Dalam sebuah pelatihan diungkapkan :
“… Begitu anda menonton film nanti, perhatikan cara para bintang film berbicara kepada actor lainnya. Untuk menjadi seorang actor yang besar. Seorang harus mampu, baik menjadi seorang pendengar yang ulung maupun pembicara yang efektif. Kata-kata pembicara tercermin dalam wajah pendengarnya bahaikan suatu cermin. Ia dapat mengambil suatu adegan dari pembicara kepasihannya dalam mendengarkan. Seorang sutradara film terkenal pernah mengatakan bahwa banyak actor gagal menjadi bintang film karena mereka tidak pernah mempelajari seni mendengarkan \secara kreatif”.
(Betgerr, 1995:88).
BANYAK BICARA SEDIKIT MENDENGAR
Berbicara sebagai keterampilan dasar manusia dalam berkomunikasi sering kita bahas, namun sangat sedikit yang mengulas bagaimana cara mendengar yang baik.
Rosulullah-pun mengingatkan, barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka ucapkanlah dengan kata-kata yang baik ataupun lebih baik diam. Alasannya masuk akal, sebab kata-kata kita kelak akan dipertanggungjawabkan (QS. 50:18), sehingga kita senantiasa dituntut untuk berhati-hati dalam berbicara dan bahkan nabi Musa AS ketika berhadapan dengan Firaun mengungkapkan doa : “…dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku supaya mereka mengerti perkataanku (QS. 20 : 27-28).
Sedangkan mendengar hampir sulit bisa dilakukan oleh kebanyakan orang, padahal dengan mendengarlah ilmu bisa diserap, sebuah masalah bisa dipecahkan dan sebuah gagasan bisa diwujudkan. Oleh karena manusia diciptakan Allah dengan satu mulut dan dua pendengaran yang seharusnya proporsi mendengar harus lebih banyak daripada berbicara. Rata-rata para pemimpin dunia memiliki kemampuan mendengar yang baik, selain kemampuan berbicara.
Sebagaimana diungkapkan oleh Benjamin Franklin mengungkapkan :
“Mengingat bahwa dalam pembicaraan pengetahuan lebih banyak diperileh melalui telinga daripada melalui mulut. Saya memberikan tempat kedua kepada sikap diamdiantara keutamaan yang hendak saya kembangkan”.(Betgerr, 1995:92)
Sedangkan Frank Betgerr (1996) mengungkapkan bahwa :
“dalam pembicaraan, pengetahuan lebih banyak diperoleh melalui telinga daripada melalui mulut, saya memberikan tempat kedua kepada sikap diam diatara keutamaan yang hendak saya kembangkan”.
Hasil penelitian Rankin (1929) dan Bierker (1980) menunjukan bahwa mendengar merupakan sarana komunikasi yang paling banyak digunakan, dapat lihat table dibawah ini :
Perbandingan skill communication :
No | Skill comunication | 1929 | 1980 |
1. | Mendengar | 45% | 53% |
2. | Berbicara | 30% | 16% |
3. | Membaca | 16% | 17% |
4. | Menulis | 9% | 14% |
Sumber : B.S.Wibowo,etal, TRUSTCO, 2002 :191.
SENI MENDENGARKAN.
Ketika berbicara, biasanya kita mendengarkan dalam salah satu dari lima tingkat :
1. Kita mungkin mengabaikan orang itu dan benar-benar tidak mendengarkannya.
2. mungkin berpura-pura tidak mendengarkannya
3. Mendengarkan tapi lebih selektif pada bagian-bagian tertentu dari pembicaraan.
4. Mendengarkan secara atentif dan menaruh perhatian dan memfokuskan enegi pada kata-kata yang diucapkannya.
5. mendengarkan secara empatik, mendengarkan untuk mengerti tapi untuk menjawab persoalan yang ada. Dalam arti mendengar bukan hanya dengan telinga saja tetapi dengan mata dan hati.
Dengan melihat tingkatan mendengar diatas maka mendengarkan membutuhkan keterampilan khusus, sebagaimana berbicara. Karena mendengarkan adalah cerminan pribadi seseorang,
sebagaimana diungkapkan oleh David J. Schwartz (1996:154) mengungkapkan bahwa :
“… semakin besar orang yang bersangkutan, semakin cenderung ia mendorong anda untuk berbicara, semakin kecil orang yang bersangkutan semakin cenderung ia mengkhotbahi anda”.
Kebanyakan pemimpin yang baik didalam semua bidang kehidupan menghabiskan jauh lebih banyak waktu meminta nasehat dan meminta pendapat bawahannya daripada banyak berbicara.
Diantara keterampilan mendengar diungkapkan BS.Wibowo,dkk (2002:92) dari kupasan Geoff Nightingale dalam Synergenic antara lain :
§ Dengarkan gagasannya bukan fakta dan tanyalah diri sendiri apa yang pembicara maksudkan.
§ Nilailah isinya, bukan cara penyampaiannya.
§ Dengarkan dengan penuh harapam, jangan langsung kehilangan minat
§ Jangan cepat menarik kesimpulan
§ Sesuaikan pencatatan anda dengan pembicaraan
§ Pusatkan perhatian, jangan mulai bermimpi dan jagalah mata anda agar tetap tertuju pada pembicaraan.
§ Jangan mendahului pikiran pembicara, anda akan kehilangan jejak.
§ Dengarlah dengan sungguh-sungguh waspada dan bergairah.
§ Kendalikan emosi waktu mendengar
§ Bacalah fikiran anda, berlatihlah untuk menerima informasi baru.
§ Bernafaslah perlahan dan dalam-dalam
§ Jangan tegang santai sajalah.
Sedangkan menurut James K. Van Fleet (1996:179) dalam bukunya : “Key to Success with people” mengungkapkan seni mendengar yang efektif sebagai berikut :
§ Berikan sepenuh hati pada orang lain
§ Mendengarkan dengan serius
§ Tunjukan minat pada perkataan orang
§ Usahakan bebas gangguan
§ Tunjukan kesabaran
§ Bukalah pikiran anda
§ Dengarkan setiap gagasan
§ Hargai isinya, bukan cara penyampaiannya.
§ Turunkan senapan anda
§ Belajarlah mendengarkan apa yang tersirat.
Sedangkan David J Swartz dalam bukunya “The Magic of Thinking Big” (1996: 154) mengungkapkan seni mendengar kedalam tiga tahapan dan untuk menguatkannya dengan cara bertanya dan mendengarkan :
§ Dorong orang lain berbicara
§ Uji pandangan anda dalam bentuk pertanyaan
§ Berkonsentrasilah pada apa yang dikatakan orang lain.
Demikianlah beberapa teknik dalam mendengar yang dalam praktiknya membutuhkan adanya jiwa besar. Mendengar dan bertanya bukan menunjukan kebodohan seseorang tetapi menunjukan kualitas hidupnya, apalagi bagi seorang pemimpin.
Referensi:
B.S. Wibowo, etal, SHOOT, TRUSTCO, Syamil, Bandung, 2002.
James K. Van Kleet. Rahasia kekuatan percakapan, Intimedia, Jakarta, 1984.
David J Swarz, Berfikir dan berjiwa besar, Binarupa Aksara, Jakarta, 1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Silahkan masukan komentar Anda