Minggu, 14 Februari 2010

Al-Kindi

Al-Kindi merupakan nama yang diambil dari suku yang menjadi asal cikal bakalnya, yaitu Banu Kindah. Banu Kindah adalah suku keturunan Kindah yang sejak dulu menempati daerah selatan Jazirah Arab yang tergolong memiliki apresiasi kebudayaan yang cukup tinggi dan banyak dikagumi orang.

Sedangkan nama lengkap Al-Kindi adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq As-Shabbah bin imron bin Isma’il
al-Asy’ad bin Qays al-Kindi. Lahir pada tahun 185 H (801 M) di Kuffah. Ayahnya Ishaq As-Shabbah adalah gubernur Kuffah pada masa pemerintahan al-Mahdi dan Harun ar-Rasyid dari bani Abbas. Ayahnya meninggal beberapa tahun setelah al-Kindi lahir.

Pada masa kecilnya al-Kindi sempat merasakan masa pemerintahan khalifah Harun ar-Rasyid yang terkenal kepeduliannya terhadap perkembangan ilmu pengetahuan bagi kaum muslim. Ilmu pengetahuan berpusat di Baghdad yang sekaligus menjadi pusat perdagangan.

Pada masa pemerintahan ar-Rasyid sempat didirikan lembaga yang disebut bayt al-Hikmah (Balai Ilmu Pengetahuan). pada waktu al-Kindi berusia 9 tahun ar-Rasyid wafat dan pemerintahan diambil alih oleh putranya al-Amin yang tidak melanjutkan usaha ayahnya ar-Rasyid untuk mengembangkan ilmu pengetahuan. Namun setelah beliau wafat pada tahun 185 H (813 H) kemudian saudaranya al-Makmun menggantikan kedudukannya sebagai khalifah (198-228 H) ilmu pengetahuan berkembang pesat. Fungsi Bayt al-hikmah lebih ditingkatkan, sehingga pada masa pemerintahan al-Makmun berhasil dipadukannya antara ilmu-ilmu keislaman dan ilmu-ilmu asing khususnya dari Yunani. Dan pada waktu inilah al-Kindi menjadi sebagai salah seorang tokoh yang mendapat kepercayaan untuk menterjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab, bahkan dia memberi komentar terhadap pikiran-pikiran pada filosuf Yunani.

Masa kecil al-Kindimendapat pendidikan di Bashrah. Tentang siapa guru-gurunya tidak dikenal, karena tidak terekam dalam sejarah hidupnya. Setelah menyesaikan pendidikannya di Bashrah ia melanjutkan ke Baghdad hingga tamat, ia banyak mengusai berbagai maca ilmu yang berkembang pada masa itu seperti ilmu ketabiban (kedokteran),filsafat, ilmu hitung, manthiq (logika), geometri, astronomi dan lain-lain.

Pendeknya ilmu-ilmu yang berasal dari Yunani juga ia pelajari dan sekurang-kurangnya salah satu bahasa ilmu pengetahuan kala itu ia kuasai dengan baik yaitu bahasa Suryani. Dari buku-buku Yunani yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Suryani inilah Al-Kindi menterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Pada masa pemerintahan al-Mu’tashim yang menggantikan al-Makmun pada tahun 218 H (833 M) nama al-Kindi semakin menanjak karena pada waktu itu al-Kindi dipercaya pihak istana menjadi guru pribadi pendidik putranya yaitu Ahmad bin Mu’tashim. Pada masa inilah al-Kindi mempunyai kesempatan untuk menulis karya-karyanya, setelah pada masa al-Ma’mun menterjemahkan kitab-kitab Yunani ke dalam bahasa Arab.

KARYA-KARYA AL-KINDI
Karya yang telah dihasilkan oleh al-Kindi kebanyakan hanya berupa makalah-makalah. Ibnu Nadim, dalam kitabnya Al-Fihrits, menyebutkan lebih dari 230 buah.[1] George N. atiyeh menyebutkan judul-judul makalah dan kitab-kitab karangan al-Kindi sebanyak 270 buah.[2]

Dalam bidang Filsafat, karangan al-Kindi pernah diterbitkan oleh Prof. Abu Ridah (1950) dengan judul Rosailal-Kindi al-Falasifah (Makalah-makalah filsafat al-Kindi) yang berisi 29 makalah. Prof. Ahmad Fuad Al-Ahwani pernah menerbitkan makalah al-Kindi tentang filsafat pertamanya dengan judul Kita al-Kindi ila al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula (Surat al-Kindi kepada Mu’tashim Billah tentang filsafat pertama).

Karangan-karang al-Kindi mengenai filsafat menunjukkan ketelitian dan kecermatannya dalam memberikan batsasan-batasan makna istilah-istilah yang digunakan dalam terminologi ilmu filsafat. Ilmu-ilmu filsafat yang ia bahas mencakup epistemologi, metafisika, etika dan sebagainya. Sebagaimana halnya para penganut Phytagoras, al-Kindi juga mengatakan bahwa dengan matematika orang tidak bisa berfilsafat dengan baik.

Kalau dilihat dari karangannya al-Kindi adalah penganut aliran eklektisisme.[3] Dalam metafisika dan kosmologi ia mengambil pendapat-pendapat Aristoteles, dalam Psikologi ia mengambil pendapat Plato, dalam bidang etika ia mengambil pendapat-pendapat Socrates dan Plato. Namun kepribadian al-Kindi sebagai filosuf Muslim tetap bertahan. Misalnya dalam membicarakan tentang kejadian alam al-Kidi tidak sependapat dengan Aristoteles yang mengatakan bahwa alam itu abadi, ia tetap berpegang pada keyakinannya bahwa alam adalah ciptaan Allah, diciptakan dari tiada dan akan berakhir menjadi tiada pula.

Sebagai seorang filosuf yang mempelopori mempertemukan agama dengan filsafat Yunani, al-Kindi menghadapi banyak tantangan para ahli agama. Ia dianggap telah meremehkan bahkan membodoh-bodohi ulama’ yang tidak mengetahui filsafat Yunani. Fitnah-fitnah yang ditujukan kepadanya semakin deras dan keras, terutama pada masa pemirantahan Mutawakkil. Al-Kindi mengatakan bahwa filsafat adalah semulia-mulianya ilmu dan yang tertinggi martabatnya, dan filsafat menjadi kewajiban setiap ahli pikir (ulul albab) untuk memiliki filsafat itu.

Pernyataan ini terutama tertuju kepada ahli-ahli agama yang mengingkari filsafat dengan dalih sebagai ilmu syirik, jalan menuju kekafiran dan keluar dari agama. Menurut al-Kindi, berfilsafat tidaklah berakibat mengaburkan dan mengorbankan keyakinan agama. Filsafat sejalan dan dapat mengabdi kepada agama.

DEFINISI FILSAFAT
Al-Kindi menyajikan banyak definisi filsafat tanpa menyatakan bahwa definisi mana yang menjadi miliknya. yang disajikan adalah definisi-definisi terdahulu, itupun tanpa mengaskan dari siapa definisi tersebut ia peroleh. Mungkin hal ini dimaksudkan bahwa pengertian sebenarnya tercakup dalam semua definisi yang ada, tidak hanya pada salah satunya. Menurut al-Kindi untuk memperoleh pengertian lengkap tentang apa filsafat itu harus memperhatikan semua unsur yang terdapat dalam semua definisi tentang filsafat. Definisi-definisi al-Kindi sebagai berikut :

1. Filsafat terdiri dari gabungan dua kata, Philo, Sahabat dan Sophia, Kebijaksanaan. Filsafat adalah cinta terhadap kebijaksanaan. Definisi ini berdasar atas etimologo Yunani dari kata-kata itu.

2. Filsafat adalah upaya manusia meneladani perbuatan-perbuatan Tuhan sejauh dapat dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Definisi ini merupakan definisi fungsional, yaitu meninjau filsafat dari segi tingkah laku manusia.

3. Filsafat adalah latihan untuk mati. Yang dimaksud dengan mati adalah bercerainya jiwa dan badan. Atau mematikan hawa nafsu adalah mencapai keutamaan. Oleh karenanya, banyak orang bijak terdahulu yang menyatakan bahwa kenikmatan adalah kejahatan. Definisi juga merupakan definisi fungsional, yang bertitik tolak pada segi tingkah laku manusia pula.

4. Filsafat adalah pengetahuan dari segala pengetahuan dan kebijaksanaan. Definisi ini bertitik tolak dari segi kausa.

5. Filsafat adalah pengetahuan manusia tentang dirinya. Definisi ini menitik beratkan pada fungsi filsafat sebagai upaya manusia untuk mengenal dirinya sendiri. Para filosuf berpendapat bahwa manusia adalah badan, jiwa dan aksedensial manusia yang mengetahui dirinya demikian itu berarti mengetahui segala sesuatu. Dari sinilah para filosuf menamakan manusia sebagai mikrokosomos.

6. Filsafat adalah pengetahuan tentang segala sesuatu yang abadi dan bersifat menyeluruh (umum), baik esensinya maupun kausa-kausanya. Definisi ini menitikberatkan dari sudut pandang materinya.

Dari bebrapa definisi yang amat beragam di atas, tampaknya al-Kindi menjatuhkan pada definisi terakhir dengan menambahkan suatu cita filsafat, yaitu sebagai upaya mengamalkan nilai keutamaan. Menurut al-Kindi, filosuf adalah orang yang berupaya memperoleh kebenaran dan hidup mengamalkan kebenaran yang diperolehnya yaitu orang yang hidup menjunjung tinggi nilai keadilan atau hidup adil. Dengan demikian, filsafat yang sebenarnya bukan hanya pengetahuan tentang kebenaran, tetapi disamping itu juga merupakan aktualisasi atau pengamalan dari kebenaran itu. Filosuf sejati adalah yang mampu memperoleh kebijaksanaan dan mengaktualisasikan atau mengamalkan kebijaksanaan itu. Hal yang disebut terakhir menunjukkan bahwa konsep al-Kindi tentang filsafat merupakan perpaduan antara konsep Socrates dan aliran Stoa. Tujuan terakhir adalah dalam hubungannya dengan moralita.

Al-Kindi menegaskan juga bahwa filsafat yang paling tinggi tingkatannya adalah filsafat yang  berupaya mengetahui kebenaran yang pertama, kausa daripada semua kebenaran, yaitu filsafat pertama. Filosuf yang sempurna dan sejati adalah yang memiliki pengetahuan tentang yang paling utama ini. Pengetahuan tentang kausa (‘illat) lebih utama dari pengetahuan tentang akibat (ma’lul, effact). Orang akan mengetahui tentang realitas secara sempurna jijka mengetahui pula yang menjadi kausanya.

Soekarno

Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno yang biasa dipanggil Bung Karno, lahir di Blitar, Jawa Timur, 6 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970. Ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya Ida Ayu Nyoman Rai. Semasa hidupnya, beliau mempunyai tiga istri dan dikaruniai delapan anak. Dari istri Fatmawati mempunyai anak Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Dari istri Hartini mempunyai Taufan dan Bayu, sedangkan dari istri Ratna Sari Dewi, wanita turunan Jepang bernama asli Naoko Nemoto mempunyai anak Kartika..

Masa kecil Soekarno hanya beberapa tahun hidup bersama orang tuanya di Blitar. Semasa SD hingga tamat, beliau tinggal di Surabaya, indekos di rumah Haji Oemar Said Tokroaminoto, politisi kawakan pendiri Syarikat Islam. Kemudian melanjutkan sekolah di HBS (Hoogere Burger School). Saat belajar di HBS itu, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Selepas lulus HBS tahun 1920, pindah ke Bandung dan melanjut ke THS (Technische Hoogeschool atau sekolah Tekhnik Tinggi yang sekarang menjadi ITB). Ia berhasil meraih gelar "Ir" pada 25 Mei 1926.


Kemudian, beliau merumuskan ajaran Marhaenisme dan mendirikan PNI (Partai Nasional lndonesia) pada 4 Juli 1927, dengan tujuan Indonesia Merdeka. Akibatnya, Belanda, memasukkannya ke penjara Sukamiskin, Bandung pada 29 Desember 1929. Delapan bulan kemudian baru disidangkan. Dalam pembelaannya berjudul Indonesia Menggugat, beliau menunjukkan kemurtadan Belanda, bangsa yang mengaku lebih maju itu.

Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah. Sehingga pada Juli 1930, PNI pun dibubarkan. Setelah bebas pada tahun 1931, Soekarno bergabung dengan Partindo dan sekaligus memimpinnya. Akibatnya, beliau kembali ditangkap Belanda dan dibuang ke Ende, Flores, tahun 1933. Empat tahun kemudian dipindahkan ke Bengkulu.

Setelah melalui perjuangan yang cukup panjang, Bung Karno dan Bung Hatta memproklamasikan kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir.Soekarno mengemukakan gagasan tentang dasar negara yang disebutnya Pancasila. Tanggal 17 Agustus 1945, Ir Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Dalam sidang PPKI, 18 Agustus 1945 Ir.Soekarno terpilih secara aklamasi sebagai Presiden Republik Indonesia yang pertama.

Sebelumnya, beliau juga berhasil merumuskan Pancasila yang kemudian menjadi dasar (ideologi) Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau berupaya mempersatukan nusantara. Bahkan Soekarno berusaha menghimpun bangsa-bangsa di Asia, Afrika, dan Amerika Latin dengan Konferensi Asia Afrika di Bandung pada 1955 yang kemudian berkembang menjadi Gerakan Non Blok.

Pemberontakan G-30-S/PKI melahirkan krisis politik hebat yang menyebabkan penolakan MPR atas pertanggungjawabannya. Sebaliknya MPR mengangkat Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Kesehatannya terus memburuk, yang pada hari Minggu, 21 Juni 1970 ia meninggal dunia di RSPAD. Ia disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan dimakamkan di Blitar, Jatim di dekat makam ibundanya, Ida Ayu Nyoman Rai. Pemerintah menganugerahkannya sebagai "Pahlawan Proklamasi"

TAUFIK ABDULLAH

Sejarawan dan Peneliti
Mantan Ketua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini seorang sejarawan dan peneliti yang teguh berpegang pada etika ilmiah. Pria kelahiran Bukittinggi, 3 Januari 1936, lulusan Jurusan Sejarah Fakultas Sastra & Kebudayaan UGM Yogyakarta (1961) dan doktor (S3) Universitas Cornell, Ithaca, AS (1970), ini senang menjadi peneliti, karena merasa tidak terpasung pada birokrasi.
Menurutnya seorang peneliti dituntut untuk berpegang teguh pada etika ilmiah. Karena itu, diperlukan kejujuran, sehingga tercapai integritas intelektual. Sikap wajar diperlukan, di samping rasional dan jernih dalam berpikir -- sikap yang bukannya tidak mengundang risiko.

Prof Dr Taufik Abdullah menganggap sejarawan Indonesia masih terbelenggu pada asumsi-asumsi teoretis maupun primordial. Posisi sejarawan hendaknya netral, dan menjaga jarak dari sasaran penelitian, sehingga dapat memberi makna obyektif terhadap realitas.
Dipandang dari segi peranan kaum intelektual, masa Orde Baru, di mata Taufik, terbagi dalam tiga periode. Masa 1966-1974 merupakan periode kreatif-produktif bagi kaum intelektual. Dalam periode itu berbagai masalah strategi pembangunan dibicarakan. Masa 1974-1978 merupakan periode transisi. Di sini, dilihatnya, ada kecenderungan kaum teknokrasi makin dihargai. Yang dihargai, menurut dia, bukan gagasan mereka, tetapi pelaksanaannya. Periode 1978 hingga sekarang, peranan intelektual semakin diambil oleh penguasa. ''Akibatnya, kesegaran berpikir berkurang, dan eksesnya merangsang untuk bertindak radikal,'' kata Taufik.

Taufik menolak pendapat ahli sejarah modern Indonesia dari Prancis, Dr Jacques Leclerc, bahwa sejarawan Indonesia sering melakukan pembunuhan dua kali terhadap tokoh sejarah bangsanya -- dengan mengucilkannya, karena tidak disenangi oleh kelompok tertentu, dan kemudian bersikap diam terhadap keadaan itu. Kata Taufik, sejarawan memiliki perhatian berbeda terhadap suatu bidang kajian -- yang menyukai dinamika sosial misalnya, tidak bisa dipaksa memperhatikan tokoh-tokoh sejarah.

Menganggap sastra sangat dekat dengan sejarah, ia berpendapat bahwa, ''Perang terlalu besar untuk diberikan pada jenderal saja, dan sastra terlalu penting dibiarkan untuk sastrawan saja!'' Mengingatkan bahwa sejarawan terkemuka pastilah seorang literer, baginya sendiri novel memperkaya pengertian tentang dinamika dan sejarah.


Sebagai peneliti, suami dari Rasida dan ayah tiga anak, ini bekerja tanpa terikat waktu. Pulang dari kantornya di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, ia meneruskan kesibukan di rumah. ''Kadang-kadang, malam Minggu, saya sendirian ke Cipanas, biar konsentrasi,'' katanya. Termasuk untuk merampungkan buku barunya, Pengantar ke Sosiologi Moralitas. Sekitar 30 karya tulis yang sudah lahir duluan, termasuk Islam di Asia Tenggara (LRKN-LIPI, 1976). Disertasi gelar doktornya, Scholl and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatra, diterbitkan oleh Universitas Cornell, 1971.

Sejak SD ia rajin dan tekun belajar. ''Bukan yang terpandai,'' kata Taufik Abdullah sebagaimana dirilis PDAT. ''Tapi pokoknya termasuk dalam kelompok papan atas.'' Posisi ''papan atas'' tetap didudukinya sampai ia merampungkan studinya pada jurusan sejarah Fakultas Sastra & Kebudayaan Universitas Gadjah Mada.

Cinta kepada ilmu mungkin diwarisi Taufik dari Abdullah Nur, ayahnya. Abdullah, ayah tujuh anak itu, memang seorang pedagang, tetapi gemar membaca. Taufik sendiri akrab dengan dunia bacaan, sejak di SMP. Suatu kali, ia mendapat pinjaman majalah luar negeri, yang penuh gambar. Kagum pada keindahan kota-kota besar seperti New York, Berlin, dan London, anak sulung itu berpikir, ''Siapa tahu nanti bisa terkenal, dan pergi ke luar negeri.''
Belasan tahun kemudian angan-angannya menjadi kenyataan. Dua kali ia mendapat kesempatan memperdalam ilmu di Universitas Cornell, Ithaca, AS. Pertama, 1967, untuk meraih gelar M.A., dan kemudian, 1980, saat menggondol gelar doktor (PhD). Pulang ke tanah air, Taufik memantapkan dirinya sebagai peneliti. Bekas Direktur Leknas-LIPI ini rajin menghadiri berbagai seminar dan pertemuan sejarawan di luar negeri. Ia pernah menjadi wakil presiden Southeast Asian Social Science Association, dan ketua komite eksekutif Program Studi Asia Tenggara. Kini, Taufik tenaga peneliti di LIPI.
Mantan Asisten pengajar Jurusan Sejarah, Fakultas Sastra UGM (1959-1961), ini mengawali karir di LIPI sebagai Kepala Bagian Umum Majalah Ilmu Pengetahuan Indonesia (Biro MIPI), Jakarta (1962-1963) dan Asisten Peneliti Leknas LIPI (1963-1967). Kemudian menjadi Peneliti Leknas (1967-1974), Direktur Leknas LIPI (1974-1978) dan Peneliti, LeknaswLIPI (1978) sampai menjabat Ketua LIPI.

Sebuah Pilihan

Sebagai intelektual, ia menghasilkan lebih dari 150 artikel di luar tulisannya di berbagai media massa. Lebih dari 50 kata pengantar ditulisnya, khususnya untuk buku berbau sejarah.

Taufik identik dengan sejarah. Pun sebaliknya. Meski tak ada penelitian khusus tentang persepsi masyarakat, zaman telanjur mengidentikkannya dengan sejarah.

Mengenai hal itu, Ketua Masyarakat Sejarah Indonesia (MSI) tersebut mengaku tidak tahu. Pencapaiannya saat ini berawal dari sikap yang disebutnya rentetan atas ”keharusan logis sebuah pilihan”.

Persinggungan dengan ilmu sejarah bermula pada tahun 1954. Bersama kawan-kawannya setamat SMA di Bukittinggi, Sumatera Barat, ia berlayar ke Yogyakarta untuk kuliah. Tak jelas jurusan apa yang akan ditekuni.

Pilihan ke Yogyakarta terkait dengan sikap politik ayahnya, republiken tulen. Tak ada celah mendebat keputusan ayah yang menginginkannya belajar di pusat pemerintahan nasional kala itu.

Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada (UGM) akhirnya dipilih setelah diskusi dengan teman-teman seperjalanan dan membaca buku. ”Kami membagi jurusan, seolah kami yang akan memerintah negara ini. Waktu itu jumlah lulusan SMA di Sumatera amat sedikit,” ujar dia mengenang.

Pilihannya sempat menyulitkan. Kurikulum kuliah sejarah waktu itu tidak fokus. Tak ayal, ilmu psikologi, sosiologi, tata bahasa, sejarah, hingga filsafat harus dikuasainya. Belakangan, ia mensyukuri kekacauan sistem pengajaran karena memperkaya wawasan.

Di sana ia menjadi asisten pengajar sejarah Eropa yang kemudian menghasilkan skripsi berbahasa Inggris. Satu-satunya skripsi berbahasa Inggris dalam jurusan sejarah hingga kini. Ia lulus tahun 1962.

”Bukan karena bahasa Inggris saya bagus, tapi pembimbingnya orang Inggris dan India,” tutur suami Rasida ini. Tahun 1962-1963 ia menjadi Kepala Bagian Urusan Ilmiah Biro Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) Jakarta.

Gelar master (MA) dan doktor (PhD) diraih di Universitas Cornell, New York, Amerika Serikat, 1970. Disertasinya berjudul ”School and Politics: The Kaum Muda Movement in West Sumatera (1927-1933)” diterbitkan Cornell Press.

Buku itu menjadi bacaan khusus di beberapa kampus di AS. Hasil pendalamannya, ia menulis modernisasi di Minangkabau dan masuk buku bunga rampai ”Culture Politics in Indonesia” karya Claire Holt. Taufik merasa ”kecipratan beken” karena karyanya bersanding dengan karya sejarawan Sartono Kartodirjo, Daniel S Lev, dan Benedict Anderson. Kata pengantar ditulis Clifford Gertz.

Penelitiannya di negara lain makin intens pertengahan tahun 1970-an setelah jabatan fungsional sebagai peneliti dicabut dan karier ahli penelitinya dibekukan pemerintah. Itu terjadi pascaprotes atas pemenjaraan tokoh, pendudukan kampus, dan pemberangusan kantor media massa.

Di masa sulit itu ia tercatat mengajar dan meneliti di Departemen Ilmu Politik Universitas Chicago, Universitas Wisconsin, dan Netherlands Institute for Advanced Studies in the Humanities and Social Science (NIAS) Wassenaar. Lalu menduduki posisi penting di institusi lintas bangsa, seperti Ketua Komite Eksekutif Program Kajian Asia Tenggara (ISEAS) Singapura, Wakil Presiden Asosiasi Ilmu Sosial Asia Tenggara Kuala Lumpur, Wakil Presiden Asosiasi Sosiologi Internasional Dewan Riset Sosiologi Agama. Dan, masih banyak lagi.

Pertengahan tahun 1980-an sanksinya dicabut dan direhabilitasi setelah sempat menyakiti hatinya. ”Sudahlah,” kenang dia.

Ayah tiga anak yang pernah menjadi Ketua LIPI periode 2000-2002 ini masih terlibat dalam berbagai proyek besar sampai sekarang, seperti naskah buku Sejarah Indonesia delapan jilid yang ditargetkan selesai pertengahan tahun. Dia juga mengerjakan tulisan perdebatan peristiwa tahun 1965-1967.

Pertengahan tahun ini ia akan meluncurkan buku yang didanai ISEAS berjudul Indonesia: Towards Democracy di Singapura.

Di usianya sekarang ia mengaku gelisah karena beberapa proyek tidak sempurna dikerjakan dan ia bukan pengajar resmi. Harapannya, muncul sejarawan muda yang berpikiran canggih. Berwawasan luas sebagai dampak ”keharusan logis sebuah pilihan”. (Kompas, 3 Januari 2006)

Spiral Kebodohan Masih Terjadi
Ketua LIPI Taufik Abdullah saat memberikan sambutan pada presentasi Pemilihan Peneliti Muda Indonesia ke-9 di Cibinong, Jawa Barat, Rabu (29/8/2001) sebagaimana disiarkan KB Antara, mengatakan spiral kebodohan masih terus terjadi di Indonesia sehingga terus menggerogoti kehidupan dan budaya yang semula diagungkan sebagai adiluhung.

Menurutnya, spiral kebodohan terus membesar ketika tindakan kebodohan dibalas dengan kebodohan juga. Dia mengatakan, upaya mencerdaskan kehidupan bangsa seperti semakin menjauh akibat banyak tindakan bodoh yang dilakukan dalam semua lapisan masyarakat, sehingga terus melingkar bagai spiral yang makin membesar setiap hari.

"Bagaimana bisa dibilang cerdas kalau seorang pencuri yang tertangkap malah langsung dibakar?" katanya. Taufik mengatakan, kebodohan dalam kehidupan bangsa ini juga terlihat saat terus-menerus dikumandangkannya slogan `persatuan dan kesatuan'.

"Kalau persatuan itu memang bagus, karena bangsa ini memang terdiri atas berbagai keragaman. Tapi bagaimana mungkin perbedaan itu mau menjadi kesatuan? Kalau kesatuan dalam cita-cita bolehlah," katanya.

Pembicaraan soal negeri ini sebagai warisan nenek moyang, kata Taufik, juga adalah suatu tindakan yang membodohkan, karena negara ini adalah hasil perjuangan, bukan warisan.


Menurut Taufik, saat ini negeri ini juga terus berproses untuk menjadi lebih baik, jadi perlu banyak pemikiran dan ide dari berbagai sumber. "Proses making negara ini tidak bisa diandalkan pada elite-elite politik yang terus-menerus saling cakar," katanya.

Pemilihan Peneliti Muda Indonesia ke-9 dibagi dalam lima bidang, yaitu pengetahuan sosial dan budaya, ekonomi dan manajemen, pengetahuan alam dan lingkungan, teknik dan rekayasa, serta kedokteran dan kesehatan.

dari berbagai sumber di antaranya PDAT, Kompas dan Antara

Amien Rais

Amien Rais lahir di Solo, 26 April 1944, dari sebuah keluarga yang sangat taat dalam menjalankan agamanya. Suhud Rais, ayahnya, adalah lulusan Mu’allimin Muhammadiyah dan semasa hidupnya bekerja sebagai pegawai kantor Departemen Agama. Sang ibu, Sudalmiyah, adalah alumni Hogere Inlandsche Kweek¬school [HIK] Muhammadiyah, kemudian menjadi aktivis Aisyiyah dan pernah menjabat sebagai ketuanya di Surakarta selama dua puluh tahun.
Sudalmiyah juga dikenal sebagai seorang guru yang ulet. Ia mengajar di Sekolah Guru Kepandaian Putri [SGKP] Negeri dan Sekolah Bidan Aisyiyah Surakarta. Karena prestasinya di dunia pendidikan, pada tahun 1985, Sudalmiyah mendapat gelar Ibu Teladan se-Jawa Tengah. Ia juga aktif di partai politik Masyumi ketika masa jayanya pada tahun 1950-an. Kakek Amien Rais, Wiryo Soedarmo, adalah salah seorang pendiri Muhammadiyah di Gombong, Jawa Tengah. Jadi, Amien Rais dilahirkan dari keluarga yang sangat kental warna Muhammadiyahnya.

Amien merupakan anak kedua dari enam bersaudara. Kakaknya adalah Fatimah, dan empat adiknya adalah Abdul Rozak, Achmad Dahlan, Siti Aisyah, dan Siti Asyiah. Mereka tumbuh dan dibesarkan di kampung Kepatihan Kulon. Sejak kecil mereka sudah dilatih disiplin oleh sang ibu. Bila Amien kecil melanggar, sang ibu tidak segan-segan menghukumnya. Mereka harus bangun pukul 04.00 WIB setiap pagi. Caranya dengan meletakkan jam weker di dekat tempat tidur. Dan ketika bangun, mereka diminta untuk mengucapkan “ashalatu khairum minan naum” dengan suara keras sehingga terdengar sang ibu. Sang ibu biasanya memberikan imbalan berupa uang 50 sen. Uang tersebut lalu mereka tabung, untuk dibelikan baju baru menjelang lebaran.

Walaupun tegas, tetapi sang ibu tidak pernah memaksakan kehendaknya. Anak-anaknya dibiarkan tumbuh secara alami, sesuai dengan minat dan bakatnya masing-masing. Hanya saja, pesan sang ibu yang tak pernah putus adalah mengingatkan mereka bahwa haki¬kat hidup adalah ibadah. Yang terus diingat Amien, ketika ibunya berkata, “Ingat Mien, berkemah pun ibadah.”

Dalam berbagai kesempatan, Amien Rais secara terus terang mengakui bahwa ibunyalah yang sangat mempengaruhi karakternya yang lugas tanpa basa-basi. Sampai kini Amien masih menempatkan ibunya sebagai konsultannya dan tempat pelipur lara. Mana kala ia meng¬hadapi situasi atau persoalan pelik, ia selalu pulang ke Solo menemui sang ibu untuk meminta pendapatnya, atau sekadar untuk menghindari kejaran wartawan yang pantang ia tolak. Setiap Idul Fitri ia beserta semua saudaranya juga berkumpul di rumah sang ibu. Menurut Amien, hingga usia 80-an, ketegasan dan kejernihan berpikir Ibunya masih tetap seperti dulu. Ibunda Amien Rais wafat hari Jumat, 14 September 2001 di Solo, Jawa Tengah, dalam usia 89 tahun.

Sewaktu masih duduk di bangku SD, Amien kecil bercita-cita ingin menjadi walikota. Cita-cita ini sangat dipengaruhi oleh kekagumannya pada Muhammad Saleh yang menjabat Walikota Solo waktu itu. Muhammad Saleh adalah seorang muslim yang taat. Ia sering memberikan pengajian di Balai Muhammadiyah Solo. Walikota asal Madura ini sangat dihormati dan dicintai oleh rakyatnya. Namun setelah SMA, cita-cita Amien berubah. Ia ingin jadi duta besar. Mungkin cita-cita ini yang ikut mempengaruhinya untuk memilih jurusan hubungan internasional ketika memasuki perguruan tinggi.

Prinsip hidup yang jadi pegangannya diakuinya sangat sederhana, yaitu mencari ridha dan ampunan Allah. Untuk mencapainya, orang harus berbicara dan berbuat apa adanya. “You are what you are,” katanya suatu ketika. Ia membagi kebahagiaan menjadi tiga jenis, yaitu kebahagiaan spiritual, kebahagiaan intelektual, dan kebahagiaan psikologis. Kebahagiaan spiritual diperoleh dengan cara menjalani hidup sesuai dengan rel agama. Kebahagiaan intelektual diperoleh dengan cara memberikan konstribusi pemikiran kepada masyarakat. Sedangkan kebahagiaan psikologis didapatnya bila ia bisa berbuat atau menolong orang lain.

Amien Rais menikah pada 9 Februari 1969, dengan seorang gadis yang sudah dikenalnya sejak mereka masih sama-sama kanak-kanak, Kusnasriyati Sri Rahayu. Selama sepuluh tahun pertama pernikahannya ia belum dikaruniai anak, meskipun ia sudah berkonsultasi dengan banyak dokter spesialis kandungan di Solo, Yogya, bahkan ketika berada di Chicago. Sampai suatu saat mereka berdua mendapat kesempatan naik haji ke Makkah. Di depan Ka’bah mereka berdua memanjatkan doa, memohon kepada Allah agar memenuhi keinginan mereka akan keturunan. Waktu itu mereka sedang melakukan penelitian di Mesir. Setelah kembali ke Kairo, dua bulan lebih sang istri tidak dikunjungi tamu rutin bulanan. Bahkan ada yang aneh: perutnya terasa gatal-gatal. Akhir¬nya mereka sepakat untuk pergi ke dokter kandungan. Dan hasilnya positif, sang istri dinyatakan hamil. Bagi mereka berdua, kejadian itu merupakan mukjizat dan karunia Allah semata. Setelah anak yang pertama lahir, selanjutnya setiap dua tahun sang istri hamil lagi. Kini mereka sudah dikaruniai lima orang anak, tiga putra dan dua putri. Nama-nama mereka diambil dari Al Qur’an dan dikaitkan dengan kenangan dan peristiwa yang menyertai kelahirannya. Yang pertama diberi nama Ahmad Hanafi, kemudian Hanum Salsabiela, Ahmad Mumtaz, Tasnim Fauzia, dan yang terakhir Ahmad Baihaqy.

Kusnasriyati adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Untuk mengisi kesibukannya, ia mendirikan Taman Kana¬k-Kanak [TK] di sebelah rumahnya. Karena ketekunannya, TK ini kemudian menjadi besar dan terkenal. Ia juga membuka kedai sederhana yang diminati banyak mahasiswa. Dilihat dari penampilannya yang sederhana, termasuk gaya bicara yang sederhana, ia tidak beda dengan ibu rumah tangga lainnya. Tetapi, di mata Amien Rais, ia adalah wanita luar biasa.
Keberanian dan ketegaran yang dimiliki Amien Rais ternyata tidak lepas dari peran sang istri. Suatu saat, ketika diinterviu seorang wartawan Jepang, saya melihat dengan nada bangga Amien Rais mengatakan, “Istri saya mungkin merupakan wanita terbaik se-Asia Tenggara.” Komentar tersebut mungkin terasa berlebihan bagi kebanyakan orang, tapi tidak bagi Amien Rais. Ia pernah menceritakan kepada saya bahwa ketika studi di Chicago, karena beratnya beban kuliah yang dihadapi, hampir saja ia putus asa. Untung ada sang istri yang terus-menerus memompa semangatnya.
Begitu juga ketika ia merasa lelah saat melawan Orde Baru, istrinya tidak pernah lelah untuk membangunkan kembali spiritnya. Sampai-sampai ia pernah mengomentari istrinya sebagai sumber inspirasi dan motivasinya. Bahkan menjelang tumbangnya Soeharto, sempat tersebar isu bahwa Amien Rais akan ditangkap. Ia kemudian memberi tahu sang istri tentang berita buruk yang akan menimpanya. Dengan nada tegar sang istri menjawab, “Insya Allah ini akan mempercepat kejatuhan Rezim Soeharto.”

Bila Allah mengaruniainya umur panjang, di masa tuanya nanti Amien hanya ingin melihat anak-anaknya bisa menyelesaikan pendidikannya masing-masing. Sementara ia sendiri ingin mengisi masa tuanya dengan menulis dan memberikan pengajian. Amien merujuk pada almarhum A.R. Fachruddin dan ibunya sendiri yang sampai akhir hayatnya masih memimpin Sekolah Keperawatan Muhammadiyah di Solo.

Aktifitas Saat Belia
Sejak belia Amien Rais sudah terlibat dalam ber¬bagai gerakan. Kecintaannya pada organisasi diawali dari keterlibatannya di pandu Hizbul Wathon. Ia di¬percaya oleh teman-temannya untuk memimpin sebuah regu yang terdiri dari tujuh orang yang diberi nama regu Rajawali. Regu yang dipimpinnya selalu memenangkan berbagai perlombaan, seperti lomba tali-temali, morse, membuat jembatan, sampai pada lomba masak-memasak.
Di sinilah Amien kecil mulai menyadari kekuatan ke¬bersamaan dan makna kepemimpinan. Ketika menjadi mahasiswa, ia termasuk salah seorang pendiri Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah [IMM]. Ia juga pernah aktif di Himpunan Mahasiswa Islam [HMI], dan pernah di¬percaya untuk mendu¬duki jabatan sekretaris Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam [LDMI] HMI Yogyakarta.

Di samping kegandrungannya berorganisasi, Amien Rais juga sudah mulai aktif menulis artikel sejak belia. Dawam Rahardjo menuturkan:

“Ketika mahasiswa, Amien Rais telah menjadi penulis kolom yang tajam dan produktif. Oleh tabloid mingguan Mahasiswa Indonesia yang terbit di Bandung bersama-sama dengan Harian Kami di Jakarta, koran mahasiswa yang legendaris di awal Orde Baru, Amien pernah di¬anugerahi Zainal Zakse Award.”

Riwayat Pendidikan
Pendidikan Amien Rais, mulai dari TK sampai SMA, semuanya dijalani di sekolah Muhammadiyah, di kota kelahirannya, Solo. Menurut Amien, karena kecintaan sang ibu pada sekolah Muhammadiyah, maka seandainya ketika itu sudah ada perguruan tinggi Muhammadiyah, pasti ibunya akan memintanya untuk kuliah di situ. Sekolah Dasar diselesaikan tahun 1956, kemudian SMP pada tahun 1959 dan SMA pada tahun 1962. Di samping sekolah umum, ia juga mengikuti pendidikan agama di Pesantren Mamba’ul Ulum. Ia juga pernah nyantri di Pesantren Al Islam.

Setelah tamat SMA, ibunya menginginkan Amien melanjutkan studinya ke Al-Azhar, Mesir. Sementara ayahnya lebih memilih Universitas Gajah Mada [UGM]. Amien tampaknya lebih cocok dengan pilihan sang ayah. Ia kemudian diterima di dua fakultas, yaitu Fakultas Ekonomi dan Fisipol UGM. Ia lalu berkonsultasi dengan sang ayah, mana fakultas yang lebih baik untuk dipilih. Sang ayah menyerahkan kembali pada Amien untuk memilihnya. Akhirnya ia memilih Fisipol. Mungkin untuk tidak mengecewakan harapan sang ibu, Amien juga kemudian mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri [IAIN] Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Kuliah paralel ini dijalaninya sampai munculnya larangan kuliah ganda oleh pemerintah.

Tahun 1968 Amien menyelesaikan studinya di UGM dengan tugas akhir berjudul Mengapa Politik Luar Negeri Israel Berorientasi Pro Barat. Ia lulus dengan nilai A. Kemudian ia melanjutkan pendidikan pascasarjana di University of Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat yang diselesaikan tahun 1974 dengan gelar MA. Tesisnya adalah mengenai politik luar negeri Anwar Sadat yang waktu itu sangat dekat dengan Moskow. Itu sebabnya Amien juga harus mendalami masalah komunisme, Uni Soviet, dan Eropa Timur. Minatnya yang sangat besar dalam masalah Timur Tengah tetap tumbuh.
Setelah pulang ke tanah air sebentar, ia kembali lagi ke Amerika untuk mengikuti program doktor di University of Chicago, AS dengan mengambil bidang studi Timur Tengah. Ia berhasil meraih gelar doktor pada tahun 1981, dengan disertasi berjudul The Moslem Brotherhood in Egypt: Its Rise, Demise and Resurgence [Ikhwanul Muslimin di Mesir: Kelahiran, Keruntuhan, dan Kebangkitannya Kembali]. Penelitian untuk menyusun disertasinya dilakukan di Mesir dalam waktu sekitar satu tahun. Selama berada di Mesir, waktunya dimanfaatkan juga untuk menjadi mahasiswa luar biasa di Departemen Bahasa Universitas Al Azhar, Kairo.

Di UGM ia mengasuh mata kuliah Teori Politik Internasional serta Sejarah dan Diplomasi di Timur Tengah. Ia juga dipercaya mengajar mata kuliah Teori-teori Sosialisme. Yang paling menyenangkannya adalah mata kuliah Teori Politik Internasional. Di Fakultas Pascasarjana UGM ia dipercaya memegang mata kuliah Teori Revolusi dan Teori Politik.

'Mengelola Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan [PPSK]'
Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan [PPSK] adalah lembaga pengkajian dan penelitian di bawah yayasan Mulia Bangsa Yogyakarta. Salah satu raison d’etre kelahiran PPSK adalah keprihatinan masih terbatasnya hasil-hasil pengkajian yang menyangkut masalah-masalah strategis dan kebijakan yang ber¬orientasi pada masyarakat lemah.
Lembaga pengkajian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi pemikiran yang meliputi: Pertama, identifikasi permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam berbagai bidang kehidupan. Kedua, analisa yang akurat mengenai berbagai kecenderungan global di bidang sosial-budaya, agama, ekonomi, politik, dan iptek, serta dampaknya pada bangsa Indonesia. Ketiga, usulan pemecahan terhadap berbagai persoalan bangsa berdasarkan telaah strategis dan kebijakan yang realistis dan matang. Berbagai produk pemikirannya dipublikasikan lewat majalah Prospektif, yang terbit tiga bulan sekali.

Menurut Dawam Rahardjo, PPSK memiliki peran besar dalam membidani lahirnya ICMI. Di kantor inilah pertama kali konsep ICMI digodok, kemudian dibawa ke Wisma Muhammadiyah di Tawangmangu, Solo, untuk disempurnakan. Setelah itu baru dibawa ke Malang.

Sejumlah tokoh penting bergabung di lembaga ini, di antaranya: Moeljoto Djojomartono, Soedjatmoko, Ahmad Baiquni, Kuntowijoyo, Bambang Sudibyo, Umar Anggara Jenie, Ichlasul Amal, Yahya A. Muhaimin, Affan Gafar, A. Syafi’i Maarif, dan Amien Rais yang dipercaya untuk memimpinnya. Masyarakat ilmiah mengenal dan sangat memperhitungkan lembaga ini, selain karena produk-produk pemikirannya, juga karena kredibilitas keilmuan dan reputasi tokoh-tokohnya.
Namun masyarakat luas baru mengetahuinya setelah terjadinya dua peristiwa. Pertama, meninggalnya Dr. Soedjatmoko, seorang yang dikenal luas memiliki reputasi internasional. Beliau pernah menjadi Dubes RI untuk Amerika Serikat, juga pernah menjadi Rektor Pertama Universitas PBB di Tokio. Almarhum meninggal saat berceramah di hadapan teman-temannya di kantor PPSK, sehingga hampir semua media massa di tanah air memberitakan peristiwa kematiannya. Kedua, pertemuan antara Arifin Panigoro dan kawan-kawan dengan kelompok PPSK yang diselenggarakan di Hotel Radison, Yogyakarta, 5 Februari 1998.
Pertemuan ini kemudian dikenal dengan istilah “kasus Radison” dan menjadi polemik panjang yang mewarnai media massa waktu itu, karena oleh rezim Soeharto dituduh sebagai upaya “makar” terhadap pemerintah Orde Baru. Sebetulnya acara tersebut merupakan acara rutin dan bersifat akademis dengan tema reformasi yang meliputi reformasi politik, reformasi ekonomi, dan reformasi hukum. Beberapa orang yang hadir dalam pertemuan itu sempat dimintai keterangan oleh pihak berwajib, bahkan Arifin Panigoro sempat menjadi tersangka.

sumber Web Tech Amien Rais Center

BIOGRAFI AL-FAROBI

A.LATAR BELAKANG AL-FARABI
Abu Nashr Muhammad ibn Tasrkhan ibn Al-Uzalagh Al-Farabi lahir di Wasij di Distrik Farab (yang juga dikenal dengan nama Utrar) di Transoxiana, sekitar tahun 870 M dan wafat di Damaskus pada tahun 950 M.
Ayahnya adalah seorang opsir tentara keturunan Persia (kendatipun nama kakek dan kakek buyutnya jelas menunjukkan nama Turki) yang mengabdi kepada pengeran-pangeran Dinasti Samaniyyah. Barangkali masuknya keluarga ini ke dalam islam terjadi pada masa hidup kakeknya, Tarkhan. Peristiwa ini kira-kira terjadi bersamaan dengan peristiwa penaklukan dan Islamisasi atas Farab oleh Dinasti Samaniyyah pada 839-840 M.[1] Kenyataannya bahwa Al-Farabi putra seorang militer yang cukup penting. Karena hal ini memisahkan dirinya dari filosof-filosof islam abad pertengahan lainnya. Tak seperti Ibn Sina, ayah Ibn Sina bekerja dalam birokrasi Samaniyyah atau Al-Kindi, ayahnya adalah Gubernur Kufah. Al-Farabi tidak termasuk dalam kelas katib, suatu kelas yang memainkan peranan administratif yang besar bagi pengusaha penguasa-penguasa Abbasiyyah beserta satelit-satelit mereka.
B.PENDIDIKAN AL-FARABI
Al-Farabi belajar ilmu-ilmu Islam di Bukhara. Sebelum diciptakan system madrasah di bawah Seljuq, menuntut ilmu berlangsung di lingkungan-lingkungan pengajaran yang diadakan oleh berbagai individu, baik dirumah mereka maupun di masjid. Selain itu berbagai individu maupun barbagai istana di seluruh empirium yang mempunyai perpustakaan besar. Perpustakaan-perpustakaan ini menyambut hangat para para pakar yang hendak melakukan studi. Ada dikotomi tertentu antara ilmu-ilmu Islam seperti tafsir, hadist, fiqih serta ushul ( prinsip-prinsip dan sumber-sumber agama) dan studi tambahannya seperti studi bahasa Arab dan kesusastraan dan apa yang disebut ilmu-ilmu asing. Yaitu ilmu-ilmu Yunani yang memasuki dunia Islam melalui penerjemahan oleh orang-orang Kristen Nestorian seperti Hunain Ibn Ishaq (w. 873 M) dan mazhabnya. Lembaga pendidikan pada awalnya bersifat tradisional, yang mendapatkan dukungan financial dari wakaf, sedangkan ilmu-ilmu rasional biasanya diajarkan dirumah atau di Dar Al-Ilm’.[2]
Setelah mendapatkan pendidikan awal Al-Farabi kemudian pergi ke Marw. Di Marw inilah Al-Farabi belajar ilmu logika kepada orang Kristen Nestorian yang berbahasa Suryani yaitu bahasa Yuhanna Ibn Hailan.
Pada masa kekhalifan Al-Mu’tadid (892-902 M), baik Yuhanna Ibn Hailan maupun Al-Farabi pergi ke Baghdad. Al-Farabi unggul dalam ilmu logika, selanjutnya dia banyak memberikan sumbangsihnya dalam penempaan sebuah bahasa filsafat baru dalam bahasa Arab, meskipun menyadari perbedaan antara tata bahasa Yunani dan Arab.
Pada kekhalifaan Al-Muktafi (902-908 M) atau pada tahun-tahun kakhalifahan Al-Muqtadir (908-932 M) Al-Farabi dan Hailan meniggalkan Baghdad, semula menurut Ibn Khallikan menuju Harran. Dari Baghdad tampaknya Al-Farabi pergi ke Konstantinopel. Di Konstantinopel ini, menurut suatu sumber dia tinggal selama delapan tahun mempelajari seluruh silabus filsafat.
C.KARIER AL-FARABI
Antara 910 dan 920, Al-Farabi kembali ke Baghdad untuk mengajar dan menulis, reputasinya sedemikian rupa sehingga dia mendapatkan sebutan sebagai “guru kedua” (Aristoteles mendapatkan sebutan sebagai “guru pertama” ). Pada zamannya Al-Farabi dikenal sebagai ahli logika. Menurut berita, Al-Farabi juga “membaca” (barangkali mengajar) Physics-nya Aristoteles empat puluh kali, dan Rethoric-nya Aristoteles dua ratus kali. Ibnu Khallikan mencatat bahwa tertulis dalam satu Copy De Anima-nya Aristoteles yang berada ditangan Al-Farobi, pernyataannya bahwa dia telah membaca buku ini seratus kali.
Murid-murid Al-Farabi sendiri yang disebutkan namanya hanyalah teolog sekaligus filosof Jacobite[3] Yahya ibn ‘Adi (w. 975) dan saudara yahya yaitu Ibrahim. Yahya sendiri menjadi guru logika terkemuka :” sebenarnya separo jumlah ahli logika Arab pada abad kesepuluh adalah muridnya”.[4]
Pada tahun 942 M situasi di ibu kota dengan cepat semakin buruk karena adanya pemberontakan yang dipimpin seorang mantan kolektor pajak Al-Baridi, kelaparan dan wabah merajalela. Khalifah Al-Muttaqi sendiri meninggalkan Baghdad untuk berlindung di Istana pangeran Hamdaniyyah, Hasan (yang kemudian mendapat sebutan kehormatan Nashr Al-Daulah) di Mosul. Saudara Nashir, Ali bertemu khalifah di Tarkit. Ali memberi khalifah makanan dan uang agar khalifah dapat sampai di Mosul. Kedua saudara Hamdaniyyah ini kemudian kembali bersama khalifah ke Baghdad untuk mengatasi pemberontakan. Sebagai rasa terimakasih khalifah menganugerahi Ali gelar Saif Al-Daulah.
Al-Farabi sendiri merasa akan lebih baik pergi ke Suriah. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah dan Al-Qifti Al-Farabi pergi ke Suria pada tahun 942 M. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah di Damaskus Al-Farabi bekerja di siang hari sebagai tukang kebun dan pada malam hari belajar teks-teks filsafat dengan memakai lampu jaga. Al-Farabi terkenal sangat shaleh dan zuhud. Al-Farabi tidak begitu memperhatikan hal-hal dunia. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah, Al-Farabi membawa manuskripnya yang berjudul Al-Madinah Al-Fadhilah, manuskrip ini mulai ditulisnya di Baghdad ke Damaskus. Di Damaskus inilah manuskrip tersebut diselesaikannya pada tahun 942/3 M.
Sekitar masa inilah Al-Farabi setidak-tidaknya melakukan suatu perjalanan ke Mesir (Ibn Usaibi’ah menyebutkan tanggalnya yaitu 338 H, setahun sebelum Al-Farabi wafat) yang pada saat itu diperintah oleh Ikhsyidiyyah. Ikhsyidiyyah ini semula dibentuk oleh opsir-opsir tentara Farghanah di Asia tengah. Menurut Ibn Khallikan di Mesir inilah Al-Farabi menyelesaikan Siyasah Al-Madaniyyah yang dimulai ditulisnya di Baghdad.
Setelah meninggalkan Mesir Al-Farabi bergabung dengan lingkungan cemerlang filosof, penyair, dan sebagainya yang berada disekitar pangeran Hamdaniyyah yang bernama Saif Al-Daulah. Menurut Ibn Abi Usaibi’ah disinilah Al-Farabi mendapatkan gaji kecil yaitu empat dirham perak sehari. Ibn Khallikan menuturkan kisah yang menawan (barangkali fantastis) tentang diterimanya Al-Farabi di Istana Al-Daulah, kendatipun Al-Farabi mengenakan pakaian Turki yang aneh (yang menurut Ibn Kallikan pakaian yang seperti ini selalu dikenakan oleh Al-Farabi) dan juga berprilaku aneh. Al-Farabi membuktikan pengetahuannya dalam berbagi bahasa (menurut Ibnu Khallikan, Al-Farabi mengaku mengetahui lebih dari tujuh puluh bahasa) maupun bakat musiknya yang luar biasa. Al-Farabi berhasil membuat para hadirin tertawa, kemudian menangis, kemudian tertidur pulas. Meskipun kebenaran ini diragukan banyak informasi mengenai dijumpainya jenis ilmu pengetahuan musik seperti ini di negeri-negeri timur.
Al-Farabi wafat di Damaskus pada tahun 950 M, usianya pada saat itu sekitar 80 tahun. Ada satu legenda di kemudian hari yang tidak terdapat dalam sumber awal dan karena itu diragukan bahwa Al-Farabi dibunuh oleh pembegal-pembegal jalan setelah berani mempertahankan diri. Al-Qifti mengatakan bahwa Al-Farabi meninggal ketika perjalanan ke Damaskus bersama Saif Al-Daulah. Menurut informasi Saif Al-Daulah dan beberapa anggota lainnya melakukan upacara pemakanan.
D.KARYA-KARYA AL-FAROBI
Karya-karya nyata dari Al-Farabiadalah :
1. Al Jami’u Baina Ra’ya Al Hakimain Al falatoni Al Hahiy wa Aristho-thails (pertemuan atau penggabungan pandapat antara Plato dan Aristoteles).
2. Tahsilu as Sa’adah ( mencari kebahagian).
3. As Suyasatu Al Madinah (politik pemerintahan).
4. Fususu Al Taram (hakekat kebenaran)
5. Arroo’u Ahli Al Madinah Al Fadilah (pemikiran-pemikiran utama pemerintahan).
6. As Syiyasyah (ilmu politik)
7. Fi Ma’ani Al Aqli.
8. Ihsho’u Al Ulum (kumpulan berbagai ilmu).
9. At Tangibu ala As Sa’adah.
10. Isabetu Al Mufaraqaat.
11. Upaya-upaya untuk menyebarluaskan pemikiran-pemikiran Al-Farabi, maka kitab-kitabnya banyak diterjemahkan ke dalam bahas Latin, Inggris, Almania, bahasa Arab dan Prancis. Adapun karya yang pertama Al-Farabi yaitu Isho’u Al Ulum membahas tentang ilmu dancabangnya. Sebagaimana didalamnya memuat ilmu-ilmu bahasa, ilmu matematika, ilmu logika, ilmu ketuhanan ilmu musik, ilmu astronomi, ilmu perkotaan, ilmu fiqh, ilmu fisika, ilmu mekanika dan ilmu kalam. Ilmu tersebut yang mendapat perhatian besar oleh Al-Farabi adalah ilmu fiqh dan ilmu kalam. Sedangkan ilmu mantiq membahas delapan ilmu bagian yaitu:
A.
1. Al Maqulaat Al Asyr (kategori)
2. Al Ibarat (ibarat).
3. Al Qiyas (analogi)
4. Al Burhan (argumentasi)
5. Al Mawadi Al Jadaliyah (the topics).
6. Al Hikmatu Mumawahan (sofistika)
7. Al Hithobah (ilmu pidato).
8. Al Syi’ir (puisi)






DAFTAR PUSTAKA

Fahkry, Majid, 2001,Sejarah Filsafat Islam, Bandung: Mizan.
Musthofa, Ahmad. 1997. Filsafat Islam. Bandung: CV. PUSTAKA SETIA
[1] Mahdi, Muhsin, “ Al-Farabi”, Dictionar y ofScientic Biography, ed.C.C.Oillispie, New York : 1971, h.523.
[2] Makdisi, George, The Rise of Colleges : Institution of learning in Islam and the west, Edinburgh: 1981,h.79.
[3] Rescher, Nicholas, Studies in the History of Arabic Logic,Pittsburgh, 1963, h. 15.
[4] Galston, Miriam, Politic and Exellence:The Politic Philosophy of Al-Farabi, Printon: 1990, h. 15, catatan 15.
[5] Drs. H. Mustofa, Filsafat Islam, h.128.
[6] Drs. H. Mustofa, Filsafat Islam, h.128.

Ibnu Sina

I. PENDAHULUAN

Dalam sejarah pemikiran filsafat abad pertengahan, sosok Ibnu Sina dalam banyak hal unik, sedang diantara para filosof muslim ia tidak hanya unik, tapi juga memperoleh penghargaan yang semakin tinggi hingga masa modern. Ia adalah satu - satunya filosof besar Islam yang telah berhasil membangun sistem filsafat yang lengkap dan terperinci, suatu sistem yang telah mendominasi tradisi filsafat muslim beberapa abad.

Pengaruh ini terwujud bukan hanya karena ia memiliki sistem, tetapi karena sistem yang ia miliki itu menampakkan keasliannya yang menunjukkan jenis jiwa yang jenius dalam menemukan metode - metode dan alasan - alasan yang diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional murni dan tradisi intelektual Hellenisme yang ia warisi dan lebih jauh lagi dalam sistem keagamaan Islam.

II. BIOGRAFI

Nama lengkap Ibnu Sina adalah Abu Ali Husain Ibn Abdillah Ibn Sina. Ia lahir pada tahun 980 M di Asfshana, suatu tempat dekat Bukhara. Orang tuanya adalah pegawai tinggi pada pemerintahan Dinasti Saman.Di Bukhara ia dibesarkan serta belajar falsafah kedokteran dan ilmu - ilmu agama Islam. Ketika usia sepuluh tahun ia telah banyak mempelajari ilmu agama Islam dan menghafal Al-Qur’an seluruhnya. Dari mutafalsir Abu Abdellah Natili, Ibnu Sina mendapat bimbingan mengenai ilmu logika yang elementer untuk mempelajari buku Isagoge dan Porphyry, Euclid dan Al-Magest-Ptolemus. Dan sesudah gurunya pindah ia mendalami ilmu agama dan metafisika, terutama dari ajaran Plato dan Arsitoteles yang murni dengan bantuan komentator - komentator dari pengarang yang otoriter dari Yunani yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Arab.

Dengan ketajaman otaknya ia banyak mempelajari filsafat dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan bahwa ketinggian otodidaknya, namun di suatu kali dia harus terpaku menunggu saat ia menyelami ilmu metafisika-nya Arisstoteles, kendati sudah 40 an kali membacanya. Baru setelah ia membaca Agradhu kitab ma waraet thabie’ah li li Aristho-nya Al-Farabi (870 - 950 M), semua persoalan mendapat jawaban dan penjelasan yang terang benderang, bagaikan dia mendapat kunci bagi segala simpanan ilmu metafisika. Maka dengan tulus ikhlas dia mengakui bahwa dia menjadi murid yang setia dari Al-Farabi

Sesudah itu ia mempelajari ilmu kedokteran pada Isa bin Yahya, seorang Masehi. Belum lagi usianya melebihi enam belas tahun, kemahirannya dalam ilmu kedokteran sudah dikenal orang, bahkan banyak orang yang berdatangan untuk berguru kepadanya. Ia tidak cukup dengan teori - teori kedokteran, tetapi juga melakukan praktek dan mengobati orang - orang sakit.Ia tidak pernah bosan atau gelisah dalam membaca buku - buku filsafat dan setiap kali menghadapi kesulitan, maka ia memohon kepada Tuhan untuk diberinya petunjuk, dan ternyata permohonannya itu tidak pernah dikecewakan. Sering - sering ia tertidur karena kepayahan membaca, maka didalam tidurnya itu dilihatnya pemecahan terhadap kesulitan - kesulitan yang dihadapinya.

Sewaktu berumur 17 tahun ia telah dikenal sebagai dokter dan atas panggilan Istana pernah mengobati pangeran Nuh Ibn Mansur sehingga pulih kembali kesehatannya. Sejak itu, Ibnu Sina mendapat sambutan baik sekali, dan dapat pula mengunjungi perpustakaan yang penuh dengan buku - buku yang sukar didapat, kemudian dibacanya dengan segala keasyikan. Karena sesuatu hal, perpustakaan tersebut terbakar, maka tuduhan orang ditimpakan kepadanya, bahwa ia sengaja membakarnya, agar orang lain tidak bisa lagi mengambil manfaat dari perpustakaan itu .Kemampuan Ibnu Sina dalam bidang filsafat dan kedokteran, kedua duanya sama beratnya. Dalam bidang kedokteran dia mempersembahkan Al-Qanun fit-Thibb-nya, dimana ilmu kedokteran modern mendapat pelajaran, sebab kitab ini selain lengkap, disusunnya secara sistematis.

Dalam bidang materia medeica, Ibnu Sina telah banyak menemukan bahan nabati baru Zanthoxyllum budrunga - dimana tumbuh - tumbuhan banayak membantu terhadap bebebrapa penyakit tertentu seperti radang selaput otak (miningitis).

Ibnu Sina pula sebagai orang pertama yang menemukan peredaran darah manusia, dimana enam ratus tahun kemudian disempurnakan oleh William Harvey. Dia pulalah yang pertama kali mengatakan bahwa bayi selama masih dalam kandungan mengambil makanannya lewat tali pusarnya.

Dia jugalah yang mula - mula mempraktekkan pembedahan penyakit - penyakit bengkak yang ganas, dan menjahitnya. Dan last but not list dia juga terkenal sebagai dokter ahli jiwa dengan cara - cara modern yang kini disebut psikoterapi.

Dibidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak dan genius orisinil yang bukan hanya dunia Islam menyanjungnya ia memang merupakan satu bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, yang bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, dan sekiranya ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami dan digemari orang karena peperangan - peperangan yang meraja lela di sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas.”

Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, iapun penyair. Ilmu - ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia ada yang ditulisnya dalam bentuk syair. Begitu pula didapati buku - buku yang dikarangnya untuk ilmu logika dengan syair.

Kebanyakan buku - bukunya telah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika orang - orang Eropa diabad tengah, mulai mempergunakan buku - buku itu sebagai textbook, dipelbagai universitas. Oleh karena itu nama Ibnu Sina dalam abad pertengahan di Eropah sangat berpengaruh.

Dalam dunia Islam kitab - kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja karena kepadatan ilmunya, akan tetapi karena bahasanya yang baik dan caranya menulis sangat terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa Persia. Buku - bukunya dalam bahasa Persia, telah diterbitkan di Teheran dalam tahun 1954.

Karya - karya Ibnu Sina yang ternama dalam lapangan Filsafat adalah As-Shifa, An-Najat dan Al Isyarat. An-Najat adalah resum dari kitab As-Shifa. Al-Isyarat, dikarangkannya kemudian, untuk ilmu tasawuf. Selain dari pada itu, ia banyak menulis karangan - karangan pendek yang dinamakan Maqallah. Kebanyakan maqallah ini ditulis ketika ia memperoleh inspirasi dalam sesuatu bentuk baru dan segera dikarangnya.

Sekalipun ia hidup dalam waktu penuh kegoncangan dan sering sibuk dengan soal negara, ia menulis sekitar dua ratus lima puluh karya. Diantaranya karya yang paling masyhur adalah “Qanun” yang merupakan ikhtisar pengobatan Islam dan diajarkan hingga kini di Timur. Buku ini dterjemahkan ke baasa Latin dan diajarkan berabad lamanya di Universita Barat. Karya keduanya adalah ensiklopedinya yang monumental “Kitab As-Syifa”. Karya ini merupakan titik puncak filsafat paripatetik dalam Islam.

Diantara karangan - karangan Ibnu Sina adalah :

1. As- Syifa’ ( The Book of Recovery or The Book of Remedy = Buku tentang Penemuan, atau Buku tentang Penyembuhan).

Buku ini dikenal didalam bahasa Latin dengan nama Sanatio, atau Sufficienta. Seluruh buku ini terdiri atas 18 jilid, naskah selengkapnya sekarang ini tersimpan di Oxford University London. Mulai ditulis pada usia 22 tahun (1022 M) dan berakhir pada tahun wafatnya (1037 M). Isinya terbagi atas 4 bagian, yaitu :

1.1 Logika (termasuk didalamnya terorika dan syair) meliputi dasar karangan Aristoteles tentang logika dengan dimasukkan segala materi dari penulis - penulis Yunani kemudiannya.

1.2 Fisika (termasuk psichologi, pertanian, dan hewan). Bagian - bagian Fisika meliputi kosmologi, meteorologi, udara, waktu, kekosongan dan gambaran).

1.3 Matematika. Bagian matematika mengandung pandangan yang berpusat dari elemen - elemen Euclid, garis besar dari Almagest-nya Ptolemy, dan ikhtisar - ikhtisar tentang aritmetika dan ilmu musik.

1.4 Metafisika. Bagian falsafah, poko pikiran Ibnu sina menggabungkan pendapat Aristoteles dengan elemen - elemennya Neo Platonic dan menyusun dasar percobaan untuk menyesuaikan ide-ide Yunani dengan kepercayaan - kepercayaan.

Dalam zaman pertengahan Eropa, buku ini menjadi standar pelajaran filsafat di pelbagai sekolah tinggi.

2. Nafat, buku ini adalah ringkasan dari buku As-Syifa’.

3. Qanun, buku ini adalah buku lmu kedokteran, dijadikan buku pokok pada Universitas Montpellier (Perancis) dan Universitas Lourain (Belgia).

4. Sadidiyya. Buku ilmu kedokteran.

5. Al-Musiqa. Buku tentang musik.

6. Al-Mantiq, diuntukkan buat Abul Hasan Sahli.

7. Qamus el Arabi, terdiri atas lima jilid.Danesh Namesh. Buku filsafat.

8. Danesh Nameh. Buku filsafat.

9. Uyun-ul Hikmah. Buku filsafat terdiri atas 10 jilid.

10. Mujiz, kabir wa Shaghir. Sebuah buku yang menerangkan tentang dasar - dasar ilmu logika secara lengkap.

11. Hikmah el Masyriqiyyin. Falsafah Timur (Britanica Encyclopedia vol II, hal. 915 menyebutkan kemungkinan besar buku ini telah hilang).

12. Al-Inshaf. Buku tentang Keadilan Sejati.

13. Al-Hudud. Berisikan istilah - istilah dan pengertian - pengertian yang dipakai didalam ilmu filsafat.

14. Al-Isyarat wat Tanbiehat. Buku ini lebih banyak membicarakan dalil - dalil dan peringatan - peringatan yang mengenai prinsip Ketuhanan dan Keagamaan.

15. An-Najah, (buku tentang kebahagiaan Jiwa).

Dari autobiografi dan karangan - kaangannya dapat diketahui data tentang sifat - sifat kepribadianhya, misalnya :

1. Mengagumi dirinya sendiri

Kekagumannya akan dirinya ini diceritakan oleh temannya sendiri yakni Abu Ubaid al-Jurjani. Antara lain dari ucapan Ibnu Sina sendiri, ketika aku berumur 10 tahun aku telah hafal Al-Qur’an dan sebagian besar kesusateraan hinga aku dikagumi.

2. Mandiri dalam pemikiran

Sifat ini punya hubungan erat sudah nampak pada Ibnu Sina sejak masa kecil. Terbukti dengan ucapannya “Bapakku dipandang penganut madzhab Syi’ah Ismailiah. Demikian juga saudaraku. Aku dengar mereka menyebtnya tentang jiwa dan akal, mereka mendiskusikan tentang jiwa dan akal menurut pandangan mereka. Aku mendengarkan, memahami diskusi ini, tetapi jiwaku tak dapat menerima pandangan mereka”.

3. Menghayati agama, tetapi belum ke tingkat zuhud dan wara’.

Kata Ibnu Sina, setiap argumentasi kuperhatikan muqaddimah qiyasiyahnya setepat - tepatnya, juga kuperhatikan kemungkinan kesimpulannya. Kupelihara syarat - syarat muqaddimahnya, sampai aku yakin kebenaran masalah itu. Bilamana aku bingung tidak berhasil kepada kesimpulan pada analogi itu, akupun pergi sembahyang menghadap maha Pencipta, sampai dibukakan-Nya kesulitan dan dimudahkan-Nya kesukaran.

4. Rajin mencari ilmu, keterangan beliau “saya tenggelam dalam studi ilmu dan membaca selama satu setengah tahun. Aku tekun studi bidang logika dan filsafat, saya tidak tidur satu malam suntuk selama itu. Sedang siang hari saya tidak sibuk dengan hal - hal lainnya”

5. Pendendam. Dia meredam dendam itu dalam dirinya terhadap orang yang menyinggung perasaannya. Dia hormat bila dihormati.

6. Cepat melahirkan karangan

Ibnu Sina dengan cepat memusatkan pikirannya dan mendapatkan garis - garis besar dari isi pikirannya serta dia dengan mudah melahirkannya kepada orang lain. Menuangkan isi pikiran dengan memilih kalimat/ kata-kata yang tepat, amat mudah bagi dia. Semua itu berkat pembiasaan, kesungguhan dan latihan dan kedisiplinan yang dilakukannya.

Ibnu Sina dikenal di Barat dengan nama Avicena (Spanyol aven Sina) dan kemasyhurannya di dunia Barat sebagai dokter melampaui kemasyhuran sebagai Filosof, sehingga ia mereka beri gelar “the Prince of the Physicians”. Di dunia Islam ia dikenal dengan nama Al-Syaikh- al-Rais. Pemimpin utama (dari filosof - filosof).

Meskipun ia di akui sebagai seorang tokoh dalam keimanan, ibadah dan keilmuan, tetapi baginya minum – minuman keras itu boleh, selama tidak untuk memuaskan hawa nafsu. Minum – minuman keras dilarang karena bias menimbulkan permusuhan dan pertikaian, sedangkan apabila ia minum tidak demikian malah menajamkan pikiran.

Didalam al-Muniqdz min al-Dhalal, al-Ghazali bahwa Ibnu Sina pernah berjanji kepada Allah dalam salah satu wasiatnya, antara lain bahwa ia akan menghormati syari’at tidak melalaikan ibadah ruhani maupun jasmani dan tidak akan minum – minuman keras untuk memuaskan nafsu, melainkan demi kesehatan dan obta.

Kehidupan Ibnu Sina penuh dengan aktifitas -aktifitas kerja keras. Waktunya dihabiskan untuk urusan negara dan menulis, sehingga ia mempunyai sakit maag yang tidak dapat terobati. Di usia 58 tahun (428 H / 1037 M) Ibnu Sina meninggal dan dikuburkan di Hamazan.

III. PEMIKIRAN FILSAFAT IBNU Sina

A. Filsafat Jiwa

Ibnu Sina memberikan perhatiannya yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, sebagaimana yang dapat kita lihat dari buku - buku yang khusus untuk soal - soal kejiwaan ataupun buku - buku yang berisi campuran berbagai persoalan filsafat.

Memang tidak sukar untuk mencari unsur - unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan, seperti pikiran - piiran Aristoteles, Galius atau Plotinus, terutama pikiran- pikiran Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun hal ini tidak berarti bahwa Ibnu Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran - pikiran yang sebelumnya, baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika.

Dalam segi fisika, ia banyak memakai metode eksperimen dan banyak terpengaruh oleh pembahasan lapangan kedokteran. Dalam segi metafisika terdapat kedalaman dan pembaharuan yang menyebabkan dia mendekati pendapat - pendapat filosof modern.

Pengaruh Ibnu Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan, baik pada dunia pikir Arab sejak abad ke sepuluh Masehi sampai akhir abad ke 19 M, terutama pada Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aquinas, Roger Bacon dan Dun Scot.

Pemikiran terpenting yang dihasilkan Ibnu Sina ialah falsafatnya tentang jiwa. Sebagaimana Al-Farabi, ia juga menganut faham pancaran. Dari Tuhan memancar akal pertama, dan dari akal pertama memancar akal kedua dan langit pertama, demikian seterusnya sehingga tercapai akal ke sepuluh dan bumi. Dari akal ke sepuluh memancar segala apa yang terdapat di bumi yang berada dibawah bulan. Akal pertama adalah malaekat tertinggi dan akal kesepuluh adalah Jibril.

Pemikiran ini berbeda dengan pemikiran kaum sufi dan kaum mu’tazilah. Bagi kaum sufi kemurnian tauhid mengandung arti bahwa hanya Tuhan yang mempunyai wujud. Kalau ada yang lain yang mempunyai wujud hakiki disamping Tuhan, itu mngandung arti bahwa ada banyak wujud, dan dengan demikian merusak tauhid. Oleh karena itu mereka berpendapat : Tiada yang berwujud selain dari Allah swt. Semua yang lainnya pada hakikatnya tidak ada. Wujud yang lain itu adalah wujud bayangan. Kalau dibandingkan dengan pohon dan bayangannya, yang sebenarnya mempunyai wujud adalah pohonnya, sedang bayangannya hanyalah gambar yang seakan – akan tidak ada. Pendapat inilah kemudian yang membawa kepada paham wahdat al-wujud (kesatuan wujud), dalam arti wujud bayangan bergantung pada wujud yang punya bayangan. Karena itu ia pada hakekatnya tidak ada; bayangan tidak ada. Wujud bayangan bersatu dengan wujud yang punya bayangan.

Kalau kaum Mu’tazilah dalam usaha memurnikan tauhid pergi ke peniadaan sifat – sifat Tuhan dan kaum sufi ke peniadaan wujud selain dari wujud Allah swt, maka kaum filosof Islam yang dipelopori al-Farabi, pergi ke faham emanasi atau al-faidh. Lebih dari mu’tazilah dan kaum sufi, al-Farabi berusaha meniadakan adanya arti banyak dalam diri Tuhan. Kalau Tuhan berhubungan langsung dengan alam yang tersusun dari banyak unsur ini, maka dalam pemikiran Tuhan terdapat pemikiran yang banyak. Pemikiran yang banyak membuat faham tauhid tidak murni lagi.

Menurut al-Farabi, Allah menciptakan alam ini melalui emanasi, dalam arti bahwa wujud Tuhan melimpahkan wujud alam semesta. Emanasi ini terjadi melalui tafakkur (berfikir) Tuhan tentang dzat-Nya yang merupakan prinsip dari peraturan dan kebaikan dalam alam. Dengan kata lain, berpikirnya Allah swt tentang dzat-Nya adalah sebab dari adanya alam ini. Dalam arti bahwa ialah yang memberi wujud kekal dari segala yang ada. Berfikirnya Allah tentang dzatnya sebagaimana kata Sayyed Zayid, adalah ilmu Tuhan tentang diri-Nya, dan ilmu itu adalah daya (al-Qudrah) yang menciptakan segalanya, agar sesuatu tercipta, cukup Tuhan mengetahuiNya

Ibnu Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya sebagai pancaran dari Allah, dan sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya atau necessary by virtual of the necessary being and possible in essence. Dengan demikian ia mempunyai tiga obyek pemikiran : Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai mungkin wujudnya

Dari pemkiran tentang Tuhan timbul akal - akal dari pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa - jiwa dari pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul di langit. Jiwa manusia sebagaimana jiwa - jiwa lain dan segala apa yang terdapat di bawah Bulan, memancar dari akal ke sepuluh.

Segi - segi kejiwaan pada Ibnu Sina pada garis besarnya dapat dibagi menjadi dua segi yaitu :

1. Segi fisika yang membicarakan tentang macam - macamnya jiwa (jiwa tumbuhkan, jiwa hewan dan jiwa manusia). Pembahasan kebaikan - kebaikan, jiwa manusia, indera dan lain - lain dan pembahasan lain yang biasa termasuk dalam pengertian ilmu jiwa yang sebenarnya.

2. Segi metafisika, yang membicarakan tentang wujud dan hakikat jiwa, pertalian jiwa dengan badan dan keabadian jiwa.

Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bahagian :

1. Jiwa tumbuh - tumbuhan ( ) dengan daya - daya :

- Makan ( nutrition)

- Tumbuh ( growth)

- Berkembang biak ( reproduction)

2. Jiwa binatang ( ) dengan daya - daya :

- Gerak ( locomotion)

- Menangkap ( perception) dengan dua bagian :

* Menagkap dari luar dengan panca indera

* Menangkap dari dalam dengan indera - indera dalam.

- Indera bersama yang menerima segala apa yang ditangkap oleh panca indera

- Representasi yang menyimpan segala apa yang diterima oleh indera bersama

- Imaginasi yang dapat menyusun apa yang disimpan dalam representasi

- Estimasi yang dapat menangkap hal - hal abstraks yang terlepas dari materi umpamanya keharusan lari bagi kambing dari anjing serigala.

- Rekoleksi yang menyimpan hal - hal abstrak yang diterima oleh estimasi.

3. Jiwa manusia ( ) dengan daya - daya :

- Praktis yang hubungannya dengan badanTeoritis yang hubungannya adalah dengan hal - hal abstrak. Daya ini mempunyai tingkatan :

a. Akal materiil yang semata - mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikitpun.

b. Intelectual in habits, yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal - hal abstrak.

c. Akal actuil, yang telah dapat berfikir tentang hal - hal abstrak.

d. Akal mustafad yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal - hal abstrak dengan tak perlu pada daya upaya.

Sifat seseorang bergantung pada jiwa mana dari ketiga macam jiwa tumbuh - tumbuhan, binatang dan manusia yang berpengaruh pada dirinya, maka orang itu dapat menyerupai binatang, tetapi jika jiwa manuisa yang mempunyai pengaruh atas dirinya, maka orang itu dekat menyerupai malaekat dan dekat dengan kesempurnaan.

Menurut Ibnu Sina jiwa manusia merupakan satu unit yang tersendiri dan mempunyai wujud terlepas dari badan. Jiwa manusia timbul dan tercipta tiap kali ada badan, yang sesuai dan dapat menerima jiwa, lahir didunia ini. Sungguh pun jiwa manusia tidak mempunyai fungsi - fungsi fisik, dan dengan demikian tak berhajat pada badan untuk menjalankan tugasnya sebagai daya yang berfikir, jiwa masih berhajat pada badan karena pada permulaan wujudnya badanlah yang menolong jiwa manusia untuk dapat berfikir.

Sedangkan menurut al-Ghazali di dalam buku – buku filsafatnya dia menyatakan bahwa manusia mempunyai identitas esensial yang tetap tidak berubah – ubah yaitu al-Nafs­ atau jiwanya. Adapun yang dimaksud tentang al-Nafs adalah “substansi yang berdiri sendiri yang tidak bertempat”. Serta merupakan “tempat bersemayam pengetahuan – pengetahuan intelektual (al-ma’qulat) yang berasal dari alam al-malakut atau al-amr. Hal ini menunjukkan bahwa esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisiknya. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai tempat, sedangkan fungsi fisik adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri, karena keberadaannya tergantung kepada fisik. Sementara dalam penjelasannya yang lain, al-Ghazali menegaskan bahwa manusia terdiri atas dua substansi pokok, yakni substansi yang berdimensi dan substansi yang tidak berdimensi, namun mempunyai kemampuan merasa dan bergerak dengan kemauan. Substansi yang pertama dinamakan badan (al-jism) dan substansi yang kedua disebut jiwa (al-nafs).

Jiwa (al-Nafs) memiliki daya – daya sebagai derivatnya dan atas dasar tingkatan daya – daya tersebut, pada diri manusia terdapat tiga jiwa (al-nufus al-tsalatsah) :

Pertama jiwa tumbuhan (al-nafs al-nabatiyah) merupakan tingkatan jiwa yang paling rendah dan memiliki tiga daya 1) daya nutrisi (al-ghadiya), 2) daya tumbuh (al-munmiyah) dan 3) daya reproduksi (al-muwallidah), dengan daya ini manusia dapat berpotensi makan, tumbuh dan berkembang biak sebagaimana tumbuh – tumbuhan.

Kedua, jiwa hewani/sensitive (al-nafs al-hayawaniyah) yang memiliki dua daya 1) daya penggerak (al-mukharikah) dan 2) daya persepsi (al-mudrikah). Pada penggerakn (al-mukharikah) terdapat dua daya lagi yaitu 10 daya pendorong (al-baitsah) dan 2) daya berbuat (al-fa’ilah). Hubungan antara daya pertama dengan daya kedua sebagaimana hubungan daya potensi dan aktus, tetapi keduanya bersifat potensial sebelum mencapai aktualisasinya. Yang pertama merupakan kemauan dan yang kedua merupakan kemampuan. Karena itu al-Ghazali menyebut yang pertama iradah dan yang kedua qudrah.

Ketiga, jiwa rasional (al-nafs al-natiqah). Mempunyai dua daya !) daya praktis (al-‘amilah) dan 20 daya teoritis (al-alimah). Yang pertama berfungsi menggerakkan tubuh melalui daya – daya jiwa sensitive / hewani. Sesuai dengan tuntutan pengetahuan yang dicapai oleh akal teorities. Yang dimaksud akal teoritis adalah al-‘alimah, sebab jiwa rasional disebut juga al ‘aql. Al-‘alimah disebut juga akal praktis. Akal praktis merupakan saluran yang menyampaikan gagasan akal teoritis kepada daya penggerak.

Al-Ghazali didalam Tahafut al-Falasifah menyangkal 20 buah kesalahan para filosof muslim beserta pendahulu – pendahulu mereka yang berpaham teistik di Yunani. Para filosof yang disangkal oleh al-Ghazali ini terbagi kedalam tiga kelompok :

1. Filosof – filosof materialistik (dahriyyun)

Mereka adalah ateis – ateis yang menyangkal adanya Allah dan merumuskan kekekalan alam dan terciptanya alam dengan sendirinya.

2. Filosof – filosof naturalis atau desitik (thabi’iyyun).

Mereka melaksanakan berbagai riset di dalam alam semesta dan segala sesuatu yang menakjubkan di dalam dunia binatang dan tumbuh – tumbuhan. Melalui riset-riset itu mereka cukup banyak menyaksikan keajaiban – keajaiban di dalam ciptaan Allah dan mereka menemukan kebijaksanaan-Nya sehingga akhirnya mereka mau tak mau mengakui adanya satu pencipta yang Maha Bijaksana. Walaupun demikian mereka tetap menyangkal adanya hari pengadilan, kebangkitan kembali dan kehidupan akhirat. Mereka tidak mengenal pahala dan dosa, karenanya mereka memuaskan nafsu – nafsu mereka seperti binatang.

3. Filosof – filosof teis (ilahiyyun).

Mereka adalah filosoh – filosof Yunani seperti Socrates, Plato dan Aristoteles. Aristoteles telah mengkritik filosof – fiosof teis sebelumnya, termasuk Socrates dan Plato. Walaupun begitu, menurut al-Ghazali, Aristoteles masih mempertahankan sisa – sisa kekafiran dan kebid’ahan mereka yang tak berhasil dilepaskannya.

Filsafat Aristoteles seperti yang disebarluaskan oleh penerjemah – penerjemah dan komentator – komentator karyanya (pengikutnya) khususnya al-Farabi dan Ibnu Sina terbagi ke dalam 3 kelompok :

a. Filsafat – filsafatnya yang harus dipandang kufur.

b. Filsafat – filsafatnya yang menurut Islam adalah bid’ah.

c. Filsafat – filsafatnya yang sama sekali tak perlu disangkal.

Tiga masalah yang menyebabkan kufur tersebut adalah :

Pertama, bahwa Allah hanya mengetahui hal – hal yang besar – besar dan tidak mengetahui hal – hal yang kecil - kecil.

Kedua, bahwa alam ini azali atau kekal, tanpa permulaan.

Ketiga, bahwa di akhirat kelak yang dihimpun adalah ruh manusia bukan jasadnya

Ada empat dalil yang dikemukakan oleh Ibnu Sina untuk membuktikan adanya jiwa yaitu :

1. Dalil alam - kejiwaan (natural psikologi).

2. Dalil Aku dan kesatuan gejala - gejala kejiwaan.

3. Dalil kelangsungan (kontinuitas).

4. Dalil orang terbang atau orang tergantung di udara

Dalil – dalil tersebut apabila diuraikan satu persatu adalah sebagai berikut :

1. Dalil Alam Kejiwaan

Pada diri kita ada peristiwa yang tidak mungkin di tafsirkan kecuali sesudah mengakui adanya jiwa. Peristiwa – peristiwa tersebut adalah gerak dan pengenalan (idrak, pengetahuan).

Gerak ada dua macam yaitu :

1) Gerak paksaan (harakah qahriah) yang timbul sebagai akibat dorongan dari luar dan yang menimpa sesuatu benda kemudian menggerakkannya.

2) Gerak bukan paksaan, dan gerak ini terbagi menjadi dua yaitu :

a. Gerak sesuai dengan ketentuan hukum alam, seperti jatuhnya batu dari atas ke bawah.

b. Gerak yang terjadi dengan melawan hukum alam, seperti manusia yang berjalan di bumi, sdang berat badannya seharusnya menyebabkan ia diam, atau seperti burung yang terbang menjulang di udara, yang seharusnya jatuh (tetap) di sarangnya di atas bumi. Gerak yang berlawanan dengan ketentuan alam tersebut menghendaki adanya penggerak khusus yang melebihi unsur – unsur benda yang bergerak. Penggerak tersebut ialah jiwa.

Pengenalan (pengetahuan) tidak dimiliki oleh semua mahluk, tetapi hanya di miliki oleh sebagiannya. Yang memiliki pengenalan ini menunjukkan adanya kekuatan – kekuatan lain yang tidak terdapat pada lainnya. Begitulah isi dalil natural-psikologi dari Ibnu Sina yang didasarkan atas buku De Anima (Jiwa) dan Physics, kedua – duanya dari Aristoteles.

Namun dalil Ibnu Sina tersebut banyak berisi kelemahan – kelemahan antara lain bahwa natural (physic) pada dalil tersebut dihalalkan. Dalil tersebut baru mempunyai nilai kalau sekurangnya benda – benda tersebut hanya terdiri dari unsur – unsur yang satu maca, sedang benda – benda tersebut sebenarnya berbeda susunannya (unsur – unsurnya). Oleh karena itu maka tidak ada keberatannya untuk mengatakan bahwa benda – benda yang bergerakmelawan ketentuan alam berjalan sesuai dengan tabiatnya yang khas dan berisi unsur – unsur yang memungkinkan ia bergerak. Sekarang ini banyak alat – alat (mesin ) yang bergerak dengan gerak yyang berlawanan dengan hukum alam, namun seorang pun tidak mengira bahwa alat – alat (mesin – mesin) terseut berisi jiwa atau kekuatan lain yang tidak terlihat dan yang menggerakkannya. Ulama – ulama biologi sendiri sekarang menafsirkan fenomena kehidupan dengan tafsiran mekanis dan dinamis, tanpa mengikut sertakan kekuatan psikologi (kejiwaan).

Nampaknya Ibnu Sina sendiri menyadari kelemahan dalil tersebut. Oleh karena itu dalam kitab – kitab yang dikarang pada masa kematangan ilmunya, seperti al-syifa dan al-Isyarat, dalil tersebut disebutkan sambil lalu saja, dan ia lebih mengutamakan dalil-dalil yang didasarkan atas segi – sehi pikiran dan jiwa, yang merupakan genitalianya Ibnu sina.

2. Dalil Aku dan Kesatuan Gejala Kejiwaan.

Menurut Ibnu Sina apabila seorang sedang membicarakan tentang dirinya atau mengajak bicara kepada orang lain, maka yang dimaksudkan ialah jiwanya, bukan badannya. Jadi ketika kita mengatakan saya keluar atau saya tidur, maka bukan gerak kaki, atau pemejaman mata yang dimaksudkan, tetapi hakikat kita dan seluruh pribadi kita.

3. Dalil Kelangsungan (kontinuitas).

Dalil ini mengatakan bahwa masa kita yang sekarang berisi juga masa lampau dan masa depan. Kehidupan rohani kita pada pagi ini ada hubungannya dengan kehidupan kita yang kemarin, dan hubungan ini tidak terputus oleh tidur kita, bahkan juga ada hubngannya dengan kehidupan kita yang terjadi beberapa tahun yang telah lewat. Kalau kita ini bergerak dalam mengalami perubahan, maka gerakan – gerakan dan perubahan tersebut bertalian satu sama lain dan berangkai – rangkai pula. Pertalian dan perangkaian ini bisa terjadi karena peristiwa – peristiwa jiwa merupakan limphan dari sumber yang satu dan beredar sekitar titik tarik yang tetap.

Ibnu Sina dengan dalil kelangsungan tersebut telah membuka ciri kehidupan pikiran yang paling khas dan mencerminkan penyelidikan dan pembahasannya yang mendalam, bahkan telah mendahului masanya beberapa abad, karena pendapatnya tersebut dipegangi oleh ilmu jiwa modern dan telah mendekati tokoh – tokoh pikir masa sekarang.

4. Dalil Orang Terbang atau Tergantung di Udara.

Dalil ini adalah yang terindah dari Ibnu Sina dan yang paling jelas menunjukkan daya kreasinya. Meskipun dalil tersebut didasarkan atas perkiraan dan khayalan, namun tidak mengurangi kemampuannya untuk memberikan keyakinan. Dalil tersebut mengatakan sebagai berikut : “Andaikan ada seseorang yang mempunyai kekuatan yang penuh, baik akal maupun jasmani, kemudian ia menutup matanya sehingga tak dapat melihat sama sekali apa yang ada di sekelilingnya kemudian ia diletakkan di udara atau dalam kekosongan, sehingga ia tidak merasakan sesuatu persentuhan atau bentrokan atau perlawanan, dan anggota – anggota badannya diatur sedemikian rupa sehingga tidak sampai saling bersentuhan atau bertemu. Meskipun ini semua terjadi namun orang tersebut tidak akan ragu – ragu bahwa dirinya itu ada, meskipun ia sukar dapat menetapkan wujud salah satu bagian badannya. Bahkan ia boleh jadi tidak mempunyai pikiran sama sekali tentang badan, sedang wujud yang digambarkannya adalah wujud yang tidak mempunyai tempat, atau panjang, lebar dan dalam (tiga dimensi). Kalau pada saat tersebut ia mengkhayalkan (memperkirakan) ada tangan dan kakinya. Dengan demikian maka penetapan tentang wujud dirinya, tidak timbul dari indera atau melalui badan seluruhnya, melainkan dari sumber lain yang berbeda sama sekali dengan badan yaitu jiwa.

Dalil Ibnu Sina tersebut seperti halnya dengan dalil Descartes, didasarkan atas suatu hipotesa, bahwa pengenalan yang berbeda – beda mengharuskan adanya perkara – perkara yang berbeda – beda pula. Seseorang dapat melepaskan dirinya dari segala sesuatu, kecuali dari jiwanya yang menjadi dasar kepribadian dan dzatnya sendiri. Kalau kebenaran sesuatu dalam alam ini kita ketahui dengan adanya perantara (tidak langsung), maka satu kebenaran saja yang kita ketahui dengan langsung, yaitu jiwa dan kita tidak bisa meragukan tentang wujudnya, meskipun sebentar saja, karena pekerjaan – pekerjaan jiwa selamanya menyaksikan adanya jiwa tersebut.

B. Filsafat Wujud.

Bagi Ibnu Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan diatas segala sifat lain, walaupun essensi sendiri. Essensi, dalam faham Ibnu Sina terdapat dalam akal, sedang wujud terdapat di luar akal. Wujudlah yang membuat tiap essensi yang dalam akal mempunyai kenyataan diluar akal. Tanpa wujud, essensi tidak besar artinya. Oleh sebab itu wujud lebih penting dari essensi. Tidak mengherankan kalau dikatakan bahwa Ibnu Sina telah terlebih dahulu menimbulkan falsafat wujudiah atau existentialisasi dari filosof - filosof lain.

Kalau dikombinasikan, essensi dan wujud dapat mempunyai kombinasi berikut :

1. Essensi yang tak dapat mempunyai wujud, dan hal yang serupa ini disebut oleh Ibnu Sina mumtani’ ( ) yaitu sesuatu yang mustahil berwujud ( - impossible being).

2. Essensi yang boleh mempunyai wujud dan boleh pula tidak mempunyai wujud. Yang serupa ini disebut mumkin ( ) yaitu sesuatu yang mungkin berwujud tetapi mungkin pula tidak berwujud. Contohnya adalah alam ini yang pada mulanya tidak ada kemudian ada dan akhirnya akan hancur menjadi tidak ada.

3. Essensi yang tak boleh tidak mesti mempunyai wujud. Disini essensi tidak bisa dipisahkan dari wujud. Essensi dan wujud adalah sama dan satu. Di sini essensi tidak dimulai oleh tidak berwujud dan kemudian berwujud, sebagaimana halnya dengan essensi dalam kategori kedua, tetapi essensi mesti dan wajib mempunyai wujud selama - lamanya. Yang serupa ini disebut mesti berwujud WUJUD ) yaitu Tuhan. Wajib al wujud inilah yang mewujudkan mumkin al wujud.

Dalam pembagian wujud kepada wajib dan mumkin, tampaknya Ibnu Sina terpengaruh oleh pembagian wujud para mutakallimun kepada : baharu (al-hadits) dan Qadim (al-Qadim). Karena dalil mereka tentang wujud Allah didasarkan pada pembedaan - pembedaan “baharu” dan “qadim” sehingga mengharuskan orang berkata, setiap orang yang ada selain Allah adalah baharu, yakni didahului oleh zaman dimana Allah tidak berbuat apa - apa. Pendirian ini mengakibatkan lumpuhnya kemurahan Allah pada zaman yang mendahului alam mahluk ini, sehingga Allah tidak pemurah pada satu waktu dan Maha Pemurah pada waktu lain. Dengan kata lain perbuatan-Nya tidak Qadim dan tidak mesti wajib. Untuk menghindari keadaan Tuhan yang demikian itu, Ibnu Sina menyatakan sejak mula “bahwa sebab kebutuhan kepada al-wajib (Tuhan) adalah mungkin, bukan baharu”. Pernyataan ini akan membawa kepada aktifnya iradah Allah sejak Qadim, sebelum Zaman.

Dari pendapat tersebut terdapat perbedaan antara pemikiran para mutakallimin dengan pemikiran Ibnu Sina. Dimana para mutakallimin anatar qadim dan baharu lebih sesuai dengan ajaran agama tentang Tuhan yang menjadikan alam menurut kehendak-Nya, sedangkan dalil Ibnu Sina dalam dirinya terkandung pemikiran Yunani bahwa Tuhan yang tunduk dibawah “kemestian”, sehingga perbuatan-Nya telah ada sekaligus sejak qadim.

“Perbuatan Ilahi” dalam pemikiran Ibnu Sina dapat disimpulkan dalam 4 catatan sebagai berikut :

Pertama, perbuatan yang tidak kontinu (ghairi mutajaddid) yaitu perbuatan yang telah selesai sebelum zaman dan tidak ada lagi yang baharu. Dalam kitab An-Najah (hal. 372) Ibnu Sina berkata : “yang wajib wujud (Tuhan) itu adalah wajib (mesti) dari segala segi, sehingga tidak terlambat wujud lain (wujud muntazhar) - dari wuwud-Nya, malah semua yang mungkin menjadi wajib dengan-Nya. Tidak ada bagi-Nya kehendak yang baru, tidak ada tabi’at yang baru, tidak ada ilmu yang baru dan tidak ada suatu sifat dzat-Nya yang baru”. Demikianlah perbuatan Allah telah selesai dan sempurna sejak qadim, tidak ada sesuatu yang baru dalam pemikiran Ibnu Sina, seolah - olah alam ini tidak perlu lagi kepada Allah sesudah diciptakan.

Kedua, perbuatan Ilahi itu tidak ada tujuan apapun. Seakan - akan telah hilang dari perbuatan sifat akal yang dipandang oleh Ibnu Sina sebagai hakekat Tuhan, dan hanya sebagai perbuatan mekanis karena tidak ada tujuan sama sekali.

Ketiga, manakala perbuatan Allah telah selesai dan tidak mengandung sesuatu maksud, keluar dari-Nya berdasarkan “hukum kemestian”, seperti pekerjaan mekanis, bukan dari sesuatu pilihan dan kehendak bebas.

Yang dimaksudkan dalam catatan ketiga ini yaitu Ibnu Sina menisbatkan sifat yang paling rendah kepada Allah karena sejak semula ia menggambarkan “kemestian” pada Allah dari segala sudut. Akibatnya upaya menetapkan iradah Allah sesudah itu menjadi sia - sia, akrena iradah itu tidak lagi bebas sedikitpun dan perbuatan yang keluar dari kehendak itu adalah kemestian dalam arti yang sebenarnya. Jadi tidak ada kebebasan dan kehendak selagi kemestian telah melilit Tuhan sampai pada perbuatan-Nya, lebih - lebih lagi pada dzat-Nya.

Keempat, perbuatan itu hanyalah “memberi wujud” dalam bentuk tertentu. Untuk memberi wujud ini Ibnu Sina menyebutnya dengan beberapa nama, seperti : shudur (keluar), faidh (melimpah), luzum (mesti), wujub anhu (wajib darinya). Nama - nama ini dipakai oleh Ibnu Sina untuk membebaskan diri dari pikiran “Penciptaan Agamawi”, karena ia berada di persimpangan jalan anatara mempergunakan konsep Tuhan sebagai “sebab pembuat” (Illah fa’ilah) seperti ajaran agama dengan konsep Tuhan sebagai sebab tujuan (Illah ghaiyyah) yang berperan sebagai pemberi kepada materi sehingga bergerak ke arahnya secara gradual untuk memperoleh kesempurnaan.

Dalam empat catatan tersebut para penulis sejarah dan pengkritik Ibnu Sina selalu memahami bahwa Ibnu Sina menggunakan konsep pertama yaitu konsep Tuhan sebagai “sebab pembuat”. Tidak terpikir oleh mereka kemunginan Ibnu Sina menggunakan konsep kedua, yang menyatakan bahwa Tuhan tidak mencipta, tapi hanya sebagai “tujuan” semata. Semua mahluk merindui Tuhan dan bergerak ke arahNya seperti yang terdapat dalam konsepsi Aristoteles tentang keindahan seni dalan hubungan alam dengan Tuhan.
C. Falsafat Wahyu dan Nabi

Pentingnya gejala kenabian dan wahyu ilahi merupakan sesuatu yang oleh Ibnu Sina telah diusahakan untuk dibangun dalam empat tingkatan : intelektual, “imajinatif”, keajaiban, dan sosio politis. Totalitas keempat tingkatan ini memberi kita petunjuk yang jelas tentang motivasi, watak dan arah pemikiran keagamaan.

Akal manusia terdiri empat macam yaitu akal materil, akal intelektual, akal aktuil, dan akal mustafad. Dari keempat akal tersebut tingkatan akal yang terendah adalah akal materiil. Ada kalanya Tuhan menganugerahkan kepada manusia akal materiil yang besar lagi kuat, yang Ibnu Sina diberi nama al hads yaitu intuisi. Daya yang ada pada akal materiil semua ini begitu besarnya, sehingga tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan. Akal serupa ini mempunyai daya suci. Inilah bentuk akal tertinggi yang dapat diperoleh manusia dan terdapat hanya pada nabi - nabi.

Jadi wahyu dalam pengertian teknis inilah yang mendorong manusia untuk beramal dan menjadi orang baik, tidak hanya murni sebagai wawasan intelektual dan ilham belaka. Maka tak ada agama yang hanya berdasarkan akal murni. Namun demikian, wahyu teknis ini, dalam rangka mencapai kualitas potensi yang diperlukan, juga tak pelak lagi menderita karena dalam kenyataannya wahyu tersebut tidak memberikan kebenaran yang sebenarnya, tetapi kebenaran dalam selubung simbol – simbol. Namun sejauh mana wahyu itu mendorong ?. Kecuali kalau nabi dapat menyatakan wawasan moralnya ke dalam tujuan – tujuan dan prinsip – prinsip moral yang memadai, dan sebenarnya ke dalam suatu struktur sosial politik, baik wawasan maupun kekuatan wahyu imajinatifnya tak akan banyak berfaedah. Maka dari itu, nabi perlu menjadi seorang pembuat hukum dan seorang negarawan tertinggi – memang hanya nabilah pembuat hukum dan negarawan yang sebenarnya.

III. PENUTUP

¨ Ibnu Sina memiliki pemikiran keagamaan yang mendalam. Pemahamannya mempengaruhi pandangan filsafatnya. Ketajaman pemikirannya dan kedalaman keyakinan keagamaannya secara simultan mewarnai alam pikirannya. Ibnu Rusyd menyebutnya sebagai seorang yang agamis dalam berfilsafat, sementara al-Ghazali menjulukinya sebagai Filsuf yang terlalu banyak berfikir.

¨ Menurut Ibnu Sina bahwa alam ini diciptakan dengan jalan emanasi (memancar dari Tuhan). Tuhan adalah wujud pertama yang immateri dan dariNyalah memancar segala yang ada.

¨ Tuhan adalah wajibul wujud (jika tidak ada menimbulkan mustahil), beda dengan mumkinul wujud (jika tidak ada atau ada menimbulkan tidak mujstahil).

¨ Pemikiran Ibnu Sina tentang kenabian menjelaskan bahwa nabilah manusia yang paling unggul, lebih unggul dari filosof karena nabi memiliki akal aktual yang sempurna tanpa latihan atau studi keras, sedangkan filosof mendapatkannya dengan usaha dan susah payah.

DR. Muhammad Natsir

DR. Muhammad Natsir, atau pak Natsir begitu beliau biasa dipanggil, adalah sosok ulama pejuang yang komplit. Begitu banyak kisah dan pelajaran yang bisa dituliskan tentang beliau (Beliau sendiri juga aktif menulis). Tetapi tentu saja kemampuan saya menuliskannya sangat terbatas. Tapi sayang, kini pak Natsir nyaris diabaikan dan terlupa. Belakangan pak Natsir diusulkan jadi pahlawan nasional, meskipun tidak jelas kelanjutannya tetapi Natsir telah jadi pahlawan sebelum diusulkan.
Baiklah untuk lekasnya, simak saja beberapa kiprah berikut jabatan strategis yang pernah diamanahkan kepadanya. Diantaranya (tak terurut waktu) :
1. Ketua Jong Islamieten Bond, Bandung.
2. Mendirikan dan mengetuai Yayasan Pendidikan Islam di Bandung.
3. Direktur Pendidikan Islam, Bandung.
4. Menerbitkan majalah Pembela Islam, dalam melawan propaganda misionaris Kristen, antek-antek penjajah dan kaki tangan asing.
5. Anggota Dewan Kabupaten Bandung.
6. Kepala Biro Pendidikan Kota Madya (Bandung Shiyakusho).
7. Memimpin Majelis Al Islam A’la Indunisiya (MIAI).
8. Menjadi pimpinan Direktorat Pendidikan, di Jakarta.
9. Sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) Jakarta.
10. Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
11. Anggota MPRS.
12. Pendiri dan pemimpin partai MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia).



Dalam pemilu 1955, yang dianggap pemilu paling demokratis sepanjang sejarah bangsa, Masyumi meraih suara 21% (Masyumi memperoleh 58 kursi, sama besarnya dengan PNI. Sementara NU memperoleh 47 kursi dan PKI 39 kursi). Capaian suara Masyumi itu belum disamai, apalagi terlampaui, oleh partai Islam setelahnya, hingga saat ini.
13. Menentang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Belanda dan mengajukan pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini dikenal dengan Mosi Integrasi Natsir. Akhirnya RIS dibubarkan dan seluruh wilayah Nusantara kecuali Irian Barat kembali ke dalam NKRI dengan Muhammad Natsir menjadi Perdana Menteri-nya. Penyelamat NKRI, demikian presiden Soekarno menjuluki Natsir.
14. Menteri Penerangan Republik Indonesia.
15. Perdana Menteri pertama Republik Indonesia.
16. Anggota Parlemen. Penentang utama sekulerisasi negara, pidatonya “Pilih Salah Satu dari Dua Jalan; Islam atau Atheis” di hadapan parlemen, memberi pengaruh yang besar bagi anggota parlemen dan masyarakat muslim Indonesia.
17. Anggota Konstituante.
18. Menyatukan kembali Aceh yang saat itu ingin berpisah dari NKRI.
19. Mendirikan dan memimpin Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII), yang cabang-cabangnya tersebar ke seluruh Indonesia.
20. Wakil Ketua Muktamar Islam Internasional, di Pakistan.
21. Aktif menemui tokoh, pemimpin dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina.
22. Anggota Dewan Pendiri Rabithah Alam Islami (World Moslem League), juga pernah menjadi sekjennya. Natsir adalah pemimpin dunia Islam yang amat dihormati—Sekretaris Jenderal Rabitah Alam Islami meminta hadirin berdiri saat pak Natsir memasuki ruang sidang organisasi dunia Islam itu.
23. Anggota Majelis Ala Al-Alamy lil Masajid (Dewan Masjid Sedunia).
24. Presiden The Oxford Centre for Islamic Studies London.
25. Pendiri UII (Universitas Islam Indonesia) bersama Moh. Hatta, Kahar Mudzakkir, Wahid Hasyim, dll. Juga enam perguruan tinggi Islam besar lainnya di Indonesia.
26. Ketika presiden Soeharto kesulitan menuntaskan konforontasi Indonesia-Malaysia (yang dimulai presiden Soekarno), berkat bantuan dan jasa hubungan baik Natsir dengan Perdana Menteri (PM) Tengku Abdul Rahman, Malaysia membuka diri menyelesaikan konfrontasi, dan Letjen TNI Ali Moertopo, Asisten Pribadi (Aspri) Presiden Soeharto, diterima/berunding pejabat Malaysia.
27. Berkat jasa hubungan baik Natsir dengan PM Fukuda juga, pemerintah Jepang bersedia membantu Indonesia setelah perekonomian negara ambruk di masa Orde Lama dan setelah pemberontakan G 30 S/PKI.
28. Karena jasa baik dan pengaruh ketokohan DR. Muuhammad Natsir pula, Presiden Soeharto diterima di negara-negara Timur Tengah dan Dunia Islam. Natsir adalah anak bangsa Indonesia yang pernah menjadi tokoh Dunia Islam yang begitu dihormati sepanjang sejarah Indonesia—bahkan sampai sekarang.

Dan masih banyak lagi. Kiprahnya memang tak pernah selesai menjadi buah pembicaraan. Ketokohannya tidak hanya dikenal di Indonesia. Tapi juga di dunia Islam. Abdullah Al-’Aqil dalam bukunya, Min A’lami Al-Harakah wa Ad-Da’wah Al-Islamiyah Al-Mu’ashirah, menulis biografi singkat DR. Muhammad Natsir (satu-satunya dari Indonesia), beserta 70 tokoh dunia Islam lainnya dari dari berbagai negara. Diantara tokoh-tokoh itu ada Syaikh Umar Tilmisani, Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Abul A’la Al-maududi, Said Hawwa, Asy-Syahid Sayyid Quthb dan Abdullah Azam.
Sebuah majalah dari Kuwait pernah bertanya kepada pak Natsir tentang tokoh-tokoh yang berpengaruh pada diri dan perjuangannya. Jawabnya, “Haji Syaikh Muhammad Amin Al-Husaini, Imam Asy-Syahid Hasan Al-Banna dan Imam Hasan Al-Hudhaibi. Sedang tokoh-tokoh Indonesia adalah Syaikh Agus Salim dan Syaikh Ahmad Surkati.”

Atas segala jasa dan kegiatannya pada tahun 1957 Natsir memperoleh bintang kehormatan dari Republik Tunisia untuk perjuangannya membantu kemerdekaaan Negara-negara Islam di Afrika Utara. Tahun 1967 dia mendapat gelar Doktor HC dari Universitas Islam Libanon dalam bidang politik Islam, menerima Faisal Award dari kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1980 untuk pengabdiannya pada Islam dan Dr HC dari Universitas Sains dan Teknologi Malaysia pada tahun 1991 dalam bidang pemikiran Islam.

Natsir memang termasuk tokoh langka. Ini diakui salah satunya George McT Kahin, Guru Besar Cornell University. “Saat pertama kali berjumpa dengannya di tahun 1948, pada waktu itu ia Menteri Penerangan RI, saya menjumpai sosok orang yang berpakaian paling camping (mended) di antara semua pejabat di Yogyakarta. Itulah satu-satunya pakaian yang dimilikinya, dan beberapa minggu kemudian staf yang bekerja di kantornya berpatungan membelikannya sehelai baju yang lebih pantas, mereka katakan pada saya, bahwa pemimpin mereka itu akan kelihatan seperti ‘menteri betulan’,” kata Kahin menceritakan sosok Natsir.

Muhammad Natsir, dalam tulisan lain ada yang menulisnya Mohammad Natsir/Mohd. Natsir/M. Natsir, adalah putra kelahiran Alahan Panjang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat 17, Juli 1908, dengan gelar Datuk Sinaro Panjang. Natsir adalah orang yang berbicara penuh sopan santun, rendah hati dan bersuara lembut meskipun terhadap lawan-lawan politiknya. Ia juga sangat bersahaja dan kadang-kadang gemar bercanda dengan siapa saja yang menjadi teman bicaranya. Mendapat ijazah perguruan tinggi dari Fakultas Tarbiyah Bandung. Mendapat gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Ia juga menerima gelar kehormatan akademik dari Universitas kebangsaan malaysia (UKM). Menjadi Perdana Menteri dalam usia 42 tahun, dan kembali ke haribaan Ilahi pada 6 Februari 1993 di Jakarta.
Demikian sekelumit catatan. Mudah-mudahan Anda tidak mencukupkan diri mengenal tokoh-tokoh Islam dari tulisan ini saja. Di tengah aktivitas online, kan Anda dapat menyisihkan sebagian waktu untuk berburu informasi tentang para pejuang Islam. Masih begitu banyak nama-nama besar dalam dakwah Islam di Indonesia saja. Belum dari belahan bumi lainnya.

Muhammad Rosulullah SAW

Muhammad bin Abdullah bin abdul manaf dilahirkan dikota makkah.abdullah ayah beliau meninggal dunia sewaktu beliau dalam kandungan,ibu beliau juga meninggal dunia sewaktu beliau berumur enam tahun.

Akhirnya beliau dibesarkan oleh kakeknya yang bernama abdul muthalib,sampai ia berumur delapan tahun,setelah kakeknya meninggal dunia ia tinggal dengan pamannya abu thalib,selama dia tinggal dengan pamannya ,prilaku dia mendapat perhatian penduduk sekitarnya,ia berbeda dengan anak anak yang seumur dengan beliau,dimana ia menata rapi rambutnya dan membersihkan wajah layaknya seperti orang dewasa,ia tidak rakus dalam masalah makanan dan tidak saling berebutan,sebagai mana anak anak sebaya dengan dia,dia hanya mencukupi sedikit makanan dan minumaan dan menjaga dari sipat tamak.dalam hal situasi dan kondisi beliau selalu menunjukan sikap dewasa.

Setelah bangun dari tidur kadang kadang ia pergi kesumur zamzam dan minum beberapa teguk,ketika matahari beranjak tinggi dia dipanggil untuk sarapan ,dia hanya berkata"aku tidak merasa lapar"ia tidak pernah mengucapkan lapar dan haus baik dari kecil atau dah dewasa.

Pamannya abu thalib selalu menidurkan ia disampingnya aku tidak pernah mendengar kata kata bohong dari mulutnya dan tidak ada prilaku yang tidak senonoh yang dia perbuat.tidak suka alat alat mainan ,menyendiri dan merendahkan hati.

Pada usia delapan tahun dia menemani pamannya pergi berdagang kesyam(Syria)dalam perjalanan inilah sifat dan amanah dia teruji
Pada usia dua puluh lima tahun ia menikah dengan khadijah binti khuwailid
Dikalangan masyarakat makkah dia kerkenal dengan gelar al amin, ia turut andil dalam perdamaian perperangan dua kabilah dimakkah,dia telah membuktikan ikut sertanya dalam perjanjian hilful fudhu,ia telah membuktikan kecintaan sesama manusia

Kesucian dan kejujuran dan menjuahkan diri dari segala bentuk syirik dan menyembah berhala.tidak pedulu dengan gemerlapan dunia dan selalu memikirkan pencipta ini dia yang membedakan rasullulah dengan yang lain

Pada usia empat puluh tahun ia diangkat menjadi nabi selama tiga tahun ia berdakwah secara diam diam dikota makkah setelah masa tiga tahun turunlah ayat yang berbunyi"berilah peringatan kepada keluarga dekat mu"dan dia mulai melakukan dakwah secara terang tarangan dan dia mulai dari keluarga dekat dia sendiri setelah itu ia mendakwahkan untuk bertauhid dan meninggalkan syirik danmenyembah berhala

Semenjak dakwah rasul terang terangan kaum quraisy menyatakan peperangan dengan beliau dan menentang dakwah beliau,dan menganggu segala aktivitas beliau
Selama tiga belas tahun rasulullah s.a.w,menghadapi segala gangguan dan ejekan dari pembesar pembesar quraisy dengan tegar ia tidak mundur walaupun selangkah
Dari missi nya
Setelah tiga tahun berdakwah dimakkah dia terpaksa harus hijrah kemadinah pasca hijrah dimadinah lahan untuk dakwah islam tersedia dengan baik miskipun pada priodese sepuluh tahun ini musyirikin munafikin dan kabilah kabilah yahudi selalu menganggu.

B AKHLAK RASULLULLAH S.A.W

Rasullulah s.a.w adalah manusia yang paling sempurna dan penghulu diantara nabi nabi terdahulu untuk membuktikan keagungannya kita cukup mengetahu bahwa allah swt memanggiilnya dalam al quran dengan sebutan wahai rasul atau wahai nabi ,dan menjadikan contoh teladan untuk alam semesta allah berfirman"sesungguhnya beliau memiliki akhlak yang mulia dan sempurna.

Allah berfirman"engkau ya Muhammad berada diatas puncak budi perkerti yang agung seandainya engkau berperangai kasar dank eras hati niscaya mereka berpaling dari Mu

Salah satu islam berkembang dengan pesat karma akhalak rasullulah s.a.w yang terpuji is tidak pernah menyia –siakan waktu kesempatan yang dimikiki,ketika berdoa ia selalu merintih "ya allah aku berlindung kepadamu dari segala bentuk penganguran dan rasa malas.ia berprinsip untuk selalu menegakan keadilan ,dalam masalah dagang ia tidak pernah berbohong dan melaksanakan praktek penipuan serta mempersulit pembeli, ia tidak pernah berdebat dengan siapapundan tidak pernah melimpahkan tanggung jawab kepada orang lain.


Ia memiliki pendirian bahwa kejujuran dan menjaga amanah pondasi utama kehidupan,ia pernah bersabda"dua hal (jujur dan amanah)sangat ditekankan para nabi yang terdahulu
Sabda rasul"bantulah saudaramu baik itu yang zalim dan mazlum kemudian para sahabat keheranan kita telah mengetahui bagaimana Bantu saudara yang dimazlumi tapi bagaimana membantu saudara yang zalim? Ia menjawab :cegahlah ia jangan sampai berbuat zalim kepada orang lain.
Rasullah menghadapi orang orang yang selalu menyakiti dia dia selalu memaafkan dan memperlakukan mereka dengan baik sehingga mereka malu sendiri.
Pasa suatu hari ketika beliau melalui sebuah lorong dimadinah seorang yahudi menuangkan air diatas kepalanya dari atap rumah,akan tetapi ia berlalu begitu saja tampa ada rasa marah sedikitpun setelah membersihkan diri dan bajunya ,dihari yang lain terulang lagi tapi rasul tatap saja sabar.

Pada hari berikutnya ketika dia lewat dilorong itu orang yahudi tidak lagi menuangkan air keatas kepalanya dengan heran dan senyum ia bertanya mengapa hari ini ia tidak menyiram air lagi? Penduduk yang mukim disana berkata ia sakit ,lalu rasul bilang kita harus menyeguknya,ketiga melihat keakraban dan kecintaan luhurnya diwajah rasul orang yahudi merasa bahwa dirinya adalah sahabat lama.dihadapkan kepada pandangan mata Muhammad saw penuh cinta kasih ia merasa jiwanya tercuci bersih dan keinginan untuk menyakiti hilang musnah.
Dan ia sangan rendah hati sehingga bang arab yang congkak dan panatik tunduk kepadanya segala tindak lakunya mencerminkan kecintaan kekuatan kerelaan ketegaran cara berpikir beliau juga tinggi dari keindahan jiwanya setiap tampil sebagai sosok yang agung.

C.KARAKTER DAN KEUTAMAAN RASULLULLAH SAW

Salah satu karekter rasulullah saw yang paling menonjol adalah kemenangan tidak menjaga kan dia bangga hal ini bisa kita lihat diperang badar dan pembebasan kita makkah(fathu makkah) dan kekalahan tidak membuat dia putus asa dapat kita lihat pristiwa perang uhud bahkan dengan cekatan is mempersiapkan pasukan baru untuk menghadapi hamru"ul asad dan pengingkari perjanjian yang dilakukan kaum yahudi bani quraizah ,dan kewaspadaan beliau,selalu mengedek kekuatan musuh dengan teliti dan mempersiapkan segalanya.

Dia memperlakukan kaum dan pengikutnya dengan tujuan mempererat silaturrahmi dan selalu menamamkan rasa percaya diri dalam mereka is selalu mengasihi anak anak kecil dan mengayomi mereka.berbuat baik dengan fakir miskin dan terhadap hewan dia selalu menanamkan rasa kasih sayang dan melarang untuk menyakiti binatang
Salah satu contoh rasa prikemanusian rasul saw adalah ketika mengutus pasukan untuk berperang dengan musuh dia selalu berpesan tidak boleh menyerang kaum sipil,dia lebih memilih damai terhadap musuh dari pada berperang ketika berperang dia berpesan tidak boleh membunuh lanjut usia anak kecil perempuan dan mengniaya musuh yang sudah tidak berdaya
Ketika kaum quraisi minta suaka politik kepadanya ia tidak memberlakukan baikot ekonomi bahkan ia menyepakati import gandum dari yaman
Ia juga menyerukan realisasikan sebuah perdamaian dunia dan melarang peperanga kecuali hal yang darurat

D. USAHA RASUL SAW DALAM MEMBENTUK MASYARAKAT &BERPRIKEMANUSIAN

Kedatangan rasul adalah sebuah rahmat bagi manusia semuanya is tidak pernah membedakan seseorang pun baik itu kulit putih atau kulit hitam dan dari suku bangsa mana,karma semua manusia itu makan dari rizki allah yang diberikan allah
Rasul saw mengajak manusia untuk
1:meningkatkan harkat martabat manusia ia bersabda semua manusia berasil dari adam dan ia berasal dari tanah
2: mengajak damai sebelom perang
3: memaafkan sebelom membalas
4: mempermudah seseorang sebelom membalas perbuatan
dari uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa peperangan yang dilaksanakan bertujuan untuk merealisasikan tujuan tujuan insani yang agung dan menuju kepada tatanan masyarakat yang berprikemanusian

ia telah membuktikan bahwa dirinya adalah sebuah rahmat bagi manusia dan alam semesta peristiwa itu bisa dilihat dari pembebasan kota makkah dangan segala kemenangan yang telah digapai saat itu ia tetap berbuat baik dengan musuh dan enggan untuk membalas dendam padahal ia dapat melaksanakan ia pernah memaafkan mereka dengan sabda"pergilah kalian karma kalian sekarang sudah bebas pada waktu perang dzatur riqa dia berasil menangkap pemimpin gauts bin al harits yang berusaha beberapa kali membunuh beliau akan tetapi tetap dimaafkan.
Rasul memperlakukan tawanan perang dengan baik ,ia telah membebaskan seorang tawanan perang dengan tangan dia sendiri disaat ia mendengar keluhan rasa sakit tangannya diikat.

E. RASUL SEBAGAI PANGLIMA PERANG
Kita bisa lihat keberasilan beliau dalam memenangkan peperangan dan menciptakan perdamaian dan mengujudkan manusia yang berakhlak dan memimpin pasukan dengan gagah berani.

F.TATA KRAMA BERGAUL
Beliau tidak pernah sombong dalam pergaulan selalu tersenyum berbuat baik sesama manusia selalu menyenguk orang sakit tidak pernah memotong pembicaraan lawan tidak pernah mengangap dirinya mulia dari teman yang diajak bicara.
Masih banyak lagi sipat2 rasul yang kita bisa dapat teladani.. mudah2an kita bisa dapat meniru akhlak rasulullah amin....
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...