Kamis, 24 Oktober 2013

Kepemimpinan dan Organisasi Misi


Pendahuluan
            Topik tentang kepemimpinan adalah sebuah topik yang selalu aktual dalam sejarah hidup manusia. Dengan semakin banyaknya jumlah manusia di dunia dengan sumber alam yang semakin terbatas, berbagai macam persoalan dalam hidup manusia bermunculan bagaikan cendawan di musim hujan. Keadaan ini menuntut adanya pemimpin-pemimpin yang mampu memimpin dunia menuju keadaan yang lebih baik.
            Saat ini ada lebih banyak gereja dan organisasi misi daripada masa sebelumnya. Keadaan ini menunjukkan adanya kebutuhan yang semakin besar akan pemimpin. Ironisnya, dalam sebuah konvensi Asosiasi Injili Nasional di Amerika Serikat beberapa tahun yang lalu, George Brushaber, seorang rektor perguruan tinggi berbicara tentang “sebuah generasi yang hilang”, yaitu para pemimpin muda yang siap mengambil posisi dari kelompok perintis injili senior pasca Perang Dunia II.
            Makalah ini membahas arti penting kepemimpinan dalam organisasi, Kepemimpinan secara umum, Kepemimpinan rohani menurut Allah, Arti penting organisasi, dan Kepemimpinan dalam organisasi misi sebagai penutup yang berisi refleksi pribadi.



1. Hukum Katup
Dalam salah satu bukunya yang menjadi best seller, John Maxwell menjelaskan bahwa kemampuan memimpin menentukan tingkat keefektifan seseorang dan organisasi. Dengan memberikan contoh kasus dua orang bersaudara, Dick dan Maurice yang merintis sebuah bisnis yang bergerak dalam makanan fast-food. Usaha mereka sangat sukses dalam membesarkan restoran pribadi tetapi mengalami kegagalan dalam usaha untuk menjual waralaba. Alasan kegagalan ini sederhana yaitu mereka tidak mempunyai kepemimpinan yang diperlukan untuk menjadikannya efektif. Beberapa tahun kemudian mereka menjual hak untuk menjual hak waralaba kepada seorang yang bernama Ray. Dalam waktu empat tahun berikutnya Ray membuka 100 restoran. Empat tahun berikutnya sudah ada 500 restoran dan hari ini ada lebih dari 21.000 restoran McDonald di lebih dari 100 negara di dunia. (1)
            Kunci kesuksesan Ray Kroc ada dalam kepemimpinannya. Kemampuan memimpinnya menentukan tingkat keefektifan pribadi maupun organisasi yang dipimpinnya. Maxwell menyebut hal ini sebagai hukum katup di mana jika daya kepemimpinannya kuat maka katup keberhasilan akan terbuka lebih lebar lagi. Sebaliknya jika daya kepemimpinannya lemah, maka katup keberhasilan hanya sedikit terbuka. Hal ini tidak berarti seorang yang tidak mempunyai kepemimpinan yang kuat tidak dapat berhasil. Dari contoh
kasus McDonlad, Dick dan Maurice sebenarnya sudah berhasil dengan
penghasilan sebenar $100.000 pada tahun 1950-an setiap tahunnya. Hanya
untuk menjadi lebih berhasil lagi dibutuhkan sebuah kualifikasi khusus yang

________________________
            1. John C. Maxwell, 21 Hukum Kepemimpinan Sejati (Batam: Interaksara, 2001), 30-43.
tidak dipunyai oleh Dick dan Maurice tapi sebaliknya dipunyai oleh Ray Kroc yaitu kepemimpinan.
Hukum katup tidak hanya berlaku dalam bisnis melainkan juga berlaku dalam organisasi non-profit bahkan negara. Ketika sebuah team sepakbola mengalami serentetan kekalahan, seorang pelatih yang baru akan diangkat. Ketika sebuah negara mengalami krisis besar, seorang pemimpin baru akan dipilih melalui pemilihan umum. Bahkan ketika gereja kehilangan sebagian besar jemaatnya, sinode akan mencari seorang pendeta senior yang baru.
Dari gambaran di atas menunjukkan bahwa seorang pemimpin mempunyai peran yang sangat besar untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan sebuah organisasi yang dipimpinnya.

2. Data Kepemimpinan Dalam Alkitab
            Beberapa tahun yang lalu Bobby Clinton, seorang profesor kepemimpinan di Fuller menerbitkan sebuah makalah yang merupakan hasil studi kepemimpinan dalam Alkitab. Clinton mencatat ada kira-kira 1.000 orang pemimpin. Ada pemimpin patriarkhal, militer, sipil, agama (imam), nabi, hakim, rasul, penginjil, gembala, pengajar dan Yesus. Sebagian besar namanya hanya dicatat atau disebutkan perannya, sebagian mendapat perhatian lebih, tetapi tetap informasi tentang kehiupan mereka sedikit sekali disertakan. Dari 1.000 orang pemimpin itu, ada 100 orang pemimpin yang terkemuka, dan hanya 49 orang yang memiliki catatan memadai untuk mengetahui kehidupan dan pelayanannya. Berikut adalah hasil yang didapat Clinton tentang bagaimana mereka menyelesaikan tugasnya:

Dihentikan di awal tugasnya
Para pemimpin ini berhenti memimpin karena pembunuhan, gugur dalam perang, ditolak atau dijatuhkan dari posisinya dengan nubuat ilahi. Sebagian dari penyebabnya terkait dengan Allah, baik secara positif ataupun negatif.
Abimelek, Simson, Absalom, Ahab, Yosia, Yohanes Pembaptis, Yakobus.
Menyelesaikan dengan buruk
Mereka menuruni lembah pada akhir pelayanan mereka. Hal ini mungkin karena hubungan mereka dengan Allah atau karena kompetensi mereka dalam pelayanan.
Gideon, Simson, Eli, Saul, Salomo.
Menyelesaikan setengah-setengah
Mereka menjalankan tugasnya dengan baik, tapi pelayanan mereka dicemari oleh dosa. Mereka tidak sepenuhnya menyelesaikan apa yang dikehendaki oleh Allah atau memiliki sejumlah konsekuensi negatif dalam hidup dan pelayanan meskipun secara pribadi berjalan bersama Allah.
Daud, Yosafat, Hizkia.
Menyelesaikan dengan tuntas
Mereka tetap berjalan bersama Allah pada akhir hidupnya, mereka terlibat dalam perwujutan rencana Allah dengan penuh ketaatan. Mereka memenuhi tugas pelayanan yang diberikan Allah.
Abraham, Ayub, Yusuf, Kaleb, Samuel, Elia, Yeremia, Daniel, Yesus, Yohanes, Paulus, Petrus. (2)

________________________
            2. Richard Clinton dan Paul Leavenworth, Memulai Dengan Baik: Membangun Kepemimpinan Yang Kokoh (Jakarta: Metanoia, 2004), 15-17
Dari data di atas, Clinton menemukan hanya sekitar 30% para pemimpin dalam Alkitab yang menyelesaikan pelayanannya dengan tuntas. Hal ini berarti 2 dari 3 orang tidak menyelesaikan pelayanannya dengan tuntas. Apakah arti data di atas bagi masa kini?. Clinton memperkirakan persentase pemimpin masa kini yang berhasil menyelesaikan pelayanannya dengan tuntas adalah maksimal sebesar angka 30% juga. Hal ini antara lain diakibatkan oleh stress yang ditimbulkan oleh pelayanan terhadap para pemimpin dan keluarganya. Tentu saja ada berbagai hal lain yang dapat menyebabkan kejatuhan seorang pemimpin. Jika demikian halnya, apa sebenarnya kepemimpinan itu dan bagaimanakah caranya agar seorang kuat bertahan dari terpaan godaan dunia yang membius dan menipu?


Kepemimpinan Secara Umum

Pemimpin, Dilahirkan atau Dibentuk?
            Ada pendapat umum dalam masyarakat bahwa seorang pemimpin itu dilahirkan (secara alamiah). Pendapat ini didukung oleh Oswald Sanders yang dinyatakan dalam buku yang ditulis pada tahun 1974, Kepemimpinan Rohani. Sanders mengatakan bahwa sifat-sifat alamiah berasal dari Allah dan akan mencapai efektifitas tertinggi jika digunakan untuk melayani-Nya. (3)
Sementara itu 21 tahun kemudian, John Maxwell menyatakan bahwa memang ada orang-orang tertentu yang dilahirkan dengan kualitas pemimpin, tetapi di luar itu kepemimpinan dapat diajarkan (yang berarti dapat dipelajari). Paling tidak ada tiga hal yang penting dalam pengembangan kepemimpinan bagi orang yang tidak dilahirkan dengan kualitas kepemimpinan:
  1. Telah melihat model kepemimpinan sepanjang hidupnya.
  2. Telah mempelajari tambahan ilmu kepemimpinan melalui latihan.
  3. Mempunyai disiplin pribadi untuk menjadi pemimpin besar. (4)

Pada umumnya orang yang dilahirkan dengan kualitas pemimpin tidaklah banyak jumlahnya dan lebih banyak orang yang menjadi pemimpin melalui poses pembelajaran secara terus menerus. Dalam dunia sekitar, kita mendapati bahwa pemimpin besar tidak dilahirkan melainkan dibentuk. Tanpa proses pembelajaran, seorang yang mempunyai kualitas kepemimpinan tidak dapat mencapai hasil yang optimal. Sebaliknya seorang dengan bakat yang biasa-biasa saja tapi menempa dirinya dengan keras dapat menjadi seorang pemimpin yang sukses. Hal ini dapat dengan mudah dilihat dalam segala bidang seperti olah raga atau negara.
Sebuah contoh yang sangat baik adalah kisah hidup berikut:
  • Pada tahun 1932 ia kalah dalam pemilihan kepala daerah.
  • Tahun 1849 gagal menjadi komisioner dari General Land Office.
  • Tahun 1855 dan 1858 kalah dalam pemilihan senat.
  • Tahun 1856 kalah dalam nominasi wakil presiden. (5)

_____________________
            3. J. Oswald Sanders, Kepemimpinan Rohani (Bandung: Kalam Hidup, 1974), 20-21.
            4. John C. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Ada (Jakarta: Binarupa Aksara, 1995), I-V.
            5. ________, Anda Dapat Menjadi Seorang Pengubah Dunia (Bandung: Pionir Jaya, 2008), 141-143.

Dari track record ini jelas bahwa orang ini tidaklah dilahirkan dengan bakat khusus sebagai pemimpin. Hanya melalui perjuangan keras akhirnya seluruh dunia mengenalnya sebagai salah satu presiden terbaik Amerika Serikat sepanjang sejarah yang bernama Abraham Lincoln.

Natur Kepemimpinan
Baik Sanders maupun Maxwell sepakat bahwa inti dari semua definisi kepemimpinan hanya satu kata yaitu pengaruh. Kepemimpinan bukan kemampuan untuk mendapatkan pengikut, bukan untuk mencapai kedudukan, jabatan atau pangkat dan setelah berhasil mendapatkannya kemudian berpikir bahwa mereka sudah menjadi pemimpin.
Para ahli sosiologi mengatakan bahwa setiap manusia (bahkan yang paling tertutup) mempengaruhi paling sedikit 10.000 manusia lainnya selama hidupnya. Oleh karenanya yang menjadi persoalan bukan apakah kita mampu mempengaruhi orang lain, melainkan pengaruh macam apa yang kta berikan kepada orang lain. Dengan mengutip ucapan Robert Dilenschneider, Maxwell melontarkan gagasan tentang “segitiga kekuasaan” untuk membantu para pemimpin maju. (6) Yang dimaksud dengan segitiga kekuasaan adalah komunikasi, pengakuan, dan pengaruh. Ketika kita mulai berkomunikasi secara efektif dengan orang lain, hal ini menuntun kepada pengakuan mereka akan kompetensi kita. Pada akhirnya pengakuan itu akan sampai pada pengaruh (pengaruh kita terhadap orang lain).

Meningkatkan Pengaruh Seorang Pemimpin
            Setiap orang dapat meningkatkan pengaruh dan potensi kepemimpinannya. Salah satu alat yang berguna adalah dengan memahami tingkat kepemimpinan kita yang sekarang sehingga dapat meningkatkannya ke level berikutnya. Maxwell memberikan lima tingkatan kepemimpinan sebagai berikut:
  1. Kepemimpinan yang didapat dari kedudukan (hak).
Seorang yang memimpin berdasarkan kedudukannya adalah tingkat yang paling dasar dalam kepemimpinan. Satu-satunya pengaruh yang dipunyai adalah jabatannya sehingga orang lain hanya mengikuti pemimpinnya karena harus dan berdasar wewenang yang dinyatakan. Level ini adalah pintu menuju kepemimpinan.
  1. Kepemimpinan yang didapat dari izin (hubungan).
Di level kedua ini orang mengikuti pemimpin berdasarkan keinginannya sendiri. Orang mengikuti pemimpin melampaui wewenang yang dinyatakan. Level ini adalah fondasi kepemimpinan.
  1. Kepemimpinan yang didapat dari produksi (hasil).
Pada level ini pemimpin mendapatkan momentum karena para pengikut menyukai pemimpin dan apa yang dilakukan pemimpin. Perbedaan dengan tingkat sebelumnya adalah pada tingkat “hubungan”, orang mengikuti pemimpin tanpa ada tujuan yang jelas (berdasar pada karisma). Pada level “hasil” semua orang mengikuti pemimpin berdasar rasa suka dan adanya tujuan yang jelas.
  1. Kepemimpinan yang didapat dari pengembangan manusia (reproduksi).
Pada level ini seorang pemimpin dikatakan hebat bukan karena

_______________
            6. Maxwell, Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Ada, 5

kekuasaannya, tetapi karena kemampuannya membuat pengikutnya tumbuh secara pribadi melalui bimbingan pemimpinnya. Dapat dikatakan pemimpin telah berhasil mendapatkan hati, cinta, dan loyalitas para pengikutnya.      
  1. Kepemimpinan yang didapat dari kemampuan menguasai pribadi (rasa hormat).
Level ini sangat sulit untuk dicapai. Hanya pemimpin yang sudah teruji kebenarannya melalui proses yang sulit yang mampu mencapai tingkat ini. Orang mengikuti sang pemimpin karena “siapa diri si pemimpin dan apa yang diwakilinya.” (7)

            Dari apa yang dipaparkan di atas, jelas perjalanan menjadi seorang pemimpin adalah sebuah jalan yang sulit, panjang, curam, dan penuh cobaan. Satu hal yang penting untuk dipikirkan adalah apa tuntutan Tuhan bagi orang percaya berkaitan dengan kepemimpinan?. Yesus adalah pemimpin, tetapi Hitler, Mussolini, Stalin dll juga seorang pemimpin. Tentunya Tuhan tidak menginginkan anak-anak-Nya menjadi pemimpin seperti Hitler. Jadi tantangan bagi orang kristen tidak sekedar menjadi pemimpin yang baik melainkan menjadi pemimpin rohani seperti Kristus sendiri. Menjadi pemimpin rohani lebih dari sekedar menjadi seorang pemimpin karena selain sifat alamiah (bakat) dan proses pembelajaran, masih ada satu kualifikasi lainnya. Sanders mengatakan: Seorang pemimpin rohani mempengaruhi orang lain bukan dengan kekuatan pribadinya saja, melainkan dengan kepribadian yang diterangi, ditembusi dan dikuatkan oleh Roh Kudus. Kepemimpinan rohani adalah masalah kuasa rohani yang lebih tinggi nilainya dan yang tidak dapat ditimbulkan dari diri sendiri (8).


Kepemimpinan Rohani Menurut Allah

Model Kepemimpinan menurut Alkitab
            Sebagai orang percaya yang Injili kita semua percaya bahwa Alkitab adalah satu-satunya otoritas tertinggi yang menjadi acuan bagi setiap usaha pencarian kebenaran dalam dunia. Oleh karenanya kita harus mengacu pada model kepemimpinan dalam Alkitab. Seperti yang sudah dibahas dalam bagian “Data Kepemimpinan Dalam Alkitab”, hanya ada sekitar 30% pemimpin yang berhasil menyelesaikan tugasnya sampai akhir dengan baik. Walaupun demikian, mereka bukanlah acuan utama kita karena bagaimanapun mereka tetap seorang mansia yang tidak lepas dari kelemahan dan dosa. Satu-satunya acuan mutlak model kepemimpinan yang sempurna bagi orang percaya adalah Kristus saja.
            Model kepemimpinan yang diajarkan oleh Yesus dapat dilihat dalam Matius 20:25-28: “Tetapi Yesus memanggil mereka lalu berkata: "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa
ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;

________________
            7. Ibid., 5-14.
            8. Sanders, 20-21.

sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."  Model kepemimpinan ini disebut sebagai servant leadership (kepemimpinan yang menghamba/melayani).
Dewasa ini konsep/model servant leadership menjadi sebuah konsep yang mulai dipelajari oleh baik orang percaya maupun orang tidak percaya. Rober Greenleaf dan kemudian diikuti oleh penulis-penulis seperti Stephen Covey, Peter Block, Peter Senge, Max DePree, Margaret Wheatley, dan Ken Blanchard memopulerkan istilah servant leadership. (9) Tentu saja pemahaman atau penafsiran para penulis di atas akan arti sebenarnya dari servant leadership dapat berbeda satu dengan lainnya.

Servant Leadership
            Di luar sedikit orang yang mulai menggali konsep servant leadership, pandangan dunia pada umumnya ternyata tidak cocok dengan pandangan Yesus tentang kepemimpinan. Sementara dunia memandang kepemimpinan sebagai masalah kekuasaan, gaya/cara atau teknik memimpin, Yesus menyatakan bahwa kepemimpinan adalah masalah karakter. Berdasarkan Mat. 20:25-28, John MacArthur menulis bahwa menurut Kristus, jenis kepemimpinan yang paling sejati dan benar adalah yang mengutamakan pelayanan, pengorbanan, dan sikap tidak mementingkan diri sendiri. Orang yang sombong dan mengagungkan diri sendiri, jauh dari citra pemimpin yang berdasar pada Kristus, tidak perduli seseorang itu memiliki kekuatan politik atau memegang kekuasaan yang besar (10).
Dengan kata lain MacArthur menggambarkan sosok seorang pemimpin sebagai seorang pelayan yang melayani. Bagi seorang percaya, peran sebagai pemimpin mempunyai dimensi rohani karena kepemimpinan adalah tanggung jawab secara rohani dan orang-orang yang kita pimpin adalah amanah dari Tuhan yang harus dipertanggung-jawabkan suatu hari kelak (Mat. 25:14-30) (11)
Sementara itu Robert Greenleaf memberikan definisi servant leadership sebagai "It begins with the natural feeling that one wants to serve, to serve first. Then conscious choice brings one to aspire to lead…The difference manifest itself in the care taken by the servant-first to make sure that other people’s highest priority needs are being served. The best test, and difficult to administer, is: do those served grow as persons, do they grow while being served, become healthier, wiser, freer, more autonomous, more likely themselves to become servants?"(12) (Dimulai dengan perasaan yang natural bahwa seseorang yang ingin melayani harus terlebih dahulu melayani. Kemudian pilihan secara sadar membawa seseorang untuk memimpin. Perbedaan yang jelas dalam penekanan bahwa melayani terlebih dahulu, untuk memastikan kepentingan orang lain adalah prioritas untuk dilayani. Tes yang paling baik dan sulit untuk diatur adalah apakah mereka yang dilayani tumbuh secara pribadi, apakah mereka bertumbuh ketika dilayani, menjadi lebih sehat, bijak, bebas, lebih independen, lebih serupa dengan mereka sendiri untuk menjadi pelayan).
_____________________
            9. Servant Leadership, http://en.wikipedia.org/wiki/Servant_leadership.
            10. John MacArthur, Kitab Kepemimpinan: 26 Karakter Pemimpin Sejati (Jakarta: BPK, 2009), vii-ix.
            11. ibid., viii-ix.
            12. Servant Leadership, http://en.wikipedia.org/wiki/Servant_leadership
Dari dua konsep servant leadership versi Yesus dan versi ‘dunia’ terlihat ada kemiripan yaitu untuk melayani kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi. Namun jika diteliti lebih lanjut terlihat ada beberapa perbedaan yang mencolok:
  • Ada dimensi rohani yang membedakan antara servant leadership versi Alkitab dan servant leadership versi dunia yaitu peran Roh Kudus. Transformasi karakter orang percaya tidak hanya berdasar kekuatan diri sendiri melainkan kerja sama antara Roh Kudus dan diri sendiri. Transformasi non-kristen hanya bergantung pada diri sendiri 100%.
  • Ada perbedaan pengertian istilah “servant”. Salah satu istilah yang ada dalam Alkitab adalah doulos yang berarti sebagai budak. Jelas ada perbedaan besar antara seorang pelayan dan seorang budak. Seorang pelayan masih mempunyai hak sedangkan seorang budak tidak mempunyai hak apapun juga.
  • Ada perbedaan motivasi. Dunia memandang ‘servant leadership’ sebagai salah satu metode agar dapat memimpin dengan lebih baik. Motivasi orang percaya adalah untuk menjadi serupa dengan karakter Kristus dan melaksanakan servant leadership adalah akibat langsung dari perubahan karakter kita.


Arti Penting Organisasi

Pengertian Arti Penting Organisasi
            Kehidupan manusia di dunia tidak dapat terlepas dari organisasi. Setiap hari kita berhubungan dan terlibat dengan organisasi dan hidup kita dipengaruhi dan mempengaruhi organisasi dalam derajat yang berbeda-beda. Secara sadar kita terlibat dalam organisasi sebagai siswa, karyawan, anggota gereja, warga negara dll.
            Organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok individu yang bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan bersama (13). Definisi yang lain menyatakan organisasi sebagai kesatuan yang memungkinkan masyarakat mencapai suatu tujuan yang tidak dapat dicapai individu secara perorangan (14). Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi dibentuk ‘by design’ untuk melayani kebutuhan manusia yang tidak dapat dicapai secara individu. Organisasi lebih dari sekedar alat untuk menyediakan barang dan jasa tetapi juga menyediakan lingkungan di mana sebagian besar dari kita menghabiskan kehidupan.
            Sebuah studi tentang organisasi (termasuk oganisasi misi) terdiri dari individu, kelompok individu, struktur dan proses organisasi. Gibson, Ivancevich,dan Donnelly menggambarkan model organisasi sbb:

Perilaku di dalam organisasi: Individu
Perilaku dan perbedaan individu
Teori motivasi dan aplikasinya
Imbalan, hukuman, dan disiplin
Stress dan individu


_________________
______           13. Zaki Baridwan, Sistem Akuntansi: Penyusunan Prosedur dan Metode (Yogyakarta: BPFE, 1990), 23.
            14. James L. Gibson, John M. Ivancevich, dan James H. Donnelly, Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses (Jakarta: Erlangga, 1991), 7.

Perilaku dalam organisasi: kelompok dan pengaruh antar pribadi
Perilaku kelompok
Perilaku antar-kelompok dan penanganan konflik
Kekuasaan dan politik
Kepemimpinan

Struktur organisasi
Desain organisasi
Desain pekerjaan

Proses organisasi
Komunikasi
Pengambilan keputusan
Evaluasi prestasi kerja
Sosialisasi/karier
(15)

            Semua komponen dari model organisasi di atas menunjukkan bahwa setiap perubahan variabel dapat mempengaruhi perilaku organisasi dan perilaku individu. Setiap perubahan pimpinan, perubahan struktur dan proses organisasi dll pasti mempunyai pengaruh dalam perilaku organisasi. Sebuah organisasi yang baik mempunyai visi dan misi yang jelas. Visi dan misi ini berfungsi sebagai dasar acuan organisasi untuk mencapai tujuan. Model organisasi di atas dibangun dengan dasar visi dan misi organisasi.
            Ada perbedaan tujuan akhir antara organisasi dunia dan organisasi misi. Organisasi dunia di desain untuk mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan oleh pemilik organisasi tersebut. Organisasi misi ada untuk melaksanakan Amanat Agung Kristus.

Visi dan Misi Organisasi Misi
            Sebuah organisasi misi yang baik tentu dibangun dengan dasar-dasar kebenaran Alkitab. Kebenaran Alkitab adalah dasar penyusunan visi dan misi organisasi misi. Visi dan misi berfungsi sebagai acuan penyusunan model organisasi. Sebuah organisasi misi dapat mengalami perubahan dalam model organisasinya sesuai dengan konteks dan zaman tetapi visi dan misinya tidak boleh pernah berubah.
            Perubahan dalam model organisasi dan manajemen organisasi misi adalah sebuah kebutuhan dalam zaman yang terus berubah ini. Hari ini organisasi misi terus bertumbuh dalam jumlah. Ironisnya persentase orang percaya di dunia tidak bertambah bahkan cenderung berkurang. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut: (16)

Tahun
Penduduk
Dunia
Orang
Kristen
Non-
Kristen
Persentase penduduk
Kristen terhadap pendu-
duk dunia
30
170 juta
?
170 juta
-
1900
1.620 juta
588 juta
1.602 juta
36,70
1960
3.010 juta
1.008 juta
2.002 juta
33,49
1981
4.585 juta
1.473 juta
3.019 juta
32,13
2000
6.240 juta
1.900 juta
4.340 juta
30,49


_________________
            15. ibid., 12.    
            16. Veronika J. Elbers, Doa dan Misi (Malang: SAAT, 2007) 4.

Data di atas sudah seharusnya membunyikan alarm di kepala kita. Hal ini menuntut adanya evaluasi menyeluruh dari setiap gereja dan organisasi
misi akan efektifitas kegiatan program penginjilan di tempat masing-masing. Hal ini tentunya tidak mudah tapi perlu dan harus dilakukan. Saat ini memang benar ladang sudah menguning dan siap dituai tapi siapakah yang mau diutus untuk menuai? Mengapa ladang Tuhan sampai “kekurangan” pekerja-pekarja?. Tentunya hal ini rumit dan sangat kompleks untuk dibahas. Penulis mencoba membahas hanya dari satu segi saja dengan mengkaitkan peran kepemimpinan dalam organisasi misi sebagai penutup.


Penutup (Refleksi Pribadi)

Kepemimpinan Dalam Organisasi Misi
            Ketika tokoh-tokoh seperti Sanders, Maxwell, MacArthur, Clinton, dll berteriak bahwa kita mengalami kekurangan pemimpin yang baik, pemimpin yang berkarakter seperti Kristus, sudah sepantasnya dan seharusnya kita semua berhenti sejenak dari rutinitas kegiatan sehari-hari dan memikirkan masalah ini.
            Semakin hari gereja dan orang percaya mendapatkan serangan yang makin dahsyat baik dari dalam gereja (berupa perpecahan, perselisihan, lunturnya kepercayaan terhadap Alkitab, dll) dan dari luar gereja (serangan terhadap iman kristen, pengaruh negatif dunia seperti narsisme, hedonisme, matinya akal sehat dan hati nurani, dll). Di tengah kancah peperangan rohani yang semakin dahsyat hanya kata-kata Yesus di Yoh. 16:33 “....dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia” yang menjadi hiburan dan keyakinan bahwa Tuhan masih terus berkarya.
            Mencermati maraknya gereja-gereja tertentu di Jakarta yang aktif membuka cabang di daerah-daerah (ibu kota provinsi) yang nota bene sudah dipenuhi oleh gereja-gereja yang sudah eksis menimbulkan pertanyaan: apakah gereja melakukan penginjilan atau berebut domba yang sudah ada?. Harus diakui dengan pertumbuhan jumlah orang kristen melalui angka kelahiran saja merupakan daya tarik untuk membuka cabang. Tapi pertanyaannya masih sama: inikah arti penginjilan?
Sementara itu gereja-gereja lainnya juga tidak kalah sibuk dengan dirinya yaitu sibuk mempertahankan tradisi, sibuk mempertahankan peraturan-peraturan tata cata gerejawi yang sebenarnya perlu di revisi agar sesuai dengan perkembangan zaman tanpa berkompromi dengan prinsip-prinsip kebenaran. Jumlah anggota terus berkurang tapi belum merasa perlu untuk berubah.
Di tengah situasi sulit seperti ini ada juga gereja-gereja yang sudah menyangkali imannya dengan ketidak-percayaan mereka terhadap ketidak-bersalahan teks Alkitab. Memang hal ini tidak dikatakan secara langsung pada jemaatnya tapi dukungan terhadap pandangan pluralisme yang mengedepankan universialisme keselamatan menjadi tanda bagi kita yang mencermatinya.
Pertanyaannya: apa penyebabnya?? dan apa solusinya??.
Penulis berpendapat penyebab dan solusinya sama, yaitu peran para pemimpin. Pemimpin dengan pengaruhnya mampu membawa pengikutnya ke manapun yang diinginkannya dengan memperalat Firman Tuhan.
Saat ini cukup banyak hamba Tuhan lulusan STT Injli yang sebenarnya belum siap untuk terjun ke masyarakat. Kurangnya pelajaran tentang manajemen, komunikasi, organisasi, kurangnya wawasan pribadi sangat mungkin menjadi gesekan dengan jemaat yang pada akhirnya membuat gap yang lebar. Karena itu solusi harus dimulai dari STT sebagai ‘pencetak’ hamba-hamba Tuhan yang siap pakai dalam dunia. Sudah waktunya STT membekali para mahasiswa dengan ilmu-ilmu praktis yang akan sangat berguna dalam ladang pelayanan. Kemudian pekerja-pekerja di ladang hendaknya terus meng-up grade ilmunya dengan terus belajar, baik ilmu teologi maupun ilmu pengetahuan praktis yang berguna untuk menunjang pelayanan.
            Ada sebuah fenomena yang terjadi hari-hari ini yaitu ‘kebangkitan kaum awam’ dalam belajar teologi. Situs SADBA, Yabina, IRECS, Harvest, dll membuka kesempatan bagi non full timers untuk belajar teologi sampai tingkat D3. Bahkan STRIJ Jakarta baru saja melanjutkan program D3 menjadi D4 yang artinya setara dengan STh. Jangan sampai gereja dan organisasi misi melewatkan momentum ini begitu saja. ‘Kaum awam’ ini adalah bantuan yang dikirim Tuhan untuk lebih memperkaya dan memberikan wawasan baru bagi pelayanan kristen. Tentu saja agar kerja sama dapat terjadi diperlukan seorang pemimpin yang dihormati dan rajin, karena bagaimana ‘kaum awam’ dapat menghormati sang pemimpin jika malas?. Jadi hal ini adalah bantuan dan sekaligus peringatan bagi pemimpin untuk tidak diam dalam comfort zone pribadi.

































Bibliografi

  1. Baridwan, Zaki. Sistem Akuntansi: Penyusunan Prosedur dan Metode. Yogyakarta: BPFE, 1990.
  2. Clinton, Richard dan Leavenworth, Paul. Memulai Dengan Baik: Membangun Kepemimpinan Yang Kokoh. Jakarta: Metanoia, 2004.
  3. Elbers, Veronika J. Doa dan Misi, Malang: SAAT, 2007
  4. Gibson, James L., Ivancevich, John M., dan Donnelly, James H. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga, 1991.
  5. MacArthur, John. Kitab Kepemimpinan: 26 Karakter Pemimpin Sejati. Jakarta: BPK, 2009.
  6. Maxwell, John C. 21 Hukum Kepemimpinan Sejati. Batam: Interaksara, 2001.
  7. Maxwell, John C. Mengembangkan Kepemimpinan Di Dalam Diri Anda. Jakarta: Binarupa Aksara, 1995.
  8. Sanders, J. Oswald. Kepemimpinan Rohani. Bandung: Kalam Hidup, 1974.
  9. _____________. Anda Bisa Menjadi Seorang Pengubah Dunia. Bandung: Pionir Jaya, 2008.


Sumber dari Internet:
  1. Servant Leadership. http://en.wikipedia.org/wiki/Servant_leadership. diakses pada 03-06-2009.





Produktifitas Organisasi

PRODUKTIVITAS ORGANISASI
I.       Pengertian
Produktivitas adalah sebagai hasil yang didapat dari produksi yang menggunakan satu atau lebih faktor produksi, produktivitas biasanya dihitung sebagai indeks dan rasio antara output dengan input.
Pengertian produktivitas, antara lain:
1. Produktivitas secara terpadu melibatkan semua usaha manusia dengan produktivitas mengandung pengertian sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.
2. Produksi dan produktivitas merupakan dua pengertian yang berbeda. Peningkatan produksimenunjukkan pertambahan jumlah hasil yang dicapai, sedangkan peningkatan produktivitas mengandung pengertian pertambahan hasil dan perbaikan cara produksi. Peningkatan produksi tidak selalu disebabkan oleh peningkatan produktivitas, karena produksi dapat meningkat walaupun produktivitas tetap atau menurun.
3. Peningkatan produktivitas dapat dilihat dalam tiga bentuk :
a. Jumlah keluaran (output) dalam mencapai tujuan meningkat dengan menggunakan sumber daya (input) yang sama.
b. Jumlah keluaran (output) dalam mencapai tujuan sama atau meningkat dicapai dengan menggunakan sumber daya (input) yang lebih sedikit.
c. Jumlah keluaran (output) dalam mencapai tujuan yang jauh lebih besar diperoleh dengan pertambahan sumber daya (input) yang relatif lebih kecil.
4. Sumber daya manusia memegang peranan yang utama dalam proses peningkatan produktivitas, karena alat produksi dan teknologi pada hakekatnya merupakan hasil karya manusia.
Produktivitas adalah keluaran (output) produk atau jasa per setiap masukan (input) sumber daya yang digunakan dalam suatu proses produksi. Tingkat ukur produktivitas sangat beragam bergantung kepada kepentingan yang terkait. Produktivitas dapat dinyatakan dalam ukuran fisik (physical productivity) dan ukuran finansial (financial productivity) apabila kepentingan tersebut adalah keuntungan. Produktivitas dapat menggunakan ukuran moneter sebagai tolak ukur. Apabila waktu menjadi kepentingan manajemen produktivitas maka dapat menggunakan ukuran moneter sebagai tolak ukurnya.
“Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manajemen produktivitas adalah bagaimana cara mengelola suatu usaha supaya lebih efisien dalam penggunaan input untuk memaksimalkan produksi output (barang dan/atau jasa), secara terpadu melibatkan semua usaha manusia dengan menggunakan ketrampilan, modal, teknologi, manajemen, informasi, energi, dan sumber-sumber daya lainnya, dengan tujuan untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan”.
Manajemen produktivitas merupakan salah satu sasaran penting suatu organisasi atau perusahaan / lembaga. Hal ini disebabkan karena manajemen produktivitas dapat menunjang kesuksesan dan keberhasilan suatu perusahaan / pemberi jasa untuk mencapai tujuan akhir yang telah ditentukan.

II. Manajemen Produktivitas.
Tujuan dari manajemen produktivitas adalah efektif dan efisiensi, yaitu memberdayakan sumberdaya seminimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Efektivitas adalah merupakan derajat pencapaian output dari sistem produksi. Efisiensi adalah ukuran yang menunjuk sejauh mana sumber-sumber daya digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output ¹). Jika efektivitas berorientasi pada hasil atau keluaran (output) yang lebih baik, dan efisiensi berorientasi pada masukan (input) yang lebih sedikit, maka dalam manajemen produktivitas berorientasi pada keduanya.

III. LANGKAH-LANGKAH PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
Tahapan peningkatan produktivitas yang komprehensif dan terintegrasi :
1. Analisa situasi.
Langkah awal manajemen produktivitas harus mampu menganalisa situasi sebelum mengambil keputusan ataupun mengambil tindakan yang akan ditetapkan . Contoh : Pada sebuah RS, kunjungan pasien lagi menurun drastis dari biasanya, maka tidak perlu menambah tenaga kerja / perawat baru.
2. Merancang program peningkatan produktivitas.
Untuk peningkatan produktivitas maka dibutuhkan pula dasar program dengan rancangan yang tepat, efektif dan efisien. Contoh : Untuk menambah kunjungan pasien rawat jalan disebuah RS, maka bisa dilakukan langkah-langkah promosi, baik dilakukan melalui media iklan, maupun bisa langsung melaksanakan program pemeriksaan gula darah gratis, khitanan gratis dan lain sebagainya.
3. Menciptakan kesadaran akan produktivitas.
Kesadaran dari semua pihak yang terlibat dalam sebuah perusahaan / lembaga, merupakan kunci penting untuk peningkatan produktivitas seperti yang diharapkan. Contoh : Karyawan mematikan alat-alat listrik yang tidak sedang digunakan, untuk menghemat energi dengan tujuan menghemat pengeluaran biaya.
4. Menerapkan Program
Untuk meningkatkan produktivitas program sudah disusun dan diputuskan, maka harus diimplementasikan dalam pelaksanaannya untuk mencapai tujuan akhir. Contoh : Program peningkatan keterampilan SDM dengan cara mengadakan berbagai pelatihan seperti tehnik infus bayi dan lain sebagainya, dengan tujuan untuk peningkatan produktivitas.
5. Mengevaluasi program dan memberikan umpan balik
Untuk menilai hasil akhir maka perlu dilakukan evaluasi program dengan memberikan umpan balik. Contoh : Mengevaluasi hasil dari pelatihan tehnik infus bayi, apakah perawat tersebut lebih profesional setelah mengikuti pelatihan tersebut?

IV. Tujuh Kunci Produktivitas Tinggi.
1. Keahlian, manajemen yang bertanggungjawab.
Ikatan kritis antara manajemen perusahaan dengan produktivitas adalah saksi dalam definisi dasar produktivitas itu sendiri. Pada dasarnya, produktivitas adalah rasio antara keluaran (output ) dan masukan ( input ) yang bernilai, misalnya efisiensi dan efektivitas sumber- sumber daya yang tersedia, yaitu kepegawaian, alat, bahan, modal, fasilitas, energi dan waktu untuk mencapai keluaran yang sangat bernilai. Untuk mencapai produktivitas tinggi, setiap anggota manajemen harus diberi motivasi tinggi, positif dan secara penuh ikut melakukan pekerjaan. Secara bersama- sama, kesamaan sikap relative diperlukan untuk seluruh kekuatan kerja.
2. Kepemimpinan yang luar biasa.
Dari semua factor, kepemimpinan manajerial memiliki pengaruh terbesar dalam produktivitas. Akhirnya, tujuan setiap organisasi bergantung pada kualitas kepemimpinan. Meskipun mudah dikenal, kepemimpinan sangat sulit didefinnisikan. Tidak ada dua gaya kepemimpinan yang sama – setiap gaya adalah unik bagi setiap individu, dan memang seharusnya demikian. Lebih lanjut, pemimpin yang baik dalam satu situasi mungkin saja bukan pemimpin yang baik dalam situasi yang lain. Demikian juga jenis pemimpin yang dibutuhkan secara khusus bergantung pada kelompok yang dipimpinnya. Meskipun demikian, kelompok yang sama masih dapat memerlukan jenis kepemimpinan lain pada saat berlainan dalam evolusinya. Sebagian manjer memiliki beberapa kemampuan kepemimpinan, tetapi hanya sedikit yang merupakan pemimpin luar biasa.
3. Kesederhanaan Organisasional Dan Operasional.
Susunan organisasi harus diusahakan agar sederhana, luwes dan dapat disesuaikan dengan perubahan, selalu berusaha mengadakan jumlah tingkat minimum yang konsisten dengan operasi yang efektif. Hal ini memberikan garis pengarahan lebih jelas, juga tanggung jawab yang kurang terpecah-belah dan sangat menunjang pengambilan inisiatif lebih besar oleh siapa saja dalam organisasi.
4. Kepegawaian yang efektif.
Sebagai langkah awal, banyak perhatian dicurahkan pada pemilihan orang – menekankan pada mutu dan bukan kuantitas. Menambah lebih banyak pegawai belum tentu berarti meningkatkan produktivitas. Dan sebelum mempekerjakan orang baru, seharusnya dipastikan dahulu bahwa yang ada sekarang sudah berkinerja menurut kemampuan. Standar untuk manajer dan personalia kunci khususnya harus tinggi. Jika kedudukan ini dipegang oleh orang yang kompeten, orang kompeten lain akan tertarik masuk ke dalam organisasi

5. Tugas yang menantang.
Tugas merupakan kunci untuk proses yang kreatif dan produktif. Setiap individu mempunyai suatu suasana khusus kegiatan kreatif dan produktif yang tinggi. Akan tetapi, orang yang tepat harus disesuaikan dengan masalah yang tepat baginya. Pekerjaan itu sendiri harus memberikan motivasi. Hal ini terutama menjadi kunci ke proses yang kreatif/inovatif. Panduan optimal dari pekerjaan dan lingkungan kerja menciptakan suatu getaran dalam diri seseorang; kerja seakan- akan menjadi bermain saja. Sebaliknya, jika pekerjaan seseorang tidak memberi kepuasan kepadanya, ia seringkali akan mengalihkan perhatian dan energinya ke usaha pribadi di luar organisasi. Menurut definisi, jangan sekali- kali memberikan suatu tugas kepada orang yang mempunyai keterampilan yang dipersyaratkan; berikan tugas itu kepada orang yang menginginkannya dan senang melakukannya; dan jangan sekali- kali memberikan tugas, yang dalam keadaan lain, kita sendiri tidak akan mau menerima.
6. Perencanaan dan pengendalian tujuan
Perencanaan yang tidak efektif menyebabkan kebocoran besar dalam produktivitas, misalnya orang yang tidak tahu apa yang diharapkan dari mereka, tugas yang tidak satu fasa dengan tugas lain, kegiatan peripheral, pelaksanaan di atas atau di bawah kinerja, dan operasi yang sebesar- besarnya berhenti dan mulai lagi. Sebaliknya, perencanaan yang efektif meningkatkan produktivitas operasional, yaitu membantu memastikan penggunaan sumberdaya dengan sebaik- baiknya, memadukan semua aspek program ke dalam sesuatu yang efisien, upaya yang tepat, meminimalkan permulaan yang salah dan pelaksanaan usaha yang tidak produktif , menyediakan kelonggaran untuk risiko dan keadaan darurat pada masa depan dan meniadakan krisis manajemen yang berkelanjutan. Dengan cara yang sama, menjadi sangat penting untuk memantapkan system pengendalian yang efektif yang mengukur kemajuan terhadap rencana, menemukan penyimpanagn, menetapkan tanggungjawab, menunjukkan tindakan perbaikan dan memastikan bahwa kinerja yang tidak memenuhi standar ditingkatkan.
7. Pelatihan Manajerial Khusus.
Manajemen jelas menjadi faktor utama bagi produktivitas organisasi manapun, menjadi sangat penting bahwa organisasi berusaha mengembangkan suatu komitmen terhadap produktivitas dalam seluruh tim manajemennya, dan memberikan kepada anggota tim tersebut saran yang berguna untuk menerapkan usaha peningkatan produktivitas yang efektif dalam seluruh organisasi.
Hubungan Produktivitas Dan Mutu Produk Yang Dihasilkan Sistem Atau SDM
Tiap perusahaan/ lembaga/institusi akan mengukur produktivitas dan mutu berdasarkan keunikan tujuan dan sasarannya. Sebagai contoh, suatu perusahaan akan lebih fokus pada upaya-upaya pengembangan pangsa pasar sementara yang lain mungkin fokus pada pengurangan derajad kerusakan produk barang/jasa. Selain itu, mungkin ada pula yang akan memperbaiki dalam hal cara produksi, sedang yang lain fokus pada mengembangkan pemasaran hasil. Karena itu diperlukan diagnosis permasalahan. 
Untuk merancang suatu program perbaikan efektivitas keorganisasian sebuah institusi atau perusahaan, pertama kali harus menentukan sesuatu yang terjadi secara faktual apakah dalam hal produktivitas atau mutu produk(barang/jasa). Misalnya mungkin saja sebuah Rumah Sakit sedang mengalami penurunan pasien, yang menyebabkan penurunan keuntungan karena sedang menghadapi resesi ekonomi atau mungkin dengan sebab-sebab lain. Ukuran dari kriteria kunci suatu mutu adalah syarat pokok untuk menilai suatu proses perbaikan. Intervensi produktivitas atau mutu seharusnya tidak diinisiasi tanpa adanya kriteria kunci ukuran yang handal dan absah.
Banyak faktor yang menentukan produktivitas dan mutu produk yang rendah. Faktor-faktor tersebut antara lain peralatan yang kuno, beban kerja yang tidak dapat diprediksi, arus kerja yang tidak efisien, rancangan pekerjaan tidak tepat, dan jarangnya kegiatan pelatihan dan pengembangan. Disamping itu adalah faktor-faktor intrinsik karyawan itu sendiri seperti tingkat pengetahuan, sikap,ketrampilan dan kemampuan serta motivasi. Semuanya dapat menyebabkan biaya produksi menjadi mahal.
Kebanyakan strategi intervensi program perbaikan mengasumsikan bahwa faktor-faktor penyebab utama produktivitas dan mutu adalah kemampuan dan motivasi karyawan. Namun dari pengamatan di berbagai perusahaan /institusi, sekitar 80-85% dari masalah produktivitas dalam perusahaan /institusi adalah lebih karena faktor-faktor sistem daripada faktor manusia. Misalnya, ketidakberhasilan penerapan gugus kendali manajemen sangat ditentukan oleh kesalahan manajemen, dan pemeliharaan perlatan untuk pelaksanaan produksi yang kurang. Implikasinya adalah perbaikan produktivitas dan mutu lebih banyak didasarkan pada sistemnya itu sendiri; tidak selalu dari unsur manusianya.
Namun demikian bukan berarti pula bahwa unsur manusia tidak menentukan produktivitas dan mutu produk. Sebagai pelaku produksi tentunya langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi produktivitas dan mutu. Perdebatan masih tetap berlangsung tentang faktor mana yang paling dominan, apakah sistem atau manusia. Karena itu kalau akan melakukan perbaikan produktivitas dan mutu, manajer harus melakukan analisis dan pendekatan masalah yang spesifik di perusahaan atau institusi tersebut.
Kepemimpinan Produktif           
Pemimpin yang dapat membawa kemajuan terhadap suatu organisasi adalah impian semua orang. Kepemimpinan yang dijalankan mampu mewujudkan produktivitas dan efektivitas organisasi. Juga, menciptakan kesejahteraan buat para anggota. Faktanya, masih banyak terjadi dalam suatu organisasi, seorang pemimpin belum mampu menciptakan produktivitas dan efektivitas yang diinginkan. Organisasi  mengalami kemunduran yang ditandai dengan: rendahnya partisipasi dan etos kerja, serta rasa tidak nyaman yang dialami anggota dalam melakukan fungsi dan perannya kami melihat, kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi dilihat dari pola hubungan (relationship) antar anggota organisasi, yaitu cara bagaimana antara setiap bagian yang ada dalam organisasi itu saling merasakan keberadaan satu sama lain dan berperilaku/bertindak terhadap satu sama lain ternyata belum sepenuhnya memperhatikan nilai-nilai psikologis yang bersifat universal. Dan factor ini mempunyai kontribusi yang sangat besar  terhadap kemajuan suatu organisasi.
Menilik kata kepemimpinan, dalam Bahasa Inggris disebut management atau leadership. Jelasnya, kata ini dalam kamus Longman Dictionary of Contemporary English digambarkan sebagai: The quality of being good at leading a group, organization, country etc. Maknanya, leadership merupakan kemampuan yg dimiliki seseorang, seberapa baik dia mengorganisasikan kelompok atau organisasi. Dengan kata lain, seorang pemimpin harus punya kemampuan dalam hal merencanakan, mengorganisasikan, mengontrol, dan mengevaluasi suatu organisasi yang dipimpinnya.
Organisasi, dimaknai sebagai kumpulan yg dibentuk guna mencapai suatu tujuan tertentu. Arti lain, organisasi merupakan perencanaan yang tersusun sehingga menjadi efektif. Selain itu, organisasi didefinisikan sebagai bagian-bagian berbeda yg dibentuk dalam suatu sistem, sehingga bagian-bagian itu mampu bekerjasama atau bersinergi (Longman Dictionary of Contemporary English). Intinya, ada empat variabel yang dapat diukur untuk mengenali suatu organisasi, yaitu: merupakan kumpulan dari bagian-bagian, komponen yang membentuk organisasi itu punya tugas & peran yang berbeda, komponen-komponen tersebut mampu bersinergi satu sama lain, serta organisasi itu punya tujuan.
Dalam aplikasinya, kita banyak menjumpai beraneka macam organisasi, bahkan kita sendiri merupakan bagian dari organisasi itu, baik dalam lingkup yang terkecil seperti rumah tangga, maupun lingkup yang lebih besar, seperti yayasan bahkan negara.Dalam suatu organisasi, kepemimpinan yang diperagakan dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: otoriter, demokratis, dan laissez-faire.
Pemimpin otoriter, rela melihat anak buahnya menjadi bergantung kepadanya. Mereka tidak memberikan ruang sedikitpun kepada anggota organisasi untuk mandiri, bergantung kepada kemmapuan diri sendiri. Pemimpin semacam ini mengawasi anak buahnya secara ketat bahkan untuk hal-hal yang kecil sekalipun. Parahnya, pemimpin jenis ini akan mengintervensi dalam setiap pengambilan keputusan yang dilakukan bawahannya. Produk kepemimpinan seperti ini adalah: bawahan menjadi terlalu bergantung pada pemimpin atau anak buah menjadi pribadi yang sangat memberontak. Tentu, bentuk pemberontakan yang ditunjukkan bisa berbeda-beda. Ada yang terang-terangan dan juga ada yang hanya ditampilkan di belakang panggung utama. Sulit rasanya, kreativitas yang merupakan cikal bakal produktivitas muncul dalam kepemimpinan seperti ini.
Sebaliknya, pemimpin yang demokratis, memberikan iklim yang kondusif untuk perkembangan yang lebih baik buat organisasi. Dia terbuka dan mau berkomunikasi dua-arah dengan bawahan. Individu semacam ini fleksibel dalam bersikap & bertindak terhadap anak buahnya. Dia tidak pernah memberi kesempatan secara bebas kepada anak buah untuk berbuat apa saja yang diinginkan. Juga, tipe orang semacam ini tidak pernah melarang bawahannya secara kaku bila anak buah ingin merealisasikan impian-impiannya. Pemimpin ini cenderung mengembangkan hubungan yang dekat secara emosional kepada bawahannya. Bukan hubungan yang sifatnya professional semata-mata yang justeru cenderung kaku. Dia, menyadari betul bahwa fungsinya dalam organisasi adalah sebagai fasilitator bukan diktator, ataupun, cuek dalam membawa organisasi menuju target yang dicita-citakan.
Sementara, pemimpin yang menerapkan kepemimpinan laissez-faire memberi kebebasan yang seluas-luasnya kepada anak buah untuk berbuat apa saja yang diinginkan tanpa mempertimbangkan apakah keinginan itu membawa kemajuan terhadap organisasi atau tidak. Akibatnya, anak buah yang terwadahi dalam kepemimpinan seperti ini akan tidak tahu batasan-batasan perbuatan yang seharusnya dilakukan atau yang seharusnya tidak dilakukan untuk kebaikan organisasi karena pemimpin semacam ini tidak punya ketegasan terhadap anak buahnya.
Dalam implementasinya banyak pemimpin yang ingin memajukan organisasi, tetapi disisi lain dia justeru bersikap dan berperilaku yang berkontribusi terhadap kemunduran bahkan kehancuran organisasi. Thomas Gordon (1970), seorang psikolog klinis dari USA yang memperkenalkan gaya kepemimpinan participative management, pernah meneliti beberapa organisasi sekolah dan perusahaan. Dia mengemukakan bahwa ciri-ciri sekolah yang bermasalah adalah: guru dianggap bawahan, guru tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan, melempar kesalahan pada orang lain, dan membebankan nilai-nilai keseragaman.
Keadaan serupa, pernah terjadi di tahun 1980-an, di Fermont California Amerika Serikat,  salah satu pabrik General Motors yang memproduksi mobil bermerek Chevrolet, terindikasi mengalami berbagai permasalahan, diantaranya: cacat produksi yang mencapai rata-rata 40 persen dari total produksi dan tingkat kehadiran karyawan yang rata-rata tidak melebihi 80 persen.
Para eksekutif dalam pabrik tersebut, memutuskan untuk memberhentikan sebagian besar karyawan dan menggantinya dengan mesin yang dianggap lebih mendorong peningkatan produksi. Kejadian ini, menimbulkan perseteruan yang memanas antara karyawan dengan pihak manajemen. Akhirnya, pabrik Fermont ditutup dan 5000 karyawan berhenti dari pekerjaannya.Selang beberapa bulan, perusahaan Toyota mengetahui peristiwa tersebut dan berinisiatif menghidupkan kembali pabrik di Fermont itu. Kemudian, perusahaan mempekerjakan karyawan yang sempat dipecat oleh General Motors dengan mempekerjakan separuh karyawan lama.
Pabrik akhirnya beroperasi, produksi mobil kembali dihasilkan dan meningkat signifikan. Rata-rata cacat produksi dibawah 5 persen, sedangkan tingkat kehadiran karyawan mencapai 98 persen, padahal di area pabrik, merokok dan mendengarkan musik dilarang.Fenomena ini, mengejutkan petinggi perusahaan General Motors dan akhirnya pabrik Fermont itu diselidiki. Ternyata, tidak ada mesin baru yang digunakan. Malah umumnya, sudah lama dan lebih tua dari mesin-mesin yang ada di pabrik General Motors. Setelah mencari informasi lebih lanjut, petinggi General Motors menemukan bahwa yang membuat produksi mobil di pabrik Fermont meningkat itu adalah karena pihak manajemen memberi kesempatan kepada karyawan untuk berbicara dan memberi masukan terhadap kinerja perusahaan.
Secara umum, para pemimpin organisasi masih banyak yang menerapkan gaya kepemimpinan otoriter. Mereka menganggap para bawahan seperti robot yang selalu bisa di perintah sesuai dengan kemauan atasan. Mereka khawatir, memberi kesempatan berbicara atau berpendapat kepada bawahan dianggap mengancam posisi mereka, bahkan menghambat kemajuan suatu organisasi. Padahal, bawahan itu adalah manusia yang mempunyai sisi psikologis yang tidak dimiliki robot atau mesin.
Kesimpulannya, apa pun jenis organisasi yang ada, seperti: rumah tangga, sekolah, yayasan, perusahaan, dan lain sebagainya itu merupakan sarana yang digunakan individu untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologisnya. Sebab itu, kepemimpinan yang diterapkan hendaknya memperhatikan dua komponen tersebut yang ada dalam diri manusia. Menerapkan pendekatan psikologis dalam kepemimpinan merupakan hal yang harus dilakukan jika suatu organisasi ingin produktif dan efektif.Jika tidak, oragnisasi itu akan mudah ditinggalkan oleh para anggotanya. Untuk dapat hidup saja, organisasi itu menjadi sulit apalagi produktif, efektif, dan inovatif. Sejatinya, jika kita menginginkan organisasi negara kita menjadi produktif dan efektif, kenapa tidak dimulai dari organisasi-organisasi yang lebih kecil terlebih dahulu?

IV. KESIMPULAN
1.     Manajemen produktivitas adalah cara mengelola suatu usaha supaya lebih efisien dalam penggunaan input untuk memaksimalkan produksi output (barang atau jasa), secara terpadu melibatkan semua usaha manusia dengan menggunakan ketrampilan, modal, teknologi, manajemen, informasi, energi, dan sumber-sumber daya lainnya, dengan tujuan untuk mencapai hasil yang maksimal seperti target yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi, apabila manajemennya baik, maka hasil yang didapatkan juga baik, demikian juga sebaliknya.
2.     Manajemen produktivitas mempunyai tujuan untuk mempemaksimalkan hasil produksi, baik barang maupun jasa, dengan cara memberdayakan sumberdaya se-efisien (minimal) mungkin untuk mendapatkan hasil yang se-efektif (maksimal) mungkin.
3.     Dalam upaya peningkatan produktivitas, perlu diperhatikan langkah-langkah dalam meningkatkan produktivitas dan kunci-kunci untuk produktivitas tinggi, agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal.
4.     Dalam manajemen produktivitas, sistem dan sumber daya manusia sangat mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan, apabila mutu sistem dan SDM nya sudah maksimal, maka akan mendapatkan mutu produk yang maksimal pula.



Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...