka mulai melangkah dengan disertai imajinasi. Apapun istilah yang digunakan – maksud, warisan, tujuan, panggilan, agenda pribadi, atau visi – maksudnya adalah sama, yaitu: pemimpin ingin melakukan sesuatu yang penting, ingin meraih hal yang belum pernah dicapai oleh siapapun juga.
Visi didefinisikan sebagai imajinasi ideal dan unik/khas tentang masa depan. Visi mempunyai empat atribut: berorientasi ke depan, imajinasi, ideal, dan unik. Berbagi visi dimungkinkan hanya jika pengikut menemukan manfaat yang menarik.
karena itu, pemimpin harus pandai mengkomunikasikan visinya sehingga pihak lain melihat visi sebagaimana yang dilihat pemimpinnya, seperti apa gambar masa depan itu dan dimana mereka dapat berkontribusi. Berbagi visi tidak hanya dilakukan dalam acara formal saja, tetapi perlu dilakukan dalam berbagai kesempatan dan dalam suasana yang terbuka sehingga pengikut tidak ragu-ragu untuk memberi tanggapannya secara lugas.

Melibatkan Orang Lain
Tugas pertama dalam hal melibatkan orang lain adalah mengenali para pengikut dan mencari tahu apa yang menjadi aspirasi bersama untuk mereka. Untuk keperluan ini, penting untuk menyediakan waktu tak terencana – seringkali bersifat spontan – untuk diluangkan bersama orang lain. Pemimpin berfungsi sebagai cermin dan merefleksikan kembali kepada para pengikutnya atas apa yang mereka katakan paling diinginkannya. Loyalitas pengikut akan ditunjukkan ketika pemimpin mampu menemukan kebutuhan dan memecahkan masalah mereka, ketika pemimpin terlihat sebagai simbol norma mereka, dan ketika gambaran tentang pemimpin kongruen dengan mitos dan legenda mereka. Alasan mengapa mereka menyukai pekerjaan yang mereka lakukan, adalah mereka menganggapnya penuh tantangan, penuh arti dan penuh tujuan.

Mereka menempatkan peringkat tinggi “pekerjaan yang menarik” daripada “pendapatan yang tinggi”, dan “kualitas kepemimpinan” lebih memberikan motivasi daripada “uang”. Nilai kerja serta ketertarikan akan kebebasan, aktualisasi diri, pembelajaran, komunitas, keunikan, pelayanan, dan tanggung jawab sosial benar-benar dapat menarik orang menuju kepada sebuah misi bersama.

Visi bersama merupakan kunci dan untuk mampu membuat orang lain terlibat, para pemimpin perlu membuat visi tersebut menjadi lebih menarik, hidup dan berwujud (tangible). Pemimpin dapat menggunakan berbagai cara untuk menyatakannya. Pemimpin yang sukses menggunakan metafora. Bentuk bahasa lainnya yang dapat digunakan seperti: memberikan contoh, bercerita, anekdot, kata-kata yang gamblang, kutipan, slogan, simbol, lagu, puisi, kutipan, dan humor, tetapi hal ini masih relatif jarang digunakan. Pemimpin lebih banyak menggunakan angka dan akronim. Faktanya, keduanya sangat abstrak dan perlu cukup waktu untuk memahaminya.

Mengupayakan Kolaborasi
Peningkatan kinerja organisasi yang mengagumkan tidak akan terlepas dari usaha aktif dan dukungan banyak orang. Setiap orang adalah penting, tidak hanya pemimpin. Kerja tim dipandang sebagai rute interpersonal yang memungkinkan peningkatan pengaruh, kredibilitas, dan semangat kerja kelompok, serta tingkat tertinggi kepuasan bekerja dan komitmen. Mengupayakan kerjasama adalah tentang mengajak orang lain untuk bekerja bersama. Proses kerjasama tersebut harus dipelihara, diperkuat, dan dikelola. Kerja tim adalah syarat perlu/esensial organisasi berproduksi. Kerjasama diperlukan untuk menggabungkan komitmen dan ketrampilan pekerja, pemecahan masalah, dan respon terhadap tekanan lingkungan. Mengupayakan kerjasama tidak hanya ide yang baik, tetapi juga menjadi kunci pemimpin untuk membuka energi dan bakat yang ada dalam organisasi.

Menciptakan kompetisi diantara anggota kelompok ternyata bukan merupakan suatu cara untuk mencapai kinerja tertinggi. Apa yang dapat menciptakan kerjasama, kolaborasi, dan tujuan, pertama adalah berbagi visi dan misi. Kelompok kerja, melengkapi aturan, dan berbagi imbalan juga merupakan hal yang penting. Para pekerja menyadari bahwa kerjasama terjadi ketika norma organisasi mendukungnya untuk berbagi informasi, mendengarkan ide orang lain, bertukar sumberdaya, dan merespon permohonan pihak lain melalui ketergantungan yang positif. Untuk itu, lingkungan komunikasi yang mendukung dan saling percaya (trust) perlu diciptakan di setiap level pekerjaan. Strategi mendasar untuk memperoleh kerjasama menurut Axelord, adalah “memperluas bayangan masa depan”.

Orang mempunyai kemungkinan besar untuk bekerjasama ketika mereka tahu yang akan mereka lakukan dengan pihak lain di masa depan. Harapan interaksi di masa depan mendorong orang untuk bekerjasama dengan pihak lainnya di saat ini. Bayangan masa depan nampak paling besar ketika interaksinya bertahan lama dan berulang-ulang.

Memperkuat Orang Lain: Berbagi Kekuatan dan Informasi
Satu pelajaran penting dari temuan Arnold Tannembaum adalah berbagi kekuatan akan menghasilkan kepuasan pekerja dan kinerja/efektivitas organisasi yang lebih tinggi. Untuk pemimpin, ada paradoks Jack Telnack dari Ford Motor Company: “saya harus memberikan kekuatan untuk memperoleh kekuatan”. Ketika pemimpin berbagi kekuatan dengan orang lain, orang itu pada gilirannya merasakan lebih dihubungkan dengan pemimpin dan merasa terikat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sehingga organisasi menjadi lebih efektif.

Kemampuan untuk membuat orang merasakan kuat adalah satu kontribusi terpenting dari para pemimpin. Pemimpin mendapat hasilnya dari upaya pemimpin melalui orang lain, sehingga pemimpin harus lebih sensitif kepada orang dan kebutuhan tertentu mereka. Kapasitas untuk memperkuat dan memberdayakan orang lain dimulai dengan derajat kekuatan yang anda punya. Hanya pemimpin yang kuat yang akan mendelegasikan, memberi imbalan terhadap bakat, dan membangun tim yang terdiri dari orang yang mempunyai kekuatan sesuai tempatnya. Pemimpin dapat memberikankan kekuatan kepada orang lain dan pada saat yang bersamaan mereka menerima kekuatan juga dari orang lain.

 Ada empat strategi memperkuat orang lain menurut Rosabeth Moss Kanter, yaitu: (1) Berikan pekerjaan penting untuk dikerjakan pada saat isu penting, (2) Berikan pertimbangan dan kemandirian atas tugas dan sumberdaya, (3) Berikan jarak penglihatan kepada yang lain dan berikan pengakuan atas usahanya, dan (4) Bangun hubungan untuk orang lain, hubungkan mereka dengan orang yang kuat dan temukan sponsor dan pelatihnya.

Berikan Teladan: Memimpin dengan Mencontohkan
Donald Kennedy, presiden Stanford University tahun 1985an, memahami bagaimana model kepemimpinan yang dijalaninya, bagaimana dengan keteguhan dan keyakinannya, serta dengan setiap hari mengerjakannya, mendemonstrasikan kepada orang lain bagaimana visi dapat direalisasikan. Hal ini seperti dikatakannya: “tugas pemimpin adalah dengan semangat seperti cermin yang mengembalikan kepada institusinya bagaimana itu menjadi pikiran terbaik bagi dirinya”. Chris Argyris dari Harvard University membedakan antara “nilai-nilai yang didukung” dengan “nilai-nilai yang diterapkan”. Pekerja memberi perhatian yang lebih kepada nilai-nilai yang diterapkan daripada nilai-nilai yang didukung. Mereka sangat kritis ketika terdapat gap yang besar antara nilai dan perbuatan.

Disebabkan nilai-nilai adalah sesuatu yang mendalam (abstrak), kita tidak pernah secara nyata “melihat” nilai-nilai itu sendiri. Maka harus membuatnya menjadi nyata bagi karyawan dan pelanggan. Pemimpin membuat nilai-nilai menjadi nyata bagi pengikutnya melalui perilaku dan aktivitasnya, seperti: pendapat, sikap, preferen, hasrat, kekhawatiran, aktivitas, strategi, dan sebagainya.

Setiap perbuatan, atau tidak berbuatnya pemimpin, adalah informasi tentang nilai-nilai pemimpin dan keseriusannya terhadap nilai-nilai tersebut. Mereka hanya memperhatikan apa yang pemimpin lakukan, bukan yang dikatakannya. Memimpin dengan contoh adalah manajemen yang dapat dilihat, nyata dan kongkrit. Pekerja dapat melihat apa yang diharapkan dan diwajibkan kepadanya dengan mengamati apa yang dikerjakan pemimpin. Visibility meningkatkan kemudahan akses dan mempromosikan “mengerjakan apa yang anda katakan”, tidak hanya berkata dengan kata-kata atau pergi dengan isyarat/gerakan.

Merancang Keberhasilan-keberhasilan Kecil
Merubah perilaku orang dari kebiasaan lama ke kebiasaan baru adalah suatu proses yang tidak sederhana. Diperlukan upaya agar orang-orang mau keluar dari perilaku lama ke perilaku baru. Proses yang dianggap efektif untuk merubahnya adalah dengan cara bertahap, yaitu dilakukan selangkah demi selangkah. Pemimpin yang sukses membantu orang lain melihat bagaimana kemajuan dapat dicapai dengan memecahnya menjadi tujuan-tujuan yang dapat dilihat atau langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pengikutnya.

Suatu terobosan besar di bidang pengobatan, biofisik atau industri, sering melibatkan banyak eksperimen yang difokuskan pada berbagai bagian dari masalah. Masing-masing eksperimen telah berkontribusi pada kemajuan yang lebih besar pada bidang tersebut. Kebalikannya, dalam pendekatan manajemen tradisional dalam menjalankan tujuan selama ini dimulai dengan perencanaan strategis, tetapi seringkali tanpa tidak didukung tahapan untuk mencapainya.
Dalam pendekatan yang baru, dipakai terminologi yang disebut “keberhasilan kecil”. Proses keberhasilan kecil ini dilakukan dengan melakukan aktivitas secara bertahap dan bersambung sehingga akan menghasilkan perubahan besar, menuju visi yang telah dirumuskan.

Keberhasilan kecil, dari catatan sosiolog organisasi Karl Weick, adalah: “kongkret, komplit, dan hasilnya dapat diterapkan pada kepentingan sedang. Dalam meraih keberhasilan kecil, para pemimpin mengidentifikasi tempat untuk memulai. Mereka membuat proyek yang terlihat dapat dilakukan dengan tingkat keahlian dan sumberdaya yang tersedia. Dengan demikian, para pengikut merasa mampu dan berkomitmen untuk melakukan tugas tersebut dengan baik.

Ada empat gagasan yang perlu diikuti pemimpin dalam perencanaan proyek yang didasarkan pada prinsip-prinsip keberhasilan kecil, yaitu: (1) bereksperimen secara kontinyu, (2) membagi tugas menjadi bagian-bagian kecil, (3) mengurangi items menjadi yang esensial saja, dan (4) jangan tekan orang lain untuk berubah sampai merasa perlu berubah.

Mengakui Kontribusi: Menghubungkan Imbalan dengan Kinerja
Orang-orang menikmati bekerja keras dan dalam waktu yang amat panjang (lembur). Namun untuk tetap berada dalam keadaan itu selama berbulan-bulan, orang memerlukan penyemangat. Salah satu cara penting bagi pemimpin dalam memberikan semangat kepada orang lain adalah dengan memberikan pengakuan terhadap kontribusi individual.

Satu resep tua dan sangat penting untuk mempengaruhi motivasi pekerja adalah pertalian antara hasil (imbalan, pengakuan) dengan usaha dan kinerjanya. Terdapat tiga kriteria kunci untuk mengintegrasikan sistem kinerja – imbalan: buat pasti bahwa orang mengetahui apa yang diharapkan darinya, sediakan umpan balik tentang kinerja, dan hargai yang mencapai standar. Sistem penghargaan akan berfungsi terbaik ketika kinerja dapat diukur secara tepat dan obyektif.

Terdapat banyak tipe imbalan/ penghargaan yang dapat digunakan untuk mengakui usaha dan kontribusi anggota tim. Pemimpin sebaiknya tidak hanya bergantung pada sistem penghargaan formal seperti promosi, yang hanya menawarkan pilihan yang terbatas dan membutuhkan upaya yang cukup besar.

Daripada hanya bergantung pada penghargaan formal, para pemimpin yang efektif menggunakan penghargaan intrinsik – imbalan yang dibangun dalam pekerjaan itu sendiri termasuk faktor seperti: rasa pencapaian, peluang untuk menjadi lebih kreatif, serta pekerjaan yang menantang – sebagai hasil yang dapat segera dicapai berkat upaya yang dilakukan. Walaupun peningkatan gaji atau bonus dihargai, kebutuhan individu akan penghargaan dan apresiasi atas hasil kerjanya adalah jauh lebih penting. Pengakuan verbal di depan sesama rekannya, juga penghargaan yang nyata seperti halnya sertifikat, plakat, dan pemberian berwujud lainnya, benar-benar berdaya guna tinggi.

Merayakan Keberhasilan
Merayakan keberhasilan adalah salah satu dari fungsi kepemimpinan. Merayakannya adalah suatu proses untuk menghormati orang dan berbagi dengannya dalam indahnya suasana kesuksesan. Ketika pemimpin memimpin kegembiraan, mereka mendasarkan program dalam tiga prinsip utama: (1) memfokuskan pada nilai-nilai utama, (2) membuat pengakuan umum dan terukur, dan (3) menjadikan dirinya terlibat.

Perayaan bukan merupakan kegembiaraan semata, tetapi untuk kepen-tingan memperkuat nilai-nilai utama organisasi. Poin yang penting adalah setiap perayaan harus disesuaikan dengan tujuan. Jika tujuan utama departemen adalah untuk mendapatkan kontrak baru, maka perlu merayakannya ketika mendapatkannya. Jika loyalitas yang menjadi tujuan, maka perlu merayakannya dengan lamanya masa bekerja dengan makan malam dan penyematan pin.

Arti perayaan bagi kultur suatu organisasi ibarat: “arti film bagi skenario, atau arti konser bagi aransemen musik”. Mereka memberikan ekspresi atau nilai-nilai yang sulit untuk diekspresikan dengan cara-cara yang lain.

Perayaan harus merupakan sebuah ekpresi komitmen yang jujur terhadap nilai-nilai penting tertentu, juga terhadap kerja keras dan dedikasi dari orang-orang yang telah memegang nilai-nilai tersebut. Perayaan jauh lebih berarti dari sekedar pesta, karena berfungsi untuk mengkristalisasi komitmen pribadi, membantu ikatan antar orang dan membuatnya tahu bahwa mereka tidak sendiri.

Perayaan juga berfungsi mengurangi konflik dan meminimalisasi perbedaan. Banyak kegiatan perayaan dilakukan secara spontanitas. Mulai dari pat-on-the-back dan let me take you out to lunch sampai pada “pesta 30 menit di area parkir” – relatif tidak direncanakan untuk menciptakan kesan baik pada anggota. Hal itu menciptakan perasaan nyata kepentinganya disebabkan ketepatan waktu-nya, ketika getaran hati perusahaan masih bergetar. Sebab tidak ada pengulangan, rasa perayaan adalah sangat personal.

 Menjadi Pemimpin yang Peduli dan Membuat Berbeda
Kouzes dan Posner menemukan lima praktek dasar kepemimpinan teladan yang esensial dan patut dicontoh.
Pertama, pemimpin menantang prosesnya. Mereka mencari peluang untuk berubah, melakukan percobaan dan mengambil resiko kesalahan dan kegagalan.
Kedua, pemimpin menginspirasikan visi bersama. Mereka meniupkan kehidupan ke dalam visi dan mengajak pengikutnya melihat kemungkinan masa depan yang menggembirakan.
Ketiga, pemimpin memungkinkan orang lain bertindak. Mereka mengembangkan kolaborasi dan membangun semangat tim, juga menciptakan iklim kepercayaan dan martabat manusia. Mereka memperkuat orang lain, membuat setiap orang merasa mampu dan kuat.
Keempat, pemimpin mencontohkan caranya menciptakan standar mutu, menjadi contoh orang lain untuk mengikutinya, merancang keberhasilan-keberhasilan kecil, serta menciptakan peluang untuk menang.
Kelima, pemimpin mendorong semangat. Untuk memperoleh harapan dan komitmen pengikutnya, pemimpin mengakui kontribusi individu, memberikan imbalan sesuai usahanya, dan merayakan keberhasilan tersebut. Mereka membuat setiap orang merasa seperti pahlawan. Orang yang bekerja dengan pemimpin yang menerapkan kelima praktek kepemimpinan teladan secara signifikan, akan merasa lebih puas dengan tindakan dan strategi pemimpinnya dan mereka akan merasa lebih komitmen, berpengaruh dan kuat.

Dengan kata lain, melaksanakan praktek-praktek kepemimpinan teladan, semakin besar kemungkinan akan memiliki pengaruh positif terhadap orang lain dan organisasi, dan pemimpin dapat membuat sesuatu yang berbeda. Untuk menjadi pemimpin yang baik menurut Phil Lemay dari Amdahl Corporation adalah: kombinasi kepribadian, sekolah, buku, pengalaman pribadi dalam mengamati pemimpin dalam tindakan, dan sebagainya. Tom Kellet dari Harshaw/Filtrol Partnership memberikan jawaban: mengamati metode dan keahlian atasan yang disukai, pengalaman trial & error, kursus yang relevan dengan ketrampilan orang, komunikasi dan sebagainya.

Dari hal-hal tersebut, ada tiga kategori utama kesempatan belajar untuk menjadi pemimpin, yaitu: (1) trial & error, (2) orang, dan (3) pendidikan. Studi lain juga mendukung hal itu. Sebagai contoh dari Honeywell Corp. yang mengkategorikan: (1) Pengalaman kerja dan penugasan, (2) Hubungan, dan (3) Training formal dan pendidikan.

Apakah pemimpin itu dilahirkan atau diciptakan? Kouzes dan Posner lebih percaya bahwa pemimpin itu diciptakan. Menurutnya, daripada sekedar melihat kepemimpinan sebagai sifat yang dibawa dari lahir, adalah lebih sehat dan lebih produktif untuk mulai mengasumsikan bahwa setiap orang dapat belajar untuk menjadi pemimpin. Pemimpin yang efektif selalu belajar dan selalu mencari cara untuk mengembangkan diri dan organisasinya.



Jumat, 22 Januari 2016

Soeharto Lengser: Perspektif Luar Negeri




By : Ben Anderson, Daniel S. Lev, Gerry Van Klinken, Jefrey Winters, Michaels Vatikotis, LKis, Translator: Farid Wahdiyono

Buku ini adalah sekumpulan pengamatan para Indonesianis asing atas pergeseran kekuasaan di Indonesia. Variasi pandangan yang dikemukakannya sangat menarik kalau kita lihat sebagai perspektif kritis “orang luar”. Dibandingkan dengan pengamatan “orang dalam”, paling tidak ada jarak emosional dan politis dalam pengamatan “orang luar”.

 
Hari-hari Terakhir Seorang Despot

APAKAH orang-orang yang oleh Jenderal Soeharto tak ingin diterima dan dijumpai lagi, setelah lengser, bisa dianggap bagaikan Brutus bagi mantan Presiden kedua Republik Indonesia itu? Sejauh yang bisa dicatat, Soeharto tak pernah terbuka mengatakan keengganannya terhadap orang-orang yang masuk ‘daftar hitam’. Namun, ada orang-orang tertentu yang memang tak lagi diterima kedatangannya seperti sediakala di Jalan Cendana. Dua di antaranya adalah Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita dan Menteri Perumahan Rakyat Akbar Tandjung, yang pada 20 Mei 1998 bersama duabelas menteri bidang ekonomi lainnya mengajukan surat menyatakan tak bersedia ikut dalam kabinet reformasi yang akan dibentuk Presiden Soeharto.

Jenderal Soeharto Setelah Mengundurkan Diri.
“Ketidaksetiaan, kalau hanya berasal dari seorang atau dua orang menteri yang kurang kunci kedudukannya, mungkin tidak akan berakibat fatal. Sedangkan semangat besar Soeharto bagi pertumbuhan ekonomi, yang data statistiknya mengisi pidato-pidatonya, mungkin sekali menimbulkan kesakitan yang dirasakannya, meningkat akibat ambruknya pembangunan kesayangannya serta murtadnya mereka yang justru dipercayainya untuk memulihkan ekonomi itu”. (Foto Daily Telegraph)

Dalam sudut pandang hitam-putih, di mata Soeharto, sebelas menteri ini bagaikan awak kapal yang meloncat awal saat menduga kapal akan karam, dan bukannya lebih dulu ikut mencoba menyelamatkan kapal. Bagi Soeharto, pembelotan para menteri pada 20 Mei merupakan pukulan terakhir, atau penutupan pintu terakhir. Pada malam hari itu juga setelah menerima laporan tentang surat Ginandjar dan kawan-kawan itu dari Saadilah Mursjid, Soeharto memutuskan untuk berhenti dan melaksanakan niat itu esok harinya, meski sempat meminta Habibie ‘membujuk’ mereka.

Pukulan lain, sebelumnya diterima Soeharto dari Harmoko –yang oleh Indonesianis William Liddle disebut sebagai “pembantu lama dan setia dari Soeharto”– yang dalam tempo kurang dari tiga bulan telah memainkan dua lakon berbeda. Pada tanggal 10 Maret 1998, sebagai Ketua MPR, Harmoko sukses mengendalikan Sidang Umum MPR untuk memperpanjang masa kepresidenan Soeharto sekali lagi, untuk periode 1998-2003. Presiden Soeharto yang beberapa kali sebelumnya –sejak pidato miris sejak 10 tahun sebelumnya di acara HUT Golkar 1987–melakukan ‘duga dalamnya air’ dengan pernyataan-pernyataan seakan tak terlalu menghendaki lagi terus menerus dipilih sebagai Presiden RI, ‘berhasil diyakinkan’ Harmoko bahwa rakyat masih menghendaki kepemimpinan Sang Jenderal. Akan tetapi dalam suatu keterangan pers di sore hari 18 Mei 1998 dari mulut Harmoko pula keluar kalimat “Pimpinan Dewan baik Ketua maupun Wakil-wakil Ketua mengharapkan demi persatuan dan kesatuan bangsa, agar Presiden secara arif dan bijaksana sebaiknya mengundurkan diri”. Pernyataan ini disambut gegap gempita oleh massa mahasiswa yang telah menduduki halaman gedung MPR/DPR itu. Keberhasilan massa mahasiswa menduduki gedung perwakilan rakyat itu, tak terlepas dari kesempatan yang diberikan Jenderal Wiranto, Panglima ABRI kala itu. Peran Wiranto ini, menjadi suatu cerita tersendiri lainnya.


Kesetiaan bagai selembar kertas tisu.
APAKAH kesetiaan Harmoko kepada Soeharto yang telah mengangkat posisi dan karir politiknya ke tempat yang begitu tinggi, memang hanya setipis dan serapuh selembar kertas tisu? Mungkin saja, tapi yang jelas, Harmoko juga tertekan oleh situasi makin meningkatnya gerakan perlawanan yang menuntut Presiden Soeharto turun tahta. Hanya beberapa hari sebelum pernyataan pers itu, rumah keluarga Harmoko di Solo dibakar massa. Agaknya ini yang menambah ‘ketakutan’ Harmoko, sehingga balik badan ikut arus. Dalam percakapan politik sehari-hari sebelumnya, Harmoko tergambarkan memiliki kesetiaan, atau tepatnya kepatuhan berkadar tinggi kepada Soeharto sehingga bisa melakukan apapun untuk sang pemimpin. Saat menjadi Menteri Penerangan beberapa periode ia melakukan safari ke mana-mana untuk sang Bapak Pembangunan dan menjadi juru bicara yang ‘terbaik’ bagi sang pemimpin. Dan menciptakan kelompencapir segala macam buat sang Presiden. Untuk itu, namanya sampai dijadikan akronim bagi “Hari-hari Omong Kosong”. Sebuah pertanyaan dalam humor politik yang beredar berbunyi “Kenapa rambut Harmoko belah miring?”, dan mendapat jawaban “Sesuai petunjuk bapak Presiden”.

Harmoko sepanjang yang bisa diketahui, termasuk di antara deretan orang yang tak lagi mau diterima dan ditemui Soeharto. Setelah meninggalnya Soeharto, saat mantan Presiden itu menjelang kematian di Rumah Sakit, Harmoko datang bersama santri pondok pesantren Al Barokah Nganjuk untuk mendoakan. BJ Habibie dalam pada itu, saat datang menjenguk Soeharto di Rumah Sakit tak diberi kesempatan oleh pihak keluarga untuk menemui Soeharto. Apa salah BJ Habibie? Ketika Presiden Soeharto menyampaikan niatnya untuk lengser, ia memaksudkan mundur satu paket bersama Wakil Presiden BJ Habibie. Namun, saat Soeharto mengutarakan rencana ini ke BJ Habibie, ia ini dengan sigap menukas, bahwa bila Presiden mengundurkan diri, menurut konstitusi, dengan sendirinya Wakil Presiden naik menggantikan. Sejak itu Soeharto tak mau lagi menyapa Habibie. Sewaktu berjalan ke ruangan Istana tempat akan menyampaikan keputusannya mengundurkan diri, Soeharto melewati Habibie tanpa menoleh dan menyapa sedikitpun. Habibie menceritakan kemudian, ia sangat sakit hati diperlakukan seperti itu oleh Soeharto.

Tokoh lain yang tak pernah bisa menemui Soeharto lagi sampai akhir hayatnya, adalah Ginandjar Kartasasmita. Mantan Wakil Presiden Sudharmono berkali-kali mencoba mengusahakan mempertemukan Ginandjar dengan Soeharto, tapi Soeharto tak pernah mengabulkan. Ini berbeda dengan Akbar Tandjung, yang pada salah satu Idul Fitri bisa dipertemukan oleh Sudharmono untuk bersilaturahmi dengan Soeharto. Agaknya, Soeharto masih memberi kategori berbeda di antara keduanya. Akbar Tandjung tidak pernah menjadi lingkaran dalam, sementara Ginandjar sempat menjadi salah satu di antara golden boys dan masuk lingkaran dalam, sehingga lebih tak terampunkan pembelotannya.

Secara manusiawi, perlu juga dipahami bahwa apa yang dilakukan Harmoko atau Ginandjar Kartasasmita yang dengan cepat ikut arus bah anti Soeharto, buru-buru melompat dari kapal yang akan karam, tak lain adalah bagian dari survival of the fittest di arena politik dan kekuasaan. Juga, sambil menyelam minum air, dalam artian menyelamatkan diri sambil memesan tempat dalam barisan reformasi. Tidak peduli akan digolongkan kaum Brutus atau sebaliknya sekedar sebagai batu pijakan reformasi atau syukur-syukur ikut dianggap jadi pahlawan bagi era reformasi. Inilah yang disebut seni akrobat politik. Mereka yang kurang gesit, dan mungkin agak gugup dan rada ‘bodoh’ atau kurang pintar, cenderung memilih tiarap di sudut netral. Sementara itu, mereka yang ditendang keluar dari rezim Soeharto sebelumnya, entah karena korupsi di luar sistem dan konvensi, entah melakukan kesalahan fatal lainnya, menggunakan kesempatan untuk bersih diri dengan mengidealisir diri sebagai tokoh yang ditendang karena melawan Soeharto.

Terlepas dari ada maaf atau tidak, Ginandjar Kartasasmita sempat berjaya dalam melanjutkan karir politik maupun karirnya dalam kekuasaan. Ini ada lika-liku ceritanya. Dalam penuturan Donald K. Emerson, yang sekali lagi dipinjam di sini, sehari setelah Ginandjar dan Akbar Tandjung memimpin para menteri bidang ekonomi menulis surat menolak untuk ikut lagi dalam kabinet Soeharto yang akan dibentuk, Soeharto meminta Habibie membujuk mereka mengubah niat. Namun yang terjadi adalah sebaliknya, Habibie menggunakan kesempatan itu untuk meminta para menteri bidang ekonomi supaya mendukung dirinya seandainya Presiden nanti berhenti dan diganti Habibie. “Ginandjar dan Akbar diberi imbalan dua hari kemudian ketika Habibie yang sudah menjadi presiden, mengangkat mereka dalam kabinetnya yang pertama”. Ginandjar dalam kedudukan yang sama yang dipegangnya sebelumnya, Akbar sebagai Menteri Sekertaris Negara. “Ketidaksetiaan, kalau hanya berasal dari seorang atau dua orang menteri yang kurang kunci kedudukannya, mungkin tidak akan berakibat fatal. Sedangkan semangat besar Soeharto bagi pertumbuhan ekonomi, yang data statistiknya mengisi pidato-pidatonya, mungkin sekali menimbulkan kesakitan yang dirasakannya, meningkat akibat ambruknya pembangunan kesayangannya serta murtadnya mereka yang justru dipercayainya untuk memulihkan ekonomi itu”.

Apapun soalnya, setelah itu karir politik Ginandjar dan Akbar terus melesat. Akbar kemudian berhasil menjadi Ketua Umum Golkar yang secara retoris selalu dinyatakan sebagai Golkar Baru. Ginandjar Kartasasmita bersama tokoh HAM Marzuki Darusman mendampingi kepemimpinan Akbar dalam Golkar Baru (Partai Golkar). Ketua Umum DPP Golkar 1982-1987, Sudharmono SH, menyebut mereka bertiga sebagai triumvirat tumpuan harapan baru menyelamatkan Golkar. Maka, ketika Marzuki Darusman SH dalam kedudukan Jaksa Agung RI menyeret dan menangkap Ginandjar Kartasasmita dengan tuduhan korupsi di masa Soeharto, Sudharmono menjadi orang yang paling kecewa. Ia mencoba melunakkan Marzuki Darusman yang tetap bersikeras, melalui seorang yang adalah kenalan kedua-duanya. Akhirnya Ginandjar lolos melalui upaya berbagai pihak, termasuk unsur tentara, dimulai dengan memenangkan pra-peradilan di PN Jakarta Selatan yang dikenal kemudian sebagai salah satu kuburan kasus-kasus korupsi. Belakangan, Marzuki Darusman lah yang justru terhenti dari posisi Jaksa Agung, yang tak terlepas dari konspirasi gabungan kekuatan korup lama dan baru yang berhasil memelihara eksistensi dalam era reformasi.

Ikhwal Sang Pengganti dan Masa Depan Indonesia

Pemerintahan Soeharto
Pada masa pemerintahan Soeharto lebih condong ke paradigma Weberian, hal ini dapat dilihat dari orang-orang yang duduk di pemerintahan berdasarkan hubungan impersonal. Misalkan badan perwakilan yang hanya berfungsi sebagai organ ‘bawahan’, berisikan orang-orang yang ditunjuk presiden termasuk sejumlah pejabat tinggi militer. Badan-badan perwakilan ini tidak banyak berperan dalam pemerintahan sehari-harinya, dan jarang sekali menggunakan kekuasaan legislatifnya. MPR yang telah menunjuk Suharto dalam 7 masa jabatan, terdiri dari 500 anggota DPR, hanya 400 dari mereka yang dipilih, dan 500 lainnya ditunjuk.

Administrator bertindak sebagai penguasa. Pada masa Soeharto hanya tiga partai yakni Golongan Karya (Golkar), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang secara resmi diperbolehkan untuk mengajukan kandidat. Aparat negara memeriksa dengan cermat semua kandidat, materi pemilu dari parpol, termasuk pidato, rapat akbar, dll. Golkar dipastikan sebagai mayoritas dengan 70 s.d. 80 persen suara, karena itu merupakan satu-satunya partai yang diperbolehan melakukan pengorganisasian di daerah pedesaan. Sebagai tambahan, jutaan pegawai negeri termasuk keluarga militer harus bergabung dan memilih Golkar.

Sepak terjang pemerintahan Soeharto merupakan contoh klasik dalam sejarah legislasi kita yang penuh dengan sandiwara demokrasi, dengan kebanyakan kita, kelas menengah Indonesia, menjadi penonton pasif yang depresif, sekaligus penikmat manfaat yang timbul dari sistim yang koruptif dan meninabobokan. Pejabat pada pemerintahan Soeharto atau Soeharto sendiri juga tak konsisten, terjebak dalam pola yang sama, yakni turut membangun imperium bisnis. Hampir seluruh keluarga dari para menteri di era Soeharto mempunyai imperium bisnis.

 Pemerintahan Habibie
Pada masa pemerintahan Habibie lebih condong ke paradigma Weberian, hal ini dapat dilihat dari aturan yang dikeluarkan oleh Habibie sangat tegas, yaitu hak politik bagi pegawai negeri sipil tidak ditentukan oleh undang-undang, tapi oleh keputusan yang dikeluarkan Habibie. Pada waktu yang lalu, pegawai negeri harus bergabung Golkar. Kini, mereka tidak diperbolehkan untuk bergabung atau berpartisipasi dalam parpol apapun. Mereka yang telah menjadi anggota partai memiliki dua pilihan : mengundurkan diri dari pekerjaan (sebagai pegawai negeri) atau mengakhiri keanggotaan partainya. Habibie bertekad bahwa bila ia tidak bisa membuat 4 juta pegawai negeri menjadi anggota Golkar, maka mereka tidak akan menjadi anggota partai yang manapun.

Administrator bertindak sebagai penguasa. Rejim Habibie menggunakan polisi dan tentara untuk menghadapi aksi protes tersebut, aparat keamanan tersebut melontarkan tembakan-tembakan dari jarak sangat dekat ke kerumunan massa, sehingga menewaskan dan melukai para demonstran.

Berbicara tentang kebebasan pers Indonesia di pemerintahan Habibie nyaris tidak menunjukkan perbedaan aktual. Aktualisasi dan fluktuasi kebebasan pers pada ketiga era pemerintahan terakhir dimaksud, lebih ditentukan perkembangan kepentingan pemerintahan (nasional atau daerah), ketimbang kepentingan insan pers dan masyarakat.

Tatapan Indonesianis
Kepergiannya mendapat perhatian luas media massa Indonesia dan dunia, tidak terkecuali Australia. Kenyataan ini menandakan betapa mantan presiden yang akrab disapa Pak Harto ini dipandang sebagai sosok yang berpengaruh. Porsi pemberitaan tentang Soeharto yang besar dari berbagai media massa utama Australia itu sudah terasa sejak ia dirawat di RSPP 4 Januari lalu.

Bagi Australian Broadcasting Corporation (ABC) misalnya, pemberitaan tentang wafatnya Soeharto dilakukan secara cukup berimbang. Di dalam berita awalnya tidak lagi dibumbui dengan atribusi "mantan diktator" untuk menyebut Pak Harto. Sebaliknya, ABC menyebut dirinya sebagai sosok pemimpin yang berasal dari keluarga petani miskin yang mengambil alih kepemimpinan angkatan darat tahun 1965 di tengah bergejolaknya gerakan antikomunis. Di dalam negeri Indonesia, ia tetap dihormati sebagai "Bapak Pembangunan Indonesia", walaupun di luar negeri ia dianggap salah seorang kleptokrat terburuk abad 20. Kilas balik kepemimpinan Soeharto juga digambarkan secara proporsional oleh Stasiun TV Saluran Tujuh dalam buletin berita Minggu petang.

Dalam sejarah hubungan bilateral Indonesia dan Australia yang sering mengalami pasang surut, era pemerintahan mantan perdana menteri Paul Keating (1991-1996) kerap dianggap sebagai masa keemasan dalam hubungan kedua negara berkat kedekatan pribadi Keating dengan Pak Harto. Bahkan, Keating menempatkan Indonesia secara khusus dalam kebijakan luar negeri Australia sebagaimana ia sampaikan sendiri dalam sebuah pertemuan di Sydney tahun 1994. Dalam pertemuan tersebut, Keating menegaskan bahwa "tidak ada satu negara pun yang lebih penting bagi Australia daripada Indonesia. Jika kami gagal menempatkan hubungan ini pada jalur yang benar, memelihara dan mengembangkannya, maka seluruh jejaring hubungan luar negeri kami tidaklah lengkap". Keating setidaknya enam kali mengunjungi Indonesia dalam masa pemerintahannya. Sebelum adanya Perjanjian Keamanan Indonesia-Australia yang juga dikenal dengan Perjanjian Lombok tahun 2006, Keating dan Pak Harto justru sudah mewujudkan perjanjian keamanan tahun 2005. Hanya saja, perjanjian tersebut kemudian dibatalkan Indonesia secara sepihak pada 1999 sebagai respons atas keterlibatan Australia di era pemerintahan John Howard dalam proses pemisahan Timor Timur dari Indonesia.

Warisan Soeharto Di mata Indonesianis Universitas Nasional Australia (ANU), Dr. Hal Hill, Australia menikmati keberuntungan yang besar sekali dari kawasan Asia Tenggara yang semakin lama semakin makmur dan stabil dan kondisi regional yang baik ini merupakan warisan Pak Harto. "Australia beruntung besar sekali gara-gara pengaruh Soeharto. Karena pengaruh Soeharto, kawasan Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) semakin lama semakin makmur dan stabil. Ini adalah warisan Soeharto," katanya kepada penulis 15 Januari lalu. Pakar ekonomi Indonesia di Sekolah Riset Studi-Studi Pasifik dan Asia (RSPAS) Universitas Nasional Australia (ANU) itu mengatakan, kawasan ASEAN yang lebih stabil itu telah memunculkan negara-negara tetangga Australia yang lebih makmur. "Australia sangat beruntung ada tetangga-tetangga yang lebih makmur, walaupun terkadang ada masalah dalam hubungan bilateral Indonesia-Australia selama masa 32 tahun pemerintahan Orde Baru. Masalah itu `unavoidable` (tak terhindarkan)," katanya. Masalah perbedaan di antara kedua negara dan bangsa bertetangga ini bukanlah merupakan "kesalahan Soeharto" selaku presiden saat itu, karena Australia dan Indonesia sejak awal memiliki perbedaan sosial, budaya, ekonomi dan sistem politik, katanya. "Jadi saya kira bukan tanggung jawab Soeharto sendiri. Tapi `big picture`(gambaran besar)-nya, Australia sangat beruntung. Pak Harto terakhir ke Australia pada 1975, namun setelah 1975 dia tidak lagi pernah ke Australia," kata Hal Hill. Peneliti senior masalah ekonomi Indonesia dan Asia Tenggara dan merupakan pengasuh Buletin Studi Ekonomi Indonesia (BIES) itu menduga keengganan Soeharto untuk kembali mengunjungi Australia adalah karena ingin menghindari protes atau demonstrasi saja. Kalaupun ada yang berpandangan bahwa penguasa Orde Baru itu merupakan sosok pemimpin yang feodal, ia sangat berbeda dengan sosok raja-raja Jawa dulu. "Perbedaan antara Soeharto dengan raja-raja Jawa dulu adalah dalam soal pembangunan negeri yang cepat sekali.

Di era feodal dulu (sebelum Soeharto-red), rakyat tidak maju tapi di era Soeharto, rakyat maju kecuali aktivis kiri banyak yang ditangkap tapi rakyat maju di bawah Soeharto," kata Hal Hill. Seandainya dia mau turun dari tampuk kekuasaan tahun 1990, sudah pasti dia akan terus dikenang rakyat Indonesia sebagai "pahlawan pembangunan", katanya. Bagi orang Australia seperti dirinya, yang juga menarik dari masalah Soeharto setelah ia dipaksa lengser dari kekuasaannya adalah dia tidak lari ke luar negeri seperti para pemimpin otoriter negara-negara lain, seperti Ferdinand Marcos (Filipina) atau Mobutu (Kongo), kata Hal Hill. "Untuk Indonesia, itu (fenomena Marcos dan Mobutu-red) tidak terjadi dan Soeharto tetap tinggal di Indonesia tanpa gangguan. Ini menarik dan ini berangkali merupakan bagian dari kekuatan masyarakat Indonesia walaupun selama masa pemerintahannya ada juga masalah pelanggaran hak azasi manusia," katanya.

Akademisi Australia yang sudah menulis dan mengedit 12 buah buku dan menulis 110 karya tulis akademis dan bab buku ini berpendapat Soeharto yang sebenarnya hidupnya justru cukup sederhana harus jatuh akibat ulah anak-anaknya. "Saya kira Pak Harto dijatuhkan oleh anak-anaknya sendiri. Sayang sekali dia gagal mengontrol kemauan anak-anaknya," kata penulis buku "Indonesia`s Industrial Transformation" (1997) itu.

Dalam pandangan Hal Hill, sejarah perjalanan karir politik Soeharto sangat menarik karena pada tahun 1950-an, menurut ahli sejarah, hampir tidak ada orang yang berpikir bahwa Soeharto akan menjadi presiden kedua RI menggantikan Soekarno. Bagi rakyat Indonesia yang mementingkan kecukupan pangan (perut) dan kesempatan kerja, penilaian mereka tentang Soeharto bisa jadi lebih positif dibandingkan penilaian kelompok kelas menengah Indonesia yang dulu menuntut kebebasan politik, katanya. Soeharto dapat dikatakan menghasilkan apa yang disebut dengan "divided legacy", yakni pembangunan ekonomi yang luar biasa, namun dengan kehidupan politik yang kurang bagus. Pendapat Hal Hill tentang Soeharto terutama bagaimana kondisi hubungan Indonesia-Australia selama 32 tahun masa pemerintahannya sejalan dengan pandangan Indonesianis ANU lainnya, Greg Fealy. Lebih banyak positif Menurut Greg Fealy yang dihubungi secara terpisah, lebih banyak hal-hal positif daripada negatif dalam hubungan kedua negara selama masa Orde Baru. Terlepas dari tetap adanya ketegangan terkait dengan isu Timor Timur dan laporan media massa Australia tentang Soeharto, semua pemerintahan Australia tetap melihat Soeharto sebagai sosok pemimpin Indonesia yang "terlalu Western (Barat)". Soeharto juga dipandang Canberra sebagai sosok yang antikomunis, berjasa menstabilisasi Indonesia, dan pro-Barat. "Dari segi itu, saya kira mereka (Australia) sangat bersyukur bahwa Soeharto menjadi presiden Indonesia," kata Indonesianis yang merampungkan pendidikan doktoralnya di Universitas Monash dengan disertasi tentang studi partai Islam tradisionalis Nahdlatul Ulama (NU) itu.

Pendapat kedua Indonesianis papan atas Australia itu tentang Pak Harto yang mewarisi banyak hal baik bagi Indonesia maupun kawasan dan negara-negara di sekitarnya, termasuk Australia, diakui Perdana Menteri Kevin Rudd. Dalam penyampaian ucapan belasungkawanya atas nama rakyat Australia untuk rakyat Indonesia, PM Rudd menyebut mantan pemimpin yang lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921, ini sebagai "kepala negara terlama" Abad 20 dan tokoh berpengaruh di kawasan Asia Pasifik dan dunia. Pak Harto disebutnya sebagai pemimpin yang berhasil mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan modernisasi di masa ketika Indonesia menghadapi berbagai tantangan politik, sosial dan ekonomi sampai tiba krisis ekonomi Asia tahun 1997. Di tingkat Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara dan Forum Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC), Soeharto juga merupakan tokoh berpengaruh yang berhasil memajukan organisasi regional dan forum kerja sama ekonomi itu.

Dalam hubungan bilateral, PM Rudd menyebut Indonesia sebagai "teman dekat" dan "tetangga" Australia dimana kedua negara memiliki kepentingan politik dan keamanan vital yang sama. Alexander Downer, mantan menteri luar negeri Australia, juga berpandangan yang sama. Tanpa menafikan catatan pelanggaran hak azasi manusia (HAM) semasa pemerintahan Orde Baru, Downer seperti dikutip AAP melihat Pak Harto sebagai pemimpin yang memahami posisi penting Australia bagi Indonesia. Dalam kaitan ini, Soeharto berkomitmen menjaga hubungan yang baik bagi kedua negara. Mantan presiden RI itu pun merupakan sosok yang bervisi yang sangat baik dalam membangun komunitas Asia Tenggara yang kuat dan berpandangan positif tentang Australia, kata Downer. Komitmennya yang kuat dalam membangun hubungan Indonesia-Australia yang setara, serta sumbangsihnya yang besar dalam ikut mewujudkan Asia Tenggara yang damai, stabil, dan berprospek baik secara ekonomi merupakan "warisan" Pak Harto yang tak kan pernah mati dalam memori orang-orang Australia yang jujur dalam menilai sosok presiden kedua RI ini.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...