A. PENGERTIAN
BUDAYA
Setiap orang
memiliki kepribadian yang unik. Kepribadian yang dimiliki seseorang akan
mempengaruhi cara kita berperilaku dan berinteraksi dengan yang lain. Ketika
kita menggambarkan seseorang itu merupakan orang yang hangat, bersahabat,
terbuka, menyenangkan, atau bahkan mungkin konserfatif, maka sebenarnya kita
telah menggambarkan perilaku seseorang. Organisasi juga memiliki kepribadian,
yang selanjutnya akan kita sebut sebagai budaya.
Graves 1986, mengadopsi tiga (3) sudut
pandang berkaitan dengan budaya, sebagai berikut : (1). Budaya merupakan produk
konteks pasar di tempat organisasi beroperasi, peraturan yang menekan, dsb. (2).
Budaya merupakan produk struktur dan fungsi yang ada dalam organisasi, misalnya
organisasi yang tersentralisasi berbeda dengan organisasi yang
terdesentralisasi. (3). Budaya merupakan produk sikap orang orang dalam
pekerjaan mereka, hal ini berarti produk perjanjian psikologis antara individu
dengan organisasi.
Banyak definisi tentang budaya, namun
dalam makalah ini hanya mengadopsi 3 (tiga) dari berbagai ragam sudut pandang
yang ada, diantaranya definisi budaya yang dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha
dalam bukunya Budaya Organisasi mengemukakan pendapat Edward Burnett dan Vijay
Sathe, sebagai berikut :
(1).
Edward Burnett; mendefinisikan “Culture
or civilization, take in its wide technografhic sense, is that complex whole
which includes knowledge, bilief, art, morals, law, custom and any other
capabilities and habits acquired by men as a member of society”. Bahwa budaya memiliki makna teknografis yang
luas meliputi ilmu pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adapt istiadat,
dan berbagai kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh sebagai anggota
masyarakat.
(2).
Vijay Sathe; mendefinisikan ’Culture
is the set of important assumption (opten unstated) that members of a community
share in common”. Bahwa Budaya adalah
seperangkat asumsi penting yang dimiliki bersama anggota masyarakat.
(3). Edgar
H. Schein mendefinisikan budaya sebagai pola asumsi dasar yang diciptakan,
ditemukan atau dikembangkan oleh kelompok tertentu sebagai pembelajaran untuk
mengatasi masalah adaptasi ekstrenal dan integrasi internal yang resmi dan
terlaksana dengan baik.
Oleh karena itu budaya
perlu diajarkan dan diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang
tepat memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalah-masalah
tersebut. Oleh karena itu budaya perlu
diajarkan dan diwariskan kepada angota-anggota baru sebagai cara yang tepat
memahami, memikirkan dan merasakan terkait degan masalah-masalah tersebut. Definisi tentang budaya tersebut kemudian berdampak terhadap
berbagai hal. Pertama, budaya adalah suatu persepsi. Orang-orang
mempersepsikan budaya organisasi mendasarkan apa yang mereka lihat dan rasakan
ketika orang-orang tersebut berada dalam organisasi. Kedua, orang-orang
dari budaya yang berbeda dan dari level pekerjaan yang berbeda, akan
mendefinisikan budaya organisasi sesuai dengan terminologi mereka, yang
kemudian akan saling dipertukarkan untuk menjadi budaya dalam organisasi. Ketiga,
budaya organisasi adalah suatu gambaran tentang bagaimana para anggota
mempersepsikan organisasi menurut mereka, bukan hanya berkaitan dengan hasil
evaluasi.
B. PENGERTIAN ORGANISASI
Istilah
organisasi berasal dari kata “organon”, dalam bahasa Yunani yang berarti
alat. Organisasi adalah suatu kelompok orang dalam suatu
wadah untuk tujuan bersama. adalah suatu kelompok orang dalam suatu
wadah untuk tujuan bersama. Organisasi pada dasarnya digunakan sebagai tempat
atau wadah dimana orang-orang berkumpul, bekerjasama secara rasional dan
sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan terkendali, dalam
memanfaatkan sumber daya (uang, material, mesin, metode, lingkungan),
sarana-parasarana, data, dan lain sebagainya yang digunakan secara efisien dan
efektif untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut para ahli, terdapat beberapa
pengertian organisasi sebagai berikut : (1). Stoner; mengatakan bahwa
organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di
bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama; (2). James D. Mooney; mengemukakan bahwa organisasi adalah bentuk setiap
perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama; (3). Chester I. Bernard; berpendapat bahwa organisasi adalah merupakan suatu sistem
aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih; (4). Stephen P. Robbins; menyatakan bahwa organisasi adalah kesatuan (entity)
sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif
dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk
mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Pengertian organisasi
tersebut pada dasarnya tidak ada perbedaan yang prinsip, sehingga dapat disimpulkan
bahwa organisasi merupakan sarana untuk melakukan kerjasama antara orang-orang
dalam rangka mencapai tujuan bersama,
dengan mendayagunakan sumber daya yang dimiliki. Lebih dari
itu, Philiph
Selznick, mengemukakan bahwa organisasi merupakan pengaturan personil guna
memudahkan pencapaian beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui alokasi
fungsi dan tanggung jawab. Unsur-unsur
organiasi terdiri dari : (1). Kumpulan orang; (2). Kerjasama; (3). Tujuan
bersama (4). Sistem Koordinasi (5). Pembagian tugas adntanggung jawab (6). Sumber Daya Organisasi.
Menurut J.L. Gibson, Dkk
dalam bukunya Organizations Behavior, Structure, Processes bahwa “An
Organization is a coordinated unit consisting of at least two people who
function to achieve a common goals”. Organisasi
adalah suatu unit kerjasama sekurang-kurangnya terdiri dari dua orang menjalankan
fungsi untuk mencapai tujuan. Lebih jauh pengertian organisasi dalam buku ini
melihat lebih dalam tentang organisasi itu sendiri tentang bagaimana orang-rang
melakukan tugas, proses dan struktur membantu mengamati untuk mencapai tujuan.
C. KONSEP BUDAYA
ORGANISASI
Budaya
organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan tiga tingkatan, yaitu: (i).
Tingkatan asumsi dasar (basic assumption), (ii). Tingkatan nilai (value),
dan (iii). Tingkatan artifact. Basic assumption; merupakan
hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam,
tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri, dan hal ini, asumsi
dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa
dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Value; hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku, untuk
itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau
dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan Artifact; sesuatu yang
bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk teknologi, seni,
atau sesuatu yang bisa didengar (Schein, 1991: 14). Disamping itu pula unsur-unsur
budaya organisasi terdiri dari : (1). Asumsi dasar (2). Seperangkat nilai dan
Keyakinan yang dianut (3). Pemimpin (4). Pedoman mengatasi masalah (5).
Berbagai nilai (6). Pewarisan (7). Acuan prilaku (8). Citra dan Brand yang khas
(9). Adaptasi. Unsur Budaya Menurut
Susanto yaitu : (1). Lingkungan Usaha (2). Nilai-nilai (3). Kepahlawanan (4).
Upacara/tata cara (5). Jaringan Cultural.
Budaya organisasi pula memiliki
beberapa asumsi dasar :
1. Anggota-anggota organisasi
menciptakan dan mempertahankan perasaan yang dimiliki bersama mengenai realitas organisasi, yang
berakibat pada pemahaman yang lebih baik mengenai nilai-nilai sebuah organisasi.
Inti dari asumsi ini adalah nilai yang dimiliki organisasi. Nilai merupakan standard dan prinsip-prinsip
yang terdapat dalam sebuah budaya.
2. Penggunaan dan interpretasi simbol sangat penting dalam budaya organisasi. Ketika seseorang
dapat memahami simbol tersebut, maka seseorang akan mampu bertindak menurut
budaya organisasinya.
3. Budaya bervariasi dalam organisasi-organisasi
yang berbeda, dan interpretasi
tindakan dalam budaya ini juga beragam. Setiap organisasi memiliki budaya yang
berbeda-beda dan setiap individu dalam organisasi tersebut menafsirkan budaya
tersebut secara berbeda.Terkadang, perbedaan budaya dalam organisasi justru
menjadi kekuatan dari organisasi sejenis lainnya.
Budaya organisasi itu merupakan
bentuk keyakinan, nilai, cara yang bisa dipelajari untuk mengatasi dan hidup
dalam organisasi, budaya organisasi itu cenderung untuk diwujudkan oleh anggota
organisasi (Brown, 1998: 34). Robbins, (2003: 525). Sedangkan Daniel R. Denison budaya organisasi adalah
nilai-nilai, keyakinan dan prinsip-prinsip dasar yang merupakan landasan bagi
system dan praktek-praktek manajemen serta perilaku yang meningkatkan dan
menguatkan perinsip-perinsip tersebut. Robbins
2003, menjelaskan budaya organisasi merupakan suatu system nilai yang dipegang
dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut
bisa membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya.
System nilai
tersebut dibangun oleh 7 karakteristik sebagai sari (essence) dari
budaya organisasi, 7 karakteristik tersebut adalah:
- Inovasi
dan pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan dimana
para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko.
- Perhatian yang rinci (Attention to detail).
Suatu tingkatan dimana para karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision),
analisis dan perhatian kepada
rincian.
- Orientasi
hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana manajemen memusatkan perhatian
pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.
- Orientasi
pada manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan
manajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang anggota organisasi
itu.
- Orientasi
tim (Team orientation). Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja
diorganisir di sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.
- Keagresifan
(Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang-orang (anggota
organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai-santai.
- Stabilitas
(Stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di
pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
Untuk itu perlu ada indikator
sebagai suatu alat analisis. Cameron 1999, menyampaikan dua dimensi utama budaya
organisasi, yaitu : (i). Flexibility
and Discreation (People)
dan Stability and Contol (Process); dan (ii). External focus and Differentiation (Strategyc) dan Internal Focus and Integration (operational). Pertama, dimensi ini memandang bahwa organisasi dikatakan efektif
bila mampu untuk melakukan perubahan dan dapat beradaptasi serta bersifat
organik. Disisi lain organisasi dipandang efektif jika mereka stabil dapat
diramalkan dan mekanistik.
Kedua, dimensi ini dipandang efektif bila memiliki karakteristik
keharmonisan internal. Disisi lain organisasi dipandang efektif jika mereka fokus
berinteraksi dan berkompetisi dengan pihak luar dari batasan organisasinya.
Dua dimensi budaya organisasi tersebut di atas, membentuk 4 kuadran budaya organisasi, yaitu :
- The Hierarcy
Culture; jenis organisasi ini merupakan garis wewenang (authority), pengambilan keputusan jelas,
peraturan dan prosedur standar, pengendalian dan mekanisme akuntabilitas di
nilai dan dihargai sebagai kunci untuk sukses.
- The Market
Culture, jenis organisasi ini diorientasikan menuju lingkungan eksternal
daripada internal. Fokusnya pada transasksi dengan konstituante ekternal
mencakup pemasok, pelanggan, kontraktor, pemegang lisensi.
- The
Clan Culture; jenis organisasi ini mirip dengan keluarga besar. Nilai dan
tujuan yang dibagi, kesatupaduan, kepribadian, partisipatif, dan rasa
kebersamaan yang diserap. Karakteristikny adalah kerja tim, program
keterlibatan pegawai, dan komitmen institusi pada pegawai.
- The Adhocracy
Culture, Asumsi jenis organisasi ini memandang bahwa inovatif dan
memelopori inisiatif adalah membawa sukses organisasi ini, terutama dalam
mengembangkan produk atau program baru dan jasa baru. Penjelasan tersebut di atas,
bahwa secara keseluruhan ada jenis budaya tertentu yang mungkin cenderung
paling ditekankan dalam organisasi sesuai dengan yang dirasakan oleh para
naggota organisasi pada saat itu ataupun sesuai dengan tuntutan kebutuhan
institusi pada masa yang akan datang.
Organisasi dapat memilih kepribadian
yang berbeda untuk membentuk budaya organisasi yang berbeda, sesuai dengan
jenis dan karakteristik organisasi tersebut. Organisasi yang bergerak dalam
bidang teknologi, akan sangat mengunggulkan nilai-nilai inovatif. Hal tersebut
dikarenakan organisasi akan hidup jika selalu ada inovasi dalam produk-produk
yang dihasilkannya. Berikut beberapa kepribadian organisasi :
- Kepribadian berani mengambil resiko; Budaya organisasi yang mendorong para
pegawainya untuk berani mengambil resiko biasanya dikembangkan oleh
organisasi-organisasi yang perkembangannya ditentukan oleh kemampuan mengambil
resiko. Namun demikian, agar resiko tersebut tidak menjadi sesuatu yang
merugikan bagi organisasi, maka organisasi akan membekali kemampuan karyawannya
untuk memiliki kemampuan dalam melakukan estimasi. Lembaga-lembaga yang
biasanya mengembangkan kemampuan ini adalah lembaga perbankan.
- Kepribadian
fokus pada hal-hal yang detail; Budaya
organisasi yang memfokuskan pada upaya sungguh-sungguh pada tingkat akurasi dan
kedetailan. Organisasi yang memfokuskan pada tingkat kedetailan ini biasanya
organisasi yang menghasilkan produk yang memerlukan tingkat ketelitian tinggi.
Organisasi-organisasi elektronik merupakan organisasi yang seringkali
membudayakan pada kedetailan.
- Kepribadian berorientasi pada hasil;
Beberapa organisasi yang sukses, memiliki budaya yang berorientasi pada hasil.
Pada organisasi jenis ini seringkali memberikan layanan purna jual yang sangat
bagus, demi untuk menjamin produk yang telah dihasilkannya. Pada organisasi
jenis ini pelayanan kepada pelanggan merupakan hal yang sangat penting. Jenis
organisasi yang bergerak dalam bidang property
dan telekomunikasi.
- Kepribadian berorientasi pada manusia;
Budaya organisasi ini memandang SDM adalah bagian paling penting dalam
keseluruhan proses yang ada di organisasi. Organisasi jenis ini akan
memperlakukan karyawan dengan fleksibilitas yang tinggi, iklim organisasi yang
seperti keluarga, dan hubungan diantara karyawan dan manajer yang sangat
hangat. Dengan demikian karyawan akan merasa sangat senang untuk bekerja.
- Kepribadian
berorientasi pada tim kerja; Organisasi yang sangat besar, seringkali
harus beroperasi pada tim-tim kecil yang sangat efektif. Dengan tim tersebut,
organisasi dapat menyelesaikan berbagai jenis pekerjaan dengan lebih cepat dan
efektif. Organisasi-organisasi yang seringkali menekankan pada tim ini adalah
organisasi-organisasi yang bergerak diwilayah konsultansi. Konsultan hukum
misalnya, akan seringkali bergerak dengan mengandalkan tim-tim yang sangat
baik.
- Kepribadian berorientasi pada proaktif; Organisasi
jenis ini memandang ke-proaktifan adalah di atas segalanya. Organisasi jenis
ini akan selalu berusaha mengeluarkan produk-produk baru dan inovasi-inovasi
baru yang lebih cepat daripada para pesaingnya. Selain itu organisasi jenis ini
juga memiliki semangat enterpreneurship yang sangat tinggi. Microsoft
Corporation dan Coca-Cola merupakan organisasi yang sangat proaktif dalam
kaitan dengan kemampuannya untuk selalu menjadi organisasi nomor satu.
- Kepribadian
berorientasi pada kedinamisan; Organisasi
ini memiliki budaya yang memfokuskan pada kedinamisan dan pertumbuhan.
Organisasi jenis ini sangat mengandalkan inovasi dan perkembangan-perkembangan
produk. Nokia, Intel Corporation merupakan jenis organisasi dengan penekanan
pada budaya ini.
Budaya
organisasi merupakan sistem nilai yang diyakini dan dapat dipelajari, dapat
diterapkan dan dikembangkan secara terus menerus. Budaya organisasi juga
berfungsi sebagai perkat, pemersatu, identitas, citra, brand, pemacu-pemicu
(motivator), pengengembangan yang berbeda dengan organisasi lain yang dapat
dipelajaridan diwariskan kepada generasi berikutnya, dan dapat dijadikan acuan
prilaku manusia dalam organisasi yang berorientasi pada pencapaian tujuan atau
hasil/target yang ditetapkan.
Sementara itu Robbins 2001, mengemukakan Fungsi
BO, sebagai berikut : (1). Pembeda antara satu organisasi dengan organisasi
laiannya (2). Membangun rasa identitas bagi anggota organisasi (3). Mempermudah
tumbuhnya komitmen (4). Meningkatkan kemantapan system social, sebagai perekat
social, menuju integrasi organisasi.
D. PENGEMBANGAN BUDAYA ORGANISASI
Dalam
pekembangannya, pertama kali Budaya Organisasi dikenal di Amerika dan Eropa
pada era 1970-an. Salah satu tokohnya : Edward H. Shein seorang Profesor
Manajemen dari Sloan School of Management, Massachusetts Institute of
Technology dan juga seorang Ketua kelompok Studi Organisasi 1972-1981, serta
Konsultan Budaya Organisasi pada berbagai perusahaan di Amerika dan Eropa.
Salah satu karya ilmiahnya : Organizational Culture and Leadership.
Di Indonesia Budaya Organisasi mulai dikenal pada tahun
80 - 90-an, saat banyak dibicarakan tentang konflik budaya, bagaimana
mempertahankan Budaya Indonesia serta pembudayaan nilai-nilai baru. Bersamaan dengan itu para akademisi mulai
mengkajinya dan memasukkannya ke dalam kurikulum berbagai pendidikan formal dan informal. Dekade awal tahun 2000-an,
perhatian terhadap budaya organisasi masih tetap tinggi.
Pemerintah Indonesia
melalui Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dalam rangka meningkatkan
kinerja departemen pemerintahaan menyusun buku Pedoman Pengembangan Budaya
Kerja Aparatur Pemerintah (KEPMENPAN Nomor : 25/KEP/M.PAN/4/2002). Kemudian
berbagai program study pascasarjana di berbagai Perguruan Tinggi juga telah
mencantumkan matakuliah Budaya Organisasi, yang dalam lima tahun sebelumnya
belum pernah ditawarkan sebagai suatu mata kuliah sendiri. Lembaga-lembaga
pemerintah dan swasta berupaya untuk merumuskan visi dan misi lembaga
masing-masing sebagai artifak yakni salah satu unsur dalam konsep budaya
organisasi. Presiden Republik Indonesia dalam berbagai kesempatan mengharapkan
budaya unggul dari rakyat Indonesia dan menegaskan penghentian budaya komisi,
mark-up, dan pengadaan barang fiktif.
Pengembangan
budaya organisasi tidak bisa lepas dari pengembangan sumber daya manusia.
Karena dalam pengembangan budaya organisasi yang menjadi objek dan subyek dari
budaya adalah manusia. Pengembangan sumber daya manusia ini haruslah mengarah
pada pengembangan budaya organisasi. Pengembangan sumber daya manusia ini tidak
lain untuk mencapai budaya organisasi yang kuat.
Secara umum, penerapan konsep budaya
organisasi tidak terlalu jauh berbeda dengan penerapan konsep budaya organisasi
lainnya. Kalaupun terdapat perbedaan mungkin hanya terletak pada jenis nilai
dominan yang dikembangkannya dan karakateristik dari para pendukungnya,
misalnya Pengembangan Budaya Organisasi
di Sekolah. Berkenaan dengan pendukung budaya organisasi di sekolah Paul
E. Heckman sebagaimana dikutip oleh Stephen Stolp (1994) mengemukakan bahwa
“the commonly held beliefs of teachers, students, and principals.” Nilai-nilai yang dikembangkan di sekolah,
tentunya tidak dapat dilepaskan dari keberadaan sekolah itu sendiri sebagai
organisasi pendidikan, yang memiliki peran dan fungsi untuk berusaha
mengembangkan, melestarikan dan mewariskan nilai-nilai budaya kepada para
siswanya.
Dalam hal ini, Larry Lashway (1996) menyebutkan bahwa “schools are
moral institutions, designed to promote social norms,…” . Nilai-nilai yang
mungkin dikembangkan di sekolah tentunya sangat beragam. Jika merujuk pada
pemikiran Spranger sebagaimana disampaikan oleh Sumadi Suryabrata (1990), maka
setidaknya terdapat enam jenis nilai yang seyogyanya dikembangkan di sekolah.
Spranger
mengemukakan nilai perilaku dasarnya, yaitu (1). lmu Pengetahuan Berfikir (2).
Ekonomi (3). Kesenian Menikmati Keindahan (4). Keagamaan Memuja (5) Kemasyarakatan
berbakti/berkorban (6). Politik/Kenegaraan Berkuasa/Memerintah Sumber (Sumadi
Suryabrata. 1990).
Merujuk pemikiran Fred Luthan, dan Edgar Schein, di bawah
ini akan diuraikan tentang karakteristik budaya organisasi di sekolah, yaitu
tentang (1) obeserved behavioral regularities; (2) norms; (3) dominant value.
(4) philosophy; (5) rules dan (6) organization climate.
1. Obeserved
behavioral regularities; Adanya keberaturan cara bertindak dari seluruh
anggota sekolah, berperilaku ini dapat berbentuk acara-acara ritual tertentu,
bahasa umum yang digunakan atau simbol-simbol tertentu, yang mencerminkan
nilai-nilai yang dianut oleh anggota sekolah.
2. Norms;
Adanya norma-norma yang berisi tentang standar perilaku dari anggota sekolah,
baik bagi siswa maupun guru. Standar perilaku ini bisa berdasarkan pada
kebijakan intern sekolah itu sendiri maupun pada kebijakan pemerintah daerah
dan pemerintah pusat. Standar perilaku siswa terutama berhubungan dengan
pencapaian hasil belajar siswa, yang akan menentukan apakah seorang siswa dapat
dinyatakan lulus/naik kelas atau tidak. Dalam perspektif kebijakan pendidikan
nasional, pemerintah telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana
tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, yaitu : (1) Kompetensi pedagogik (2) Kompetensi
(3) Kompetensi sosial dan (4) Kompetensi professional.
3. Dominant
values; Konteks pencapaian mutu pendidikan, Jiyono oleh Sudarwan Danim
2002, mengartikannya sebagai gambaran keberhasilan pendidikan dalam mengubah
tingkah laku anak didik yang dikaitkan dengan tujuan pendidikan.
4. Philosophy; Adanya
keyakinan dari seluruh anggota organisasi dalam memandang sesuatu secara
hakiki, misalnya tentang waktu, manusia, dan sebagainya, yang dijadikan sebagai
kebijakan organisasi.
5. Rules;
Adanya ketentuan dan aturan main yang mengikat seluruh anggota organisasi.
Setiap sekolah memiliki ketentuan dan aturan main tertentu, baik yang bersumber
dari kebijakan sekolah setempat, maupun dari pemerintah, yang mengikat seluruh
warga sekolah dalam berperilaku dan bertindak dalam organisasi.
6. Organization
climate; Adanya iklim organisasi. Di
sekolah terjadi interaksi yang saling mempengaruhi antara individu dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial. Lingkungan ini akan
dipersepsi dan dirasakan oleh individu tersebut sehingga menimbulkan kesan dan
perasaan tertentu.
Upaya mengembangkan budaya
organisasi di sekolah terutama berkenaan tugas kepala sekolah selaku leader dan
manajer di sekolah. Dalam hal ini, kepala sekolah hendaknya mampu melihat
lingkungan sekolahnya secara holistik, sehingga diperoleh kerangka kerja yang
lebih luas guna memahami masalah-masalah yang sulit dan hubungan-hubungan yang
kompleks di sekolahnya. Melalui pendalaman pemahamannya tentang budaya
organisasi di sekolah, maka ia akan lebih baik lagi dalam memberikan penajaman
tentang nilai, keyakinan dan sikap yang penting guna meningkatkan stabilitas
dan pemeliharaan lingkungan belajarnya.
F. SIMPULAN
Untuk merespon tantangan perkembangan
dan perubahan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang semakin pesat, maka kemampuan
organisasi dalam pengelolaan SDM yang handal menjadi kunci untuk menjaga
kelangsungan organisasi. Budaya organisasi merupakan perekat, pemecahan
masalah, sistem nilai-nilai, keyakinan, dan kebiasaan bersama dalam oganisasi
yang berinteraksi dengan struktur formal untuk menghasilkan norma perilaku organisasi.
Budaya organisasi memberikan dampak signiftikan terhadap prestasi kerja, penentu
sukses atau kegagalan organisasi, berkembang dengan mudah, bijaksana serta
merubah budaya korporat kearah peningkatan prestasi.
G. REFERENSI
Chattab, Nevizond (2007), Diagnosis
Management : Upaya Peningkatan Keunggulan Organisasi, Penerbit Serambi, Jakarta
Cummings, G. Thomas and Worley, G.
Cristhopher (2005), Organizational Development And Change. Thompson South
Western. Internastional Student edition. Uhio USA
Frost,
P.J, et.al (1985) Organizational Culture. Sage Publication, Inc, London
Gibson & Ivanicevich & Donnely. (1996), Organisasi :
Prilaku, struktur, Proses. Penerjemah Adiarni, N. Binarupa Aksara, Jakarta
Hofstede, G. (1983), The Culture
Relativity of Organizational Practice and Theories.